Sukses


The Good, The Bad, The European Super League Coret: Kemenangan Sepak Bola

Bola.com, Jakarta - Siapa sangka konsep European Super League (Liga Super Eropa) sudah ada sejak 2009 silam. Bahkan Arsene Wenger, masih pada periode yang sama, sejatinya telah 'meramal' proyek ambisius para tim yang mengklaim dirinya sebagaiĀ The European Elites ini.

Pada 17 Agustus 2009, Arsene Wenger, berbicara dalam sebuah wacana bergabungnya Celtic atau Rangers ke Liga Inggris, menyebut bahwa dalam 10 tahun ke depan, akan ada sebuah kompetisi yang menyaingi Liga Champions. Kompetisi itu bernama European Super League.

"Saya melihat lebih banyak liga Eropa berkembang dari waktu ke waktu. Liga-liga di Eropa akan bertahan tetapi mungkin dalam 10 tahun, Anda akan memiliki European Super League," ujar eks manajer Arsenal itu dilansir dari The Guardian.

"Saya tidak yakin 100% bahwa saya benar tetapi saya merasa di dalam permainan kami ada beberapa suara di balik layar yang datang untuk melakukan sesuatu tentang itu, terutama jika (peraturan UEFA) terlalu membatasi klub-klub ini."

"Uang yang masuk dari Liga Champions tidak akan cukup untuk beberapa klub karena mereka menghabiskan terlalu banyak uang (membiayai operasional klub). Pendapatan pada dasarnya dimiliki oleh UEFA dan mereka mendistribusikan uang itu ke klub," katanya lagi.

European Super League adalah ide yang telah lama dicanangkan. Kompetisi tersebut rencananya akan diikuti oleh sejumlah klub papan atas Eropa dan para Senin (19/4/2021) dini hari tadi, 12 tim menyatakan keikutsertaannya dalam ajang tersebut.

Hingga berita ini tayang, Liga Super Eropa dikabarkan batal terlaksana. Desakan dari suporter yang terjadi di London, Liverpool, dan beberapa kota lainnya, baik protes langsung maupun melalui dunia maya yang tak terbendung membuat wacana tersebut ambyar.

Dilansir dari TalkSPORT, Ed Woodward mundur sebagai chairman Manchester United. Manchester City juga tidak jadi mendaftar di Liga Super Eropa meski surat dan pernyataan resmi belum diluncurkan. Sementara Florentino Perez memiliki 48 jam lagi untuk meletakkan jabatannya sebagai Presiden Real Madrid.

Liga Super Eropa batal, sepak bola menang...

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Menjaga Tradisi

Ā 

Perlu diketahui, JP Morgan, bank investasi asal Amerika Serikat menjanjikan uang besar kepada peserta Liga Super Eropa. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya diklaim mencapai 400 juta pounds atau nyaris empat kali lipat dari yang didapat pemenang Liga Champions.

Siapa yang tak tergiur dengan uang sebesar itu di masa pandemi seperti saat ini?

Florentino Perez dikenal sebagai inisiator Liga Super Eropa, dan bahkan didapuk sebagai presiden turnamen tersebut. Rencana tersebut telah dimulai sejak 2009, di mana ketika itu ia mengkritik keras tatanan Liga Champions.

"Kami sedang memperjuangkan masa depan sepak bola. Ada orang-orang yang tidak menganggap hal semacam ini dengan serius. Kami akan membantu sepak bola di tiap level dan membawanya ke tempat yang tepat di dunia," katanya lagi.

"Sepak bola adalah satu-satunya olahraga global di dunia yang memiliki lebih dari empat miliar fans dan tanggung jawab kami sebagai klub besar untuk merespon hasrat mereka," pungkasnya.

Pernyataan Perez nyaris 12 tahun lalu itu terlalu egoistis. Ia secara tersurat mengklaim bahwa Real Madrid lah yang bisa memuaskan keinginan penggila sepak bola. Ente siapa?

Ander Herrera, Mesut Ozil, Yannick Bolasie, hingga Bruno Fernandes dengan tegas mengatakan bahwa Liga Champions adalah mimpi seluruh praktisi sepak bola. Sejak awal diadakannya kompetisi tersebut, rasanya semua pesepak bola dan suporter ingin berada di sana.

