Bola.com, Jakarta - Tidak terasa akhir perjalanan 2020 hanya tinggal menghitung hari. Sepanjang tahun ini boleh dibilang tidak banyak hal yang terjadi karena pandemi COVID-19 yang menyerang seluruh dunia. Bahkan boleh dibilang, virus corona itu telah mengubah banyak hal, termasuk rutinitas kegiatan sepak bola di seluruh dunia.
Januari 2020, bursa transfer sepak bola Eropa berlangsung dengan normal. Sejumlah pemain memiliki pelabuhan baru, seperti halnya Odion Ighalo yang diboyong Manchester United sebagai pemain pinjaman dari klub China, Shanghai Shenhua. Kemudian ada Emre Can yang dipinjamkan Juventus ke Borussia Dortmund.
Advertisement
Bruno Fernandes yang saat ini masih menjadi andalan Manchester United juga datang ke Old Trafford pada awal 2020. Namun, belum lama bursa transfer tersebut berakhir, sepak bola di berbagai belahan dunia harus berhenti, terutama di Italia yang kala itu sampai menerapkan lockdown karena angka kasus positif COVID-19 yang meningkat cepat.
Setelah itu, rutinitas kegiatan sepak bola dunia berubah. Liga Champions hanya digelar dalam satu leg mulai perempat final. Semua liga di seluruh dunia harus menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat ketika kompetisi ingin bergulir kembali. Potongan gaji pemain pun sempat ramai diperbincangkan.
Namun, semua kegiatan sepak bola di dunia berangsur beradaptasi dengan situasi yang kemudian dikenal dengan istilah "New Normal". Kompetisi bergulir lagi tanpa adanya kehadiran suporter di stadion.
Bahkan UEFA sempat menjadikan laga Piala Super Eropa 2020, yang mempertemukan Bayern Munchen dan Sevilla, sebagai uji coba untuk kembali hadirnya suporter dengan jumlah hanya sebagian dari kapasitas stadion.
Kali ini, Bola.com memilih lima momen kelam sepak bola internasional yang terjadi sepanjang 2020, di mana pandemi virus corona menjadi bagian besar dalam momen-momen tersebut.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
COVID-19 Membuat Kompetisi Top Eropa Berantakan
Mulai menyebarnya virus corona yang berasal dari Wuhan, China, awalnya hanya menunda sejumlah pertandingan Liga Champions Asia yang melibatkan klub China ditunda. Namun, sejumlah federasi di Asia lainnya, seperti Vietnam, juga mengeluarkan larangan kegiatan sepak bola, termasuk di Piala AFC.
Akhirnya, AFC menyatakan pertandingan-pertandingan berlevel internasional, baik di level klub maupun tim nasional, harus ditunda. Laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia pun terkena imbasnya.
Kemudian penyebaran virus tersebut makin cepat dan mencapai Eropa. Italia merupakan satu di antara negara yang paling terdampak pandemi. Pemerintah Italia bahkan sampai memutuskan untuk memberlakukan lockdown demi memutus rantai penyebaran virus yang akhirnya dianggap sudah terlambat.
23 Februari 2020, sejumlah pertandingan Serie A di Italia Utara, Lombardia, dan Veneto, ditunda. Sejumlah laga di Serie B dan Serie D, serta beberapa laga level amatir dan junior juga ditunda.
Serie A sempat masih berjalan dan sejumlah pertandingan digelar tanpa penonton, yaitu Juventus kontra Inter Milan, Udinese kontra Fiorentina, AC Milan versus Genoa, Parma kontra SPAL, dan Sassuolo vs Brescia.
Lima pertandingan Serie A, termasuk Juventus versus Inter Milan, yang sebelumnya bakal digelar tanpa penonton pada 29 Februari dan 1 Maret, akhirnya ditunda. Ini menyusul semakin parahnya penyebaran virus Corona di Italia.
Pada awal Maret itu pula, Menteri olahraga Italia menyatakan bahwa pertandingan-pertandingan Serie A berikutnya kemungkinan akan digelar tanpa penonton, untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Sementara di Inggris, Premier League mengeluarkan larangan berjabat tangan sebelum bertanding demi pencegahan penyebaran COVID-19. Langkah tersebut kemudian diikuti oleh UEFA yang melarang jabat tangan antara pemain dan ofisia tim dalam semua pertandingan di semua kompetisi yang mereka gelar.
Kembali ke Italia, FIGC pada 10 Maret 2020 sempat menyatakan Serie A musim 2019/2020 bbisa saja tidak bisa diselesaikan dengan sejumlah solusi alternatif dibicarakan. Saat itu, sejumlah pertandingan di bawah naungan UEFA sudah digelar tanpa penonton.
Kemudian La Liga dihentikan sementara pada 12 Maret 2020, selama dua pekan. Kondisi ini membuat UEFA melakukan pertemuan darurat terkait pandemi COVID-19 yang pembahasannya meliputi kemungkinan mundurnya Piala Eropa 2020.
