Bola.com, Jakarta - Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia terancam batal menyusul aksi protes terhadap Israel. Aksi boikot dilakukan di sejumlah daerah, baik itu orasi maupun pernyataan tertulis.
Penolakan resmi Gubernur Bali, I Wayan Koster, atas keterlibatan Israel diklaim menjadi pelatuk bagi FIFA untuk membatalkan drawing Piala Dunia U-20 2023 yang sedianya dihelat pada Jumat (31/3/2023) di Pulau Dewata.
Baca Juga
Stadion Nasional Dipakai Konser, Timnas Singapura Terpaksa Geser ke Jalan Besar di Semifinal Piala AFF 2024: Kapasitas Hanya 6 Ribu Penonton
Gelandang Newcastle United Bantah Punya Darah Negeri Jiran, Minta Jangan Dihubungkan Lagi dengan Timnas Malaysia
Sydney Menyala! 3.250 Suporter Akan Dukung Timnas Indonesia Vs Australia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 20 Maret 2025
Advertisement
Padahal buat Israel, keikutsertaannya pada Piala Dunia U-20 merupakan sejarah karena untuk kali pertama negara berbendera Bintang Daud itu akan tampil.
Pada 2018, Argentina yang hendak melakukan pertandingan persabahatan dengan Israel akhirnya batal digelar setelah terjadi penolakan bahkan ancaman pembunuhan. Alasannya, pertandingan tersebut dipindah dari Haifa ke Yerusalem.
Protes besar terjadi karena bagi sebagian besar warga dunia, Yerusalem merupakan tanah suci yang masih jadi sengketa, apakah milik Israel atau Palestina. Terlebih, Israel ingin menjadikan laga uji coba melawan Argentina sebagai perayaan kemerdekaan yang ke-70.
Aksi boikot terhadap Israel ternyata bukan kali pertama terjadi. Di dunia olahraga, sudah ada banyak penolakan, baik itu kepada sebuah tim maupun perseorangan.
Berikut ini Bola.com mengulas lima aksi boikot terhadap Israel di dunia olahraga paling menggegerkan yang pernah terjadi.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Ditolak AFC
Sebelum bergabung dengan UEFA, Federasi Sepak Bola Israel merupakan anggota resmi AFC atau Asosiasi Sepak Bola Asia, tepatnya sejak 1954 sampai 1974.
Selama periode tersebut, bangsa-bangsa Arab dan negara Muslim lainnya di Asia menolak untuk berkompetisi dengan Israel. Situasi politik menjadi sangat panas karena kemudian FIFA memutuskan bahwa Israel lolos sebagai wakil Asia untuk berlaga pada Piala Dunia 1958 tanpa sekalipun bertanding.
FIFA kemudian merancang sebuah laga play-off antara Israel melawan Wales untuk 'mengupayakan' agar Israel gagal lolos. Pada akhirnya, Wales memenangi laga tersebut.
Puncaknya adalah pada 1974 ketika Israel resmi dikeluarkan dari AFC atas inisiatif Kuwait. Dalam voting, sebanyak 17 anggota AFC menolak Israel, berbanding 13 yang mendukung, dan enam lainnya absen.
Lama berkutat tanpa payung hukum di ranah sepak bola, Israel kemudian ditampung oleh UEFA pada 1992, dan pada 1994 seutuhnya tergabung dengan asosiasi sepak bola Eropa itu.
Â
Advertisement
Turnamen Tandingan
Beralih ke olahraga lain, Olimpiade Catur 1976 yang dihelat di Haifa, Israel, juga menyita perhatian dunia. Sebab, Uni Soviet dan sejumlah negara Arab tidak menganggap eksistensi Israel.
International Chess Federation atau FIDE menolak memindahkan venue seperti yang diminta oleh negara-negara tersebut. Uni Soviet kemudian memilih untuk memboikot dengan tidak mengirimkan kontingennya ke Israel.
Alih-alih, negara-negara persekutan Uni Soviet dan sejumlah negara Arab memilih untuk menggelar turnamen tandingan di Tripoli, Libanon. Pesertanya pun cukup banyak, mulai dari El Salvador, Italia, Portugal, hingga Uruguay.
Menariknya, Olimpiade Catur 1976 di Haifa juga diikuti negara-negara yang turut tampil pada turnamen tandingan di Libanon, seperti Italia dan Uruguay. Bahkan Iran sebagai negara yang paling sering memboikot Israel juga hadir.
Â
Kehilangan Kewarganegaraan
Kasus berikutnya yang tak kalah menggegerkan adalah hilangnya status kewarganegaraan Mushir Salem Jawher, seorang pelari kelahiran Kenya berpaspor Bahrain pada 2007.
Alasannya, Jawher nekat menjalani turnamen Tiberias Marathon di Israel. Beruntung, ia mampu mendapatkan kembali kewarganegaraan Bahrain pada tahun yang sama dan bahkan ikut tampil lagi pada Tiberias Marathon pada 2008, 2009, dan 2010.
Â
Advertisement
Tidak Dapat Visa
Selanjutnya ada turnamen tenis bertajuk WTA Tour di Dubai pada 2009. Apa yang bikin geger?
Uni Emirat Arab sebagai tuan rumah tidak mengeluarkan visa kepada atlet tenis asal Israel, Shahar Peer. Upaya mencetak sejarah sebagai atlet Israel pertama yang tampil di Dubai pun sirna.
Hal itu membuat peserta lainnya marah. Serena Williams bahkan dengan tegas memprotes keputusan Uni Emirat Arab yang dinilainya diskriminatif.
Yang paling heboh adalah legenda Andy Roddick. Ia bukan cuma memprotes saja, tetapi rela mundur dari turnamen tersebut.
Â
Anti-Israel di Swedia
Davis Cup 2009 menyisakan cerita menarik. Stakeholder tenis di Swedia menghadapi dilema karena munculnya aksi penolakan terhadap Israel sampai-sampai terjadi kerusuhan yang terkenal dengan istilah Anti-Israel Riots.
Adapun pemerintah kota Malmo, Ibu Kota Swedia, juga sudah menolak tim Israel untuk tampil pada Davis Cup 2009. Akan tetapi, pemangku kebijakan tenis tidak ingin hal itu terjadi karena bisa membuat Swedia gugur.
Alhasil, Davis Cup 2009 tetap digelar di Malmo, Swedia, dengan pengamanan ekstra, termasuk tanpa penonton guna menghindarkan kekacauan selama pertandingan.
Swedia pada akhirnya kalah 2-3 dari Israel, dan setelah itu dikenai pembekuan selama lima tahun serta sejumlah denda besar.
Advertisement