Bola.com, Jakarta - Thomas Tuchel masih mencari sosok "dirigen" yang tepat untuk Timnas Inggris setelah kemenangan atas Latvia, Selasa dini hari WIB kemarin. Namun, satu hal yang sudah terlihat jelas—ia lebih berani dibanding pendahulunya.
Sebelum pertandingan dimulai, Inggris melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sejak 1992: menurunkan susunan pemain tanpa satu pun pemain dari Liverpool, Manchester City, atau Manchester United.
Advertisement
Dalam laga sebelumnya melawan Albania (22-3-2025), Tuchel masih mengandalkan Curtis Jones (Liverpool) dan Phil Foden (Man City), tetapi kali ini keduanya dicoret. Sebagai gantinya, Jarrod Bowen (West Ham) dan Morgan Rogers (Aston Villa) mendapat kesempatan tampil sejak awal.
Timnas Inggris sukses mengalahkan Latvia 3-0 dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026 di Wembley. Gol dari Reece James, Harry Kane, dan Eberechi Eze memastikan kemenangan meyakinkan bagi The Three Lions.
Berita video Timnas Indonesia harus takluk dalam matchday ke-7 Kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup C dari Australia dengan skor telak 5-1. Debut Patrick Kluivert sebagai pelatih, langsung tercoreng.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Masalah Mendasar
Namun, di balik hasil positif itu, masih ada masalah mendasar yang perlu diperbaiki Tuchel—dari tempo permainan yang lamban hingga kurangnya koneksi antarlini di lini tengah.
Menghadapi tim yang jauh lebih lemah seperti Latvia, tantangan utama Tuchel bukan sekadar meraih tiga poin, tetapi bagaimana cara timnya mencapainya.
Setelah kemenangan kurang impresif atas Albania, ia menuntut para pemainnya bermain lebih intens dan memanfaatkan karakteristik sepak bola Premier League untuk mendominasi permainan.
Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Timnas Inggris kerap kehilangan ritme dan tampil kurang menggigit, terutama ketika Jude Bellingham berusaha mengambil terlalu banyak tanggung jawab.
Gelandang Real Madrid itu terlihat ingin melakukan segalanya sendiri—menggiring bola, mengatur permainan—tetapi, justru kehilangan bola berkali-kali dan bahkan mendapat kartu kuning akibat pelanggaran ceroboh.
Advertisement
Keputusan yang Berbuah Manis
Pergantian pemain pada menit ke-67 menjadi titik balik. Tuchel menarik keluar Bellingham dan memasukkan Phil Foden. Hasilnya langsung terlihat—tempo meningkat, kombinasi serangan menjadi lebih tajam, dan tak lama kemudian Kane berhasil mencetak gol cepat.
Keputusan ini menegaskan perbedaan mendasar antara Tuchel dan Gareth Southgate.
Pelatih asal Jerman ini tak ragu untuk mengambil keputusan berani, mengganti pemain tanpa terpengaruh status bintang mereka, dan lebih mengutamakan kepentingan tim ketimbang individu.
Dengan memainkan Foden di posisi nomor 10 dan memberi kebebasan kepada Rogers, lini tengah Three Lions menjadi lebih dinamis.
Namun, masalah terbesar tetap ada: Inggris masih kekurangan sosok "dirigen" sejati.
Bellingham memang berbakat, tetapi ia bukan tipe pemain yang bisa mengalirkan bola dengan cepat atau melepaskan umpan-umpan berisiko untuk menghubungkan