Sukses


CERITA BOLA: Balada The Baldies di AC Milan, Deja Vu 2 Pelatih Rendah Hati yang Dianggap Kelas Semenjana

"Saya tidak pernah menyadari bahwa untuk menjadi joki Anda harus menjadi seekor kuda terlebih dahulu."

Ucapan tersebut terlontar dari mulut seorang Arrigo Sacchi, pelatih medioker yang secara mengejutkan ditunjuk sebagai allenatore AC Milan pada Juli 1987. Jurnalis dan publik Italia pun menjuluki Sacchi sebagai Signor Nessuno yang berarti "Tuan Bukan Siapa-Siapa".

Sikap skeptis publik kepada Arrigo Sacchi bukannya tanpa alasan. Kala itu, dia hanya lah seorang pelatih klub Serie B, AC Parma, tak pernah melatih di Serie A, dan juga belum sekalipun merengkuh trofi bergengsi.

Meski begitu, Presiden AC Milan saat itu, Silvio Berlusconi, tak peduli dengan persepsi publik dan tetap bergeming pada keputusannya yang memercayakan jabatan allenatore kepada Sacchi. Taipan asal Italia itu yakin Arrigo Sacchi mampu membawa I Rossoneri menuju kejayaan.

Demi mewujudkan ambisi tersebut, Berlusconi memberikan dukungan penuh kepada Sacchi. Selain mengucurkan dana segar untuk memboyong pemain-pemain bintang ke San Siro semacam Trio Belanda: Marco van Basten, Ruud Gullit, Frank Rijkaard, serta Carlo Ancelotti dari AS Roma, Silvio Berlusconi memercayakan taktik dan strategi tim sepenuhnya kepada Arrigo Sacchi.

Pelatih berkepala plontos itu itu pun membawa perubahan di AC Milan, khususnya terhadap gaya bermain. Pada periode 1980an, tim-tim di Italia identik dengan strategi catenaccio atau pertahanan gerendel. Adapun Sacchi melawan arus, dengan membuat Milan tampil lebih menyerang.

Menerapkan formasi 4-4-2, permainan AC Milan lebih atraktif dan enak dilihat. Tidak hanya bermain cantik, Il Diavolo Rosso di bawah arahan Arrigo Sacchi juga tampil trengginas.

Dari 196 pertandingan di seluruh ajang, AC Milan berhasil meraih 108 kemenangan, 58 imbang, dan menelan 30 kekalahan atau rata-rata memetik 1,95 poin per laga.

Berkat racikan pelatih kelahiran Fusignano, Provinsi Emilia-Romagna tersebut, Milan berhasil merengkuh delapan gelar juara dari 1987 sampai 1991. Dari delapan trofi tersebut, yang paling prestisius tentu saja dua kali merengkuh titel juara Piala/Liga Champions pada 1988/1989 dan 1989/1990.

Prestasi yang ditorehkan Arrigo Sacchi terbilang fenomenal. Pasalnya, dia berhasil merevolusi AC Milan yang sebelumnya terpuruk dan kesulitan merengkuh gelar juara, diubah menjadi klub yang disegani di Italia dan Eropa.

Selain itu, dia juga bisa menyatukan deretan bintang di Milan, mulai dari pemain lokal seperti Franco Baresi, Carlo Ancelotti, dan Paolo Maldini hingga pesepak bola impor semacam Van Basten, Ruud Gullit, dan Rijkaard. Tak heran jika skuad AC Milan ketika diasuh Sacchi dianggap sebagai satu di antara tim terbaik yang pernah ada di dunia. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Skeptisisme kepada Stefano Pioli

Berselang 32 tahun dan 3 bulan, manajemen AC Milan kembali menunjuk pelatih berkepala plontos yang juga berasal dari Provinsi Emilia-Romagna, yakni Stefano Pioli. Sama seperti jurnalis dan juga pendukung AC Milan lebih dari tiga dekade lalu yang meragukan Sacchi, penulis juga cukup skeptis dengan penunjukkan Pioli.