Selama berpuluh-puluh tahun, tim-tim 'kecil' bertarung di liga domestik demi bisa bersaing di Liga Champions. Tak muluk-muluk mengejar juara, minimal menjajal kekuatan Barcelona atau Manchester United saja sudah menjadi kebanggaan.

"Anak-anak tumbuh dengan mimpi memenangkan Piala Dunia dan Liga Champions, bukan Liga Super Eropa," cuit mantan pemain Arsenal yang kini membela Fenerbahce, Mesut Ozil, di Twitter, Selasa (20/4/2021).

Ā "Kenikmatan pertandingan besar adalah hanya terjadi sekali atau dua kali dalam setahun, tidak setiap pekan. Sangat sulit dipahami untuk semua penggemar sepak bola di luar sana," imbuh dia.

"Saya jatuh cinta terhadap sepak bola populer, sepak bolanya para penggemar, dengan mimpi melihat tim yang Saya cintai bersaing dengan yang terhebat," tulis pemain PSG, Ander Herrera, di akun media sosialnya.

"Jika Liga Super Eropa ini berjalan, impian itu akan berakhir. Mimpi fans soal timnya yang bukan raksasa bisa menang bersaing di lapangan, di kompetisi terbaik, akan berakhir. Saya mencintai sepak bola dan tidak bisa diam di atas masalah ini."Ā 

"Saya meyakini Liga Champions harus menjadi lebih baik, tapi tidak dengan cara yang orang-orang kaya mencuri apa yang orang-orang lain ciptakan, yakni olahraga yang paling indah di planet ini," imbuh dia.

Ā 

3 dari 4 halaman

Motivasi Terselubung Para Barisan Sakit Hati

Ini bukan soal duel Liga Champions vs Liga Super Eropa. Tapi cara 'elite sepak bola' merusak tradisi dan warisan yang sudah terbentuk denganĀ ngegampangin kompetisi yang sudah ada sangat tidak etis.

Atas dasar apa 12 klub inisiator Liga Super Eropa mengklaim bahwa mereka adalah tim terbaik di Eropa?

Fulham pernah mengalahkan Juventus. Norwich City pernah mengalahkan Bayern Munchen. Bahkan Wolverhampton Wanderers saja pada 1954 pernahĀ disebut sebagai Sang Juara Dunia setelah mengalahkanĀ HonvĆ©d, klub asal Hungaria yang saat itu dibela Ferenc Puskas.

Status dalam sepak bola itu didapat, bukan dibeli. Pep Guardiola sampai bersabda, "Olahraga bukan lagi olahraga kalau tidak melalui aspek keolahragaan."

Agaknya Florentino Perez mengacu pada perputaran uang di Liga Champions yang tak sebesar yang dijanjikan JP Morgan. Kenekatannya bisa jadi disebabkan oleh beberapa hal, satu di antaranya peraturan UEFA dan La Liga yangĀ njelimet.

Regulasi FFP, pemain asing, dan lain-lain dirasanya terlalu menghambat. Padahal jelas peraturan-peraturan tersebut, terutama yang menyangkutĀ fulus, dibuat agar klub lain mendapatkan keadilan dan kesempatan yang sama.

UEFA bukannya tanpa dosa. Sudah jadi rahasia umum bahwa ada praktik KKN yang terjadi di sana, bahkan melibatkan FIFA juga. Legenda Prancis, Michail Platini, pernah diperiksa lembaga hukum karena diduga menerima suap. Belum lagi kasus 'jual beli turnamen' yang sempat melanda Piala Dunia 2014 di Brasil.

Manchester City, Chelsea, dan Barcelona pernah dihukum oleh UEFA berupa larangan transfer atas ketidakdisiplinan mereka. Sakit hati kepada UEFA? Sangat mungkin.

Lalu apa motif Manchester United? Jangan lupa. Keluarga Glazer sudah merusak Setan Merah sejak kedatangannya 16 tahun lalu. FC United of Manchester jadi saksi bertapa serakahnya pengusaha asal Amerika Serikat rekanan JP Morgan itu.