Meski sejumlah protokol kesehatan sudah dilakukan, tapi sejumlah atlet sepak bola mulai terjangkit virus corona. Juventus sempat mengumumkan bahwa ada 121 anggota staf, termasuk para pemain harus diisolasi setelah Daniele Rugani dinyatakan positif corona.
Tak lama kemudian kasus positif corona di Inggris mulai menyerang pesepak bola. Manajer Arsenal, Mikel Arteta, dinyatakan positif COVID-19. Kemudian disusul pemain Chelsea, Callum Hudson-Odoi. Kedua klub kemudian menutup fasilitas latihan mereka dan melakukan isolasi mandiri.
Akhirnya FA memutuskan untuk menunda seluruh pertandingan kala itu hingga April. UEFA bahkan menunda laga leg kedua 16 besar Liga Champions yang seharusnya digelar pada 18 dan 19 Maret, dan seluruh pertandingan leg kedua 16 besar Liga Europa yang dihelat 20 Maret 2020.
Setelah itu, satu per satu kompetisi top Eropa mulai bergulir kembali di tengah pandemi COVID-19. Situasi new normal dengan penerapan protokol kesehatan yang dibahas secara rinci membuat sejumlah operator kompetisi Eropa berani untuk menggelar kompetisi lagi.
Hanya Ligue 1 Prancis yang berakhir lebih cepat karena mengambil keputusan cukup cepat ketika kompetisi negara lain masih mencari cara untuk kembali menggelar kompetisi sepak bolanya lagi.
Advertisement
Piala Eropa 2020 Ditunda
Seperti sempat disinggung pada halaman di atas, masalah pandemi COVID-19 pada 2020 sempat memaksa UEFA melakukan pertemuan untuk membahas kelanjutan kompetisi yang berada di bawah naungan mereka, dan itu termasuk dengan nasib pelaksanaan Piala Eropa 2020.
Akhirnya pada 17 Maret 2020, UEFA memutuskan kejuaraan yang mempertemukan 24 kesebelasan terbaik di Benua Biru itu harus ditunda dari jawdal semula yang direncanakan pada 12 Juni hingga 12 Juli 2020.
"UEFA telah memutuskan bahwa Piala Eropa akan ditunda hingga 2021. Piala Eropa akan digelar dari 11 Juni hingga 11 Juli tahun depan," ungkap pernyataan federasi sepak bola Norwegia seperti dilansir The Guardians.
Awalnya UEFA berencana memindahkan Piala Eropa 2020 pada akhir tahun, tepatnya pada Desember. Penundaan tersebut memang dibuat agar kompetisi domestik negara-negara asosiasi anggota UEFA bisa selesai pada musim panas 2020.
Namun, UEFA mempertimbangkan opsi lain, yaitu menunda selama satu tahun dan itu akhirnya yang menjadi keputusan final. Baik FIFA maupun UEFA memang tidak memiliki kejuaraan penting pada tahun ganjil, sehingga penundaan selama satu tahun ini menjadi opsi yang terbaik.
"Musim panas 2021 relatif sepi dari turnamen besar. Kemungkinan menyelesaikan liga-liga Eropa pada tahun ini akan dibahas serius oleh seluruh 55 anggota UEFA," bunyi pernyataan konfederasi sepak bola Erop itu seperti dilansir Breacher Report.
Diego Maradona, Sang Legenda Sepak Bola Dunia Tutup Usia
Ketika sepak bola di seluruh dunia harus beradaptasi dengan situasi baru karena pandemi COVID-19, kabar tidak menyenangkan datang dari Argentina. Legenda sepak bola dunia, Diego Armando Maradona, tutup usia pada 25 November 2020.
Pesepak bola yang membawa Timnas Argentina menjuarai Piala Dunia 1986 di Meksiko itu meninggal dunia karena serangan jantung. Gaya hidup yang cukup dekat dengan narkotika dan obat-obatan terlarang juga muncul sebagai penyebab sang maestro sepak bola yang satu ini harus berpulang.
Duka karena meninggalnya Diego Maradona tidak hanya dirasakan di Argentina, tapi juga di seluruh dunia. Napoli, klub Serie A Italia yang sempat dibela Maradona, pun memberikan penghormatannya.
Lionel Messi, megabintang Argentina saat ini yang juga anak asuh Maradona di Timnas Argentina pada Piala Dunia 2010, juga memberikan penghormatan. Bintang Barcelona itu melepas jersey Barcelona setelah mencetak gol ke gawang Osasuna, memperlihatkan jersey Newell's Old Boys bernomor punggung 10 yang dikenakan di bagian dalam jersey Barcelona miliknya.
Kepergian Diego Maradona menjadi sebuah momen kelam yang terjadi pada 2020. Meski begitu, tak hanya Maradona yang tutup usia pada 2020.
