Bola.com, Jakarta - Akademi La Masia telah dan terus menelurkan pesepak bola kelas dunia. Namun ada satu yang talentanya hilang bak ditelan bumi. Xavi Hernandez tahu betul siapa dia, sebab Mario Rosas dianggapnya sebagai kombinasi Lionel Messi dan Michael Laudrup.
Xavi juga adalah jebolan La Masia yang kariernya melesat dan perannya di Barcelona dianggap belum tergantikan. Lalu ada Andres Iniesta, Lionel Messi, dan masih banyak lainnya yang Anda ketahui.
Baca Juga
Advertisement
Khusus Iniesta, pada 2018, Xavi yang diwawancara oleh media Prancis, So Foot, mengatakan jika partnernya sebagai seseorang yang pesial. "Dia punya talenta yang tak biasa, dia ak pernah gagal, mustahil."
Namun menariknya, Xavi menyebut ada Iniesta lain.
Â
"Ada Iniesta lain di Barcelona. Saya akan selalu mengingat namanya, Mario Rosas," kata Xavi.
"Kalau Anda melihatnya saat usianya 15, 16, atau 17, Anda akan mengatakan, 'Ini anak kalau main di tim utama, seisi Camp Nou pasti berhalusinasi," katanya lagi.
Â
Sayangnya, tidak banyak rekam jejak digital yang mampu mendokumentasikan aksinya saat di La Masia dulu. Padahal, pujian tinggi diberikan oleh Xavi kepada Mario Rosas.
Tidak tanggung-tanggung, Xavi melabeli Mario Rosas sebagai kombinasi dua pemain hebat, Lionel Messi dan Michael Laudrup. Akan tetapi, talentanya lenyap.
"Dia itu perpaduan antara Laudrup dan Messi, sungguh. Dua kakinya sama-sama bagus, dribelnya, pokoknya kompetitif. Mario Rosas, dia punya segalanya, tapi lalu menghilang."
"Saya terkejut. Mungkin dia tidak begitu profesional atau mentalnya lemah. Saya tidak tahu," ujarnya lagi.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Membayangkan Mario Rosas
Xavi compared him with Iniesta, Laudrup and even Messi—we caught up with Barcelona's great lost talent, Mario Rosas | @Richard_Fitzhttps://t.co/S7YueyjBZP pic.twitter.com/yRSCYr8s2d
— B/R Football (@brfootball) March 30, 2018
Membayangkan pesepak bola punya kualitas Laudrup-Messi pasti bikin penasaran. Akan tetapi, sedikit sekali aksi-aksi Mario Rosas di internet.
Saat mencari Mario Rosas di Google Image, sangat jarang ada fotonya, sekalinya ketemu biasanya saat masih di La Masia, dan seringnya bersama Xavi.
Di YouTube-nya pun sama sia-sianya. Ketik Mario Rosas, maka yang keluar lebih banyak orang bermain akordeon. Jika setting-an Google-nya diubah ke bahasa Spanyol, baru keluar beberapa informasi.
Diketahui bahwa Mario Rosas berusia sama dengan Xavi, lahir di Malaga, dan bergabung ke Barcelona pada 1994 saat usianya 14 tahun.
Ia melakoni debutnya pada akhir musim 1997/1998, saat usianya 17 tahun. Mario Rosas mendapatkan debutnya saat Barcelona dilatih Louis van Gaal, dimainkan sejak menit awal berdampingan dengan Luis Figo.
Itulah satu-satunya pertandingan kompetitif Mario Rosas bersama Barcelona. Ia ditarik keluar pada kick off babak kedua dan harus melihat Figo, Rivaldo, dan Patrick Kluivert tampil memesona, termasuk Pauleta, pemain asal Portugal yang mencetak dua gol kala Barca menang 4-1 atas Salamanca.
Singkat cerita, dua tahun pascadebut, Rosas dilepas sebagai free agent karena kontraknya tak diperpanjang. Ia kemudian bermain di 11 klub berbeda, kebanyakan di divisi kedua.
Â
Advertisement
Buka Suara
Mario RosasUn trotamundos del fútbol. Estuvo en clubes como Barcelona, Cádiz, Castellón, Murcia, Salamanca,...Ah, y es amigo de Xavi pic.twitter.com/Lpay67qfKf
— RetroPlus (@retro_plus) December 6, 2020
Mengenai karier singkatnya, Mario Rosas mengakui bahwa dirinya lah yang menyebabkan sepak terjangnya merosot. Media-media lokal mengklaim kalau Rosas punya fisik yang kurang bugar dan tidak disiplin.
Alhasil, para pelatih di klub-klub yang ia bela tidak tertarik menggunakannya meski Rosas berstatus alumni La Masia.
"Bukan soal tidak beruntung atau pelatih yang salah, itu semua adalah blunder yang saya lakukan sehingga saya tidak main di Primera Division. Semua pemain Barcelona modelnya sama, ofensif, posesif, dan selalu menyerang," kata Mario Rosas.
"Saat saya harus pergi dari Barcelona, saya tidak bisa beradaptasi dengan apa yang diharapkan klub, saya diminta agar bisa bermain bertahan, berbeda dengan apa yang saya pelajari di Barcelona."
Empat belas tahun setelah meninggalkan Barcelona, Rosas pensiun dari Barcelona, tepatnya pada usia 32 tahun. Ia sempat menjadi staf pelatih di Malaga dan penasehat di Kolombia.
Sumber: Planet Football