Bahkan, ketika membuat berita mengenai pengumuman resmi Stefano Pioli sebagai allanatore anyar AC Milan pada 9 Oktober 2019, penulis hanya bisa bersungut-sungut di dalam hati. "Yaelah, pelatih begini kok dipilih sih, gimana dah ini Milan. Mana bisa juara kalo begini."

Setali tiga uang, perasaan yang sama juga dirasakan sesama rekan kerja di Liputan6.com, dan juga seorang Milanisti. Pria yang akrab disapa kang Yans itu memprediksi jika eks pelatih Inter Milan itu bakal dipecat, sama seperti nasib Massimiliano Allegri, Clarence Seedorf, Filippo Inzaghi, Gennaro Gattuso, hingga Marco Giampaolo.

Tak hanya di dunia nyata, pendukung AC Milan di dunia maya juga merasa heran dengan penunjukkan Stefano Pioli. Bahkan, tagar #PioliOut menggema di jagat Twitter, sebelum sang pria resmi diumumkan sebagai pelatih I Rossoneri.

Dalam jajak pendapat di Tuttomercatoweb hanya 7,95 persen suara yang menyatakan jika Milan sudah tepat menunjuk Stefano Pioli. Mayoritas responden merasa pesimistis pelatih berusia 55 tahun itu bisa membawa skuad Merah-Hitam menyudahi puasa gelar juara, dalam empat musim terakhir (trofi Supercoppa Italiana 2016).

Doa netizen julid--termasuk saya--yang menginginkan Stefano Pioli agar segera dipecat dan diganti pelatih sarat prestasi seperti Pep Guardiola atau memulangkan Carlo Ancelotti, seakan dikabulkan Tuhan. AC Milan tampil kurang meyakinkan pada awal kepemimpinan Pioli.

Dalam 11 pertandingan perdana di Serie A, Stefano Pioli hanya mampu membawa Milan meraih tiga kemenangan, empat kekalahan, dan empat hasil imbang.

Hasil tersebut membuat AC Milan terdampar di peringkat ke-12 klasemen Serie A musim lalu. Milan mendulang 22 poin hasil dari 18 laga, tertinggal hingga 23 angka dari Inter Milan yang menghuni puncak klasemen.

 

"Kami sangat ingin menang pada laga ini. Tetapi, apa daya kami tampil mengecewakan. Ketika tim anda tidak punya tekhnik yang bagus, maka anda tidak akan bisa menang maupun menciptakan peluang," ujar Pioli selepas duel kontra Sampdoria pada laga pekan ke-18 Serie A musim lalu, 6 Januari 2020.

 

Ternyata benar kata orang-orang: doa yang buruk tidak akan dikabulkan oleh Tuhan. Stefano Pioli tetap mendapat dukungan penuh dari manajemen dan juga pemain AC Milan. Posisinya sebagai pelatih Milan pun dipastikan aman.

3 dari 4 halaman

Sentuhan Magis Pioli di Tengah Pandemi

Pada 9 Maret 2020, pemerintah Italia memutuskan untuk menunda seluruh kegiatan olahraga termasuk Serie A. Keputusan itu diambil akibat semakin masifnya penyebaran virus corona di Italia. Setelah sempat tertunda selama lebih dari dua bulan, Serie A kembali dihelat pada 20 Juni 2020.

Seperti kata orang bijak "Selalu ada hikmah di balik musibah". AC Milan yang sebelumnya tampil melempem, secara mengejutkan mampu bangkit dan bermain impresif pada saat pandemi COVID-19.

Menerapkan formasi 4-2-3-1, Pioli berhasil membuat Milan tak terkalahkan dalam 12 laga terakhir di Serie A musim lalu. Il Diavolo Rosso tercatat meraih sembilan kemenangan dan tiga hasil imbang dari 12 pertandingan tersebut.