Legenda sepak bola Italia, Paolo Rossi, dan juga mantan pelatih Liverpool, Gerrard Houllier juga menutup usia. Paolo Rossi meninggal dunia pada 9 Desember 2020. Sementara itu, Houllier menyusul lima hari kemudian.
Advertisement
Konflik Barcelona
Prahara yang terjadi di Barcelona pada 2020 juga patut dianggap sebagai momen kelam sepak bola internasional. Barcelona dalam kondisi yang buruk pada akhir musim 2019/2020. Barcelona tetap berada di papan atas klasemen La Liga, tapi menyelesaikan musim dengan terpaut lima poin dari Real Madrid yang menjadi juara.
Tak hanya itu, Barcelona juga tersingkir dari Liga Champions dengan sangat mengenaskan. Barcelona tersingkir dari kompetisi elite Eropa itu setelah kalah telak 2-8 dari Bayern Munchen dalam satu leg pertandingan yang digelar di Estádio da Luz, Lisbon, venue pertandingan perempat final Liga Champions yang digelar satu leg lantaran pandemi COVID-19 itu.
Kekalahan telak dari Bayern Munchen itu kemudian dikait-kaitkan dengan keinginan Lionel Messi untuk meninggalkan Barcelona. Bahkan ketika pelatih baru, Ronald Koeman, datang, Lionel Messi begitu santer dikabarkan bakal meninggalkan Camp Nou.
Sang pemain bahkan sudah meminta kepada manajemen Barcelona untuk melepasnya. Namun, tim Catalan itu tentu tidak mau melepas sang megabintang jika tak ada klub yang berani membayar klausul pelepasan dalam kontraknya yang mencapai yang mencapai 700 juta euro.
Dalam kondisi finansial terganggu lantaran pandemi COVID-19, tak ada satu pun klub, termasuk klub-klub besar di Eropa, yang berani untuk ambil risiko mendapatkan Lionel Messi. Akhirnya La Pulga tetap bertahan di Camp Nou dan memiliki opsi untuk pergi pada musim panas 2021, ketika kontraknya berakhir.
Tidak sampai di situ, kekesalan Lionel Messi karena tidak berhasil meninggalkan Barcelona makin buruk setelah manajemen klub dengan mudah menendang tandemnya di lini depan, Luis Suarez. Pemain asal Uruguay yang juga merupakan sahabat Messi itu sempat ditawarkan kepada Juventus, tapi pada akhirnya dilepas ke Atletico Madrid.
Suarez merasa sangat sedih dan meneteskan air mata ketika harus meninggalkan markas Barcelona. Bahkan mantan pemain Liverpool itu sampai berharap bisa segera menghadapi Barcelona dengan berseragam Atletico Madrid, sebuahpertandingan yang sudah terjadi tapi dilewatkan oleh Suarez karena positif COVID-19 saat membela Timnas Uruguay.
Tanpa Suporter di Stadion
Pertandingan tanpa suporter jelas merupakan sesuatu yang hambar. Tentunya hal itu menjadi sebuah momen yang sangat buruk dalam dunia sepak bola. Bahkan sejak dulu FIFA maupun badan organisasi sepak bola lain kerap menjadikan pertandingan tanpa suporter sebagai sebuah hukuman bagi tim yang melakukan sebuah pelanggaran berat, terutama yang dibuat oleh para suporternya.
Namun, pada 2020 ini hampir semua pertandingan yang akhirnya kembali digelar harus tanpa suporter di stadion. Para suporter diminta untuk memberikan dukungan kepada tim kesayangan mereka melalui layar kaca di rumah.
Setidaknya, itu merupakan syarat mutlak ketika sejumlah kompetisi di Eropa dimulai kembali setelah sempat dihentikan. Premier League, Serie A, La Liga, hingga Liga Champions dan Liga Europa memberlakukan tidak adanya suporter yang datang pada akhir musim 2019/2020.
UEFA kemudian melakukan uji coba untuk kembali menghadirkan suporter ke stadion dalam laga Piala Super Eropa 2020 antara Bayern Munchen dan Sevilla. Namun, jumlah suporter yang diperkenankan memasuki stadion hanya sekitar 30 persen dari kapasitas stadion.
"Komite Eksekutif UEFA memutuskan untuk mengizinkan Piala Super Eropa 2020 yang digeglar pada 24 September di Budapest dengan jumlah penonton sebanyak 30 persen dari kapasitas. Ini untuk mempelajari dampak keberadaan penonton sesuai protokol kesehatan," bunyi pernyataan UEFA pada 25 Agustus 2020.
Uji coba ini berhasil dan beberapa kompetisi top Eropa mulai memberlakukan hal yang sama. Namun, protokol kesehatan yang ketat, termasuk menjaga jarak di stadion menjadi kewajiban utama, di mana akhirnya suara-suara dukungan pun masih terdengar sangat sepi dalam sebuah pertandingan.
Advertisement