Bola.com, Jakarta - Setelah musim yang aneh penuh dengan ketidakpastian imbas pandemi virus corona, Liga Champions akhirnya berakhir dengan memunculkan Bayern Munchen memenangkan gelar keenam mereka. Mereka menang 1-0 melawan klub yang kali pertama masuk final Paris Saint-Germain dalam pertandingan yang digelar Senin (24/8/2020) dini hari WIB.
Hans-Dieter Flick memiliki peran monumental dalam kemenangan treble bersejarah mereka. Pelatih asli Jerman itu mengubah cara Bayern bermain.
Baca Juga
Advertisement
Mungkin bagian yang paling mengejutkan berkaitan dengan Flick adalah kenyataan bahwa ini adalah musim pertamanya sebagai pelatih kepala Bayern, tim papan atas, dalam karirnya.
Satu-satunya peran manajerialnya sejauh ini adalah bersama Viktoria Bammental sebagai manajer-pemain dan di TSG 1899 Hoffenheim, saat mereka berada di divisi empat sepak bola Jerman.
Terlepas dari pengalamannya yang amat minim, sang mentor itu membimbing Bavarians ke tanah yang dijanjikan dalam upaya pertamanya di klub dan memulai era baru di Allianz Arena. Cerita suksesnya menginspirasi.
Hingga November 2019, tim Bayern Munchen ini tidak terlihat seperti tim yang akan ada di puncak kejayaan. Mereka diliputi oleh keraguan atas masa depan manajer saat itu Niko Kovac, yang akhirnya dipecat sehari setelah kekalahan 1-5 yang memalukan dari Eintracht Frankfurt.
Flick bergabung dengan Bayern pada awal musim sebagai asisten Kovac dan mengambil alih kendali setelah pemecatan pemain Kroasia itu. Secara tak terduga pelayih berusia 55 tahun itu menghidupkan kembali nyawa Bayern. Secara drastis mengubah cara mereka bermain. Menyerang, agresif, dan spartan.
The Bavarians memainkan 36 pertandingan di bawah Flick di semua kompetisi, memenangkan 33 di antaranya, kalah dua kali, dan sekali meraih hasil imbang. Sang jawara Liga Champions tersebut mencetak 116 gol dean hanya kebobolan 26 gol. Salah satu debut manajerial paling luar biasa di klub itu.
Hans-Dieter Flick bukan pelatih pertama yang meraih pencapaian impian: sukses memenangi Liga Champions di musim debutnya. Berikut ini empat arsitek yang juga sukses melakukannya.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Roberto Di Matteo
Gelandang serang asal Italia, Roberto Di Matteo menjalani petualangan di Stamford Bridge sebagai pemain dari tahun 1996 hingga 2002, periode terlama di klub mana pun yang ia alami sebagai pemain.
Sembilan tahun setelah masa enam tahun dan pensiun di Chelsea, ia kembali ke London sebagai asisten Andre Villas-Boas, dan agak puitis, mengambil alih jabatan sebagai manajer setelah bosnya dipecat mendadak.
Chelsea tiba-tiba mulai terlihat seperti tim yang penuh dengan imajinasi dan inspirasi saat The Blues membalikkan defisit dua gol melawan Napoli di 16 besar Liga Champions. Chelsea kalah di leg pertama 3-1 dan tampil setelah mengalahkan tim Italia itu 4-1 di leg kedua. Setelah kemenangan yang sangat dramatis melawan Barcelona di semifinal, Di Matteo membimbing Chelsea ke pencapaian terbesar mereka sejak pergantian abad.
The Blues ditugaskan untuk mengalahkan juara empat kali Bayern Munich di kandang mereka sendiri untuk memenangkan gelar Liga Champions pertama mereka di bawah kepemilikan Roman Abramovich.
Tim Chelsea yang luar biasa tangguh bertahan hingga menit ke-83 sampai Thomas Muller memecahkan kebuntuan, selang lima menit Didier Drogba mencetak gol balasan. Chelsea akhirnya menang melalui adu penalti, dengan Petr Cech menyelamatkan dua penalti. Di Matteo memenangkan UCL dan akhirnya pergi pada 2013.
Advertisement
Luis Enrique
Mantan pemain tengah Real Madrid dan Barcelona, Luis Enrique menjalani karier fantastis sebagai pelatih dengan menukangi Barcelona pada tahun 2014. Setelah sempat melatih singkat di AS Roma dan Celta Vigo, pria asal Spanyol itu kembali ke Nou Camp. Di awal kariernya ia sempat jadi pelatih Barcelona B.
Kedatangannya bertepatan dengan kedatangan striker Uruguay Luis Suarez.
Mantan pemain Liverpool itu melengkapi kombinasi lini depan yang dasyat di bawah Enrique. Trio Lionel Messi, Neymar, dan Suarez mengerek performa Barcelona secara keseluruhan.
Musim itu, bagaimanapun, diisi dengan momen-momen menarik dan kontroversial. Enrique dilaporkan memiliki perselisihan dengan Messi atas beberapa masalah, yang menyebabkan pemain Argentina itu bahkan dikeluarkan dari XI saat bertandang ke Real Sociedad di pertengahan musim.
Enrique dan Messi akhirnya mengesampingkan perbedaan mereka, dan sang pelatih memimpin Barcelona ke raihan treble kedua yang bersejarah, sebuah prestasi yang tidak dicapai klub lain sampai Flick di Bayern sekalipun.
Blaugrana menghancurkan Juventus yang malang di final Berlin 2015 untuk melengkapi treble. Enrique memenangkan La Liga Santander, dan kemudian memenangkan ganda domestik di tahun keduanya juga. Ia akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut karena alasan pribadi setelah tiga tahun memimpin Nou Camp.
Zinedine Zidane
Setelah pensiun sebagai salah satu pemain terhebat dalam sejarah sepak bola di Santiago Bernabeu, Zinedine Zidane memulai petualangan kepelatihannya di Real Madrid. Dia memperoleh pengalaman berharga setelah melatih tim Castilla selama lebih dari 50 pertandingan, dan naik kelas ke tim utama setelah pemecatan Rafa Benitez.
Zidane mengambil alih dan mengangkat skuad Los Blancos yang bertabur bintang dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh siapa pun. Pemain berusia 48 tahun itu membimbing mereka meraih gelar Liga Champions ke-11 dalam beberapa bulan masa kerjanya.
Bersama timnya pelatih asal Prancis itu mengalahkan Manchester City di semifinal dan kemudian menang atas rival sekota mereka Atletico Madrid di final di Milan. Zidane berhasil memenangkan dua UCL lagi berturut-turut dalam dua tahun berikutnya sebelum mengumumkan kepergiannya.
Advertisement
Pep Guardiola
Pep Guardiola dianggap sebagai salah satu pelatih jenius di abad ke-21. Pelatih asali Catalan, yang mengasah kemampuannya bersama Barcelona B, menggantikan Frank Rijkaard di pucuk pimpinan Nou Camp pada 2008 dan memulai salah satu karier manajerial terhebat.
Pep, setelah ditunjuk sebagai manajer Barcelona, mengubah cara klub bermain sepak bola sejak pergantian abad. Pemain berusia 49 tahun itu mencatat salah satu musim terbaik dalam sejarah klub saat ia memenangkan LaLiga Santander, Liga Champions, dan Copa del Rey di musim pertamanya di Barcelona.
Barcelona melawan Manchester United di final Liga Champions, yang mereka kalahkan dengan skor 2-0 untuk memenangkan treble pertama mereka. Blaugrana juga harus melewati hadangan Chelsea di semifinal.
Guardiola kemudian meletakkan fondasi yang akan memperkuat Barcelona ke daftar gelar yang tak ada habisnya dari tahun 2008, karena mereka telah menjadi salah satu klub paling sukses di dunia sejak saat itu. Trinitas suci Xaxi, Andres Iniesta, dan Sergio Busquets kemudian menjadi salah satu lini tengah paling dominan di dunia.
Pelatih yang kini memanajeri Manchester City itu kemudian memenangkan enam trofi yang menakjubkan pada tahun 2009, menjadikannya satu-satunya manajer yang memenangkan sextuple, dan memenangkan total 14 trofi selama empat tahun di Nou Camp. Sejak saat itu, tidak ada kata mundur untuk Catalan karena ia dianggap sebagai salah satu pelatih sepak bola terhebat dari generasi ini.
Sumber: Sportskeeda