Berkat torehan moncer itu, AC Milan yang sebelumnya sempat terdampar di peringkat 14 klasemen Serie A berhasil finis di urutan keenam dengan nilai 66. Milan tertinggal 17 poin dari Juventus yang bercokol di peringkat teratas. Kendati gagal menembus posisi empat besar, pencapaian tersebut cukup menghibur, karena AC Milan bisa berlaga di Liga Europa musim depan.

Sentuhan magis Stefano Pioli di tengah pandemi berlanjut pada musim 2020/2021. Diperkuat nama-nama anyar seperti Brahim Diaz, Sandro Tonali, Diogo Dalot, dan Jens Petter Hauge, serta dikombinasikan dengan pemain lama mulai dari Zlatan Ibrahimovic, Hakan Calhanoglu, hingga Franck Kessie, Pioli mampu membuat AC Milan kembali bersaing dalam perebutan titel juara.

Hingga pekan ke-17 Serie A, I Rossoneri masih nyaman bercokol di puncak klasemen dengan nilai 40, hasil dari 12 kemenangan, empat imbang, dan menelan satu kekalahan. AC Milan unggul tiga poin atas sang rival sekota, Inter Milan, di urutan kedua.

Tak hanya di liga, Milan juga bermain gemilang di Liga Europa. Zlatan Ibrahimovic dkk. berhasil lolos ke-32 besar dengan status juara Grup H. AC Milan mengoleksi 13 poin, unggul dua angka atas Lille di tempat kedua.

Adapun di Coppa Italia, I Rossoneri melenggang ke perempat final, setelah meraih kemenangan 5-4 atas Torino lewat adu penalti (0-0). Pada perempat final, AC Milan akan bersua Inter Milan di Giuseppe Meazza.

Penampilan impresif AC Milan tersebut membuat Milanisti yang sebelumnya berada di dalam "gelapnya gua" mulai keluar dari persembunyian. Suporter Milan yang sebelumnya kerap dirundung karena dianggap mengidolai klub medioker, mulai bisa menepuk dada. Penulis juga merasa menyesal karena dulu pernah meragukan Pioli sebelum sang allenatore membuktikan kemampuannya. 

"Hahaha... Mulai pada keluar nih Milanisti," sindir salah seorang teman yang merupakan pendukung Juventus.

 

4 dari 4 halaman

Kemiripan The Baldies

Arrigo Sacchi dan Stefano Pioli memiliki banyak kemiripan. Mulai dari sama-sama lahir dan besar di Provinsi Emilia-Romagna, berkepala plontos, dipandang sebelah mata, hingga sukses mendongkrak performa AC Milan. Namun, ada satu hal yang membedakan dari duo The Baldies ini, yakni trofi juara

Sacchi memiliki prestasi mentereng dengan mempersembahkan delapan titel juara, sedangkan Pioli baru akan membawa Milan menuju tangga juara. Sebagai seorang Milanisti, penulis dan juga suporter AC Milan di seluruh dunia tentu berharap Pioli bisa mengikuti jejak Arrigo Sacchi pada tiga dekade silam.

Apalagi, AC Milan sudah mengalami paceklik gelar juara di Serie A selama hampir 10 tahun dan tak pernah lagi menjuarai Liga Champions sejak terakhir kali pada musim 2006/2007. Andaikan Stefano Pioli berhasil membawa Milan meraih titel juara, Milanisti era 1980an ataupun saat ini seperti merasakan dejavu.

Meski pada akhirnya belum mampu mengulangi prestasi Arrigo Sacchi, Stefano Pioli telah membawa kebahagiaan dan kebanggaan kepada suporter AC Milan. Berkat racikan Pioli, Milan mampu bersaing di papan atas klasemen Serie A, setelah terakhir kali terjadi pada musim 2011/2012.

"Saya tahu lemari trofi saya masih kosong, tetapi cukup yakin dengan kemampuan diri sendiri. Saya berjanji kepada ibu akan ada trofi yang hadir dalam waktu dekat," ikrar Stefano Pioli.

Sumber: Berbagai sumber

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer