Bola.com, Jakarta - Mantan pemain sayap Bayern Munchen dan Timnas Prancis, Franck Ribery, mengungkapkan bahwa ia hampir harus menjalani amputasi kaki menjelang akhir kariernya akibat infeksi pasca-operasi.
Ribery, yang meraih sembilan gelar Bundesliga dan mencatatkan 81 caps bersama Timnas Prancis, mengakhiri karier profesionalnya pada 2022 setelah mengalami berbagai cedera dalam masa-masa akhirnya di Salernitana.
Advertisement
Kendati kiprahnya di Italia tidak terlalu berkesan, justru di klub Serie A tersebut Ribery mengalami satu di antara peristiwa paling mengerikan dalam hidupnya.
Halftime Show kali ini kedatangan tamu spesial yakni Direktur Utama PSIM dan Manajer PSIM. Dalam perbincangan bersama duo host kami, banyak cerita-cerita inspiratif dan jenaka di podcast kali ini. Seperti apa keseruannya?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Nyaris Kehilangan Kaki Akibat Infeksi
Dalam wawancara dengan L'Equipe, Franck Ribery mengungkapkan bahwa ia hampir kehilangan kakinya setelah menjalani operasi lutut yang awalnya tampak seperti prosedur rutin.
"Lutut saya makin terasa sakit," ujar Ribery.
"Saya tidak lagi berlatih di antara pertandingan, hanya fokus pada pemulihan agar bisa tetap bermain," katanya.
Setelah menjalani operasi di Austria, ia merasa segalanya berjalan lancar.
"Operasi berlangsung baik, ada pelat yang dipasang di dalamnya," lanjutnya.
Advertisement
Dirawat di IGD
Namun, lima bulan kemudian, masalah besar muncul—infeksi parah yang menyerang kakinya.
"Mereka mengangkat pelat tersebut, tetapi infeksi sudah menyebar dan menggerogoti kaki saya. Sampai-sampai ada lubang di kaki saya. Saya terkena infeksi Staphylococcus aureus," ungkap Ribery.
"Saya harus dirawat di ruang gawat darurat di rumah sakit Austria selama 12 hari. Saya benar-benar ketakutan. Mereka bahkan bisa saja memotong kaki saya, tuturnya.
Tak lama setelah insiden itu, Ribery memutuskan gantung sepatu dan mengakhiri perjalanan kariernya yang luar biasa bersama klub-klub seperti Galatasaray, Marseille, Fiorentina, dan Bayern Munchen.
Namun, yang paling dikenang adalah masa kejayaannya di Bayern, di mana ia mencetak 124 gol dalam 12 musim dan membentuk duet sayap ikonik bersama Arjen Robben.
Dendam Ballon d'Or 2013
Di balik kejayaan bersama Bayern, ada satu momen yang masih membekas dalam ingatan Ribery: kegagalannya meraih Ballon d'Or 2013.
Tahun itu, Ribery diprediksi akan memenangkan penghargaan pemain terbaik dunia setelah memimpin Bayern meraih treble (Bundesliga, DFB-Pokal, dan Liga Champions).
Ia juga memenangkan UEFA Best Player in Europe, mencetak gol di Piala Super UEFA, serta memberikan assist dalam final Liga Champions.
Namun, penghargaan justru jatuh ke tangan Cristiano Ronaldo, setelah FIFA memperpanjang masa pemungutan suara selama dua minggu karena alasan jumlah pemilih yang tidak mencukupi.
"Saya memiliki segalanya tahun itu, kecuali penghargaan itu," ujar Ribery, yang akhirnya hanya menempati posisi ketiga di bawah Ronaldo dan Lionel Messi.
"Itu adalah tahun yang sempurna, saya tidak bisa tampil lebih baik lagi. Ballon d'Or itu akan selalu menjadi ketidakadilan yang membekas bagi saya."
"Saya masih mencari penjelasan, meski beberapa orang telah memberikan pendapat mereka. Saya tidak akan pernah memahami mengapa pemungutan suara ditunda lebih dari dua minggu, padahal saya memimpin di kalangan jurnalis. Jika pemungutan suara dilakukan sebagaimana mestinya, saya pasti menang," cetusnya.
Sumber: ESPN
Advertisement