Pada Mei 2005, ketika pengusaha Amerika Malcolm Glazer dan keluarganya menyelesaikan pengambilalihan Manchester United, mereka disarankan oleh Ed Woodward yang saat itu masih bagian dari bank investasi JP Morgan.

Pengambilalihan tersebut membuat United yang sebelumnya bebas hutang dibebani dengan kewajibanĀ menyicil utang sebesarĀ 660 jutaĀ pounds, yang pembayarannya telah membuat klub kehilangan bunga dan pembayaran sebesar Ā£ 1 miliar.

Sebagai protes, sekelompok pendukung United memisahkan diri dari klub yang mereka dan keluarga mereka ikuti di seluruh Inggris dan Eropa selama beberapa dekade dan membentuk klub mereka sendiri yang bernama FC United of Manchester. Mereka telah melihat apa yang terjadi, dan mereka melihat apa yang akan terjadi. Sudah cukup.

Enam belas tahun kemudian, Woodward adalah wakil ketua eksekutif United (dan akan mundur akhir 2021),Ā putra kedua Glazer, Joel, menjadi wakil ketua Liga Super Eropa, sebuahĀ kompetisi waralaba beromset triliunan rupiah.

Potensi meraup uang dalam jumlah besar di tengah kondisi serbasulit ini makin menguatkan motivasi mereka. Ketamakan dan sikapĀ money-oriented para pemilik klub tampaknya jadi satu-satunya motif kuat di balik Liga Super Eropa.

4 dari 4 halaman

Mau Apa Lagi?

Selama beberapa dekade, klub elite di liga top Eropa secara agresif dan sinis mencari pendapatan yang lebih besar. Ini dimulai dengan menaikkan harga tiket yang tidak masuk akal. Puluhan ribu penggemar yangĀ rela mengantre tiket kalah dengan ratusan juta orang yang menonton di TV di seluruh dunia, loyalitas yang digadaikan demi pendapatan dari hak siar.

Sementara itu, klub-klub di seluruh Eropa dengan ratusan tahun tradisiĀ dilego begitu saja kepadaĀ kapitalis (United, Liverpool, Arsenal), oligarki Rusia (Chelsea), sampai investor China (Inter Milan).

Ketika mereka menginginkan bagian yang lebih besar dari pendapatan Liga Champions, mereka mendapatkannya. Ketika mereka menginginkan lebih banyak tempat kualifikasi untuk mengurangi kemungkinan gagal lolos, mereka mendapatkannya. Dan bahkan ketika mereka menginginkanĀ reformasi Liga Champions, mereka juga mendapatkannya.

Terus mau apa lagi?

Presiden UEFA, Aleksander Ceferin, yang bertanggung jawab atas klub-klub ini, sampai tak habis pikir dengan keberadaan 'ular' di meja kerjanya. Seperti sudah diulas di atas tadi, bukan berarti Ceferin dan UEFA memiliki moral. Sama saja, kok, mereka juga setidaknya pernah terlibat keserakahan.

Para petinggi klub bukan orang bodoh. Mereka tahu betul bahwa ada ratusan juta orang di seluruh dunia yang akan menonton Real Madrid vs Manchester United di TikTok 10 kali setahun. Generasi muda akan selalu "mengonsumsi"Ā hal-hal baruĀ yang hanya sedikit saja berbeda Sepak bola, permainan global dengan kekuatan seperti itu, harus selalu berusaha beradaptasi.

Tapi, mengambil jalan pintas dengan merusak warisan dalam sepak bola tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menggantikan semangat olahraga itu sendiri. Sportivitas dan fair playĀ yang jadi slogan tak boleh dilanggar. Semua tim, suporter, penonton layar kaca, berhak mendapatkan peluang yang sama, yakni menjadi yang terbaik dengan cara terhormat.

Leicester City mengangkat trofi Liga Inggris dengan prestasi, Atalanta menembus Liga Champions dengan sensasi. Itulah kemenangan yang dicari, bukan lembaran uang yang bikin lupa diri.

Sumber: Berbagai sumber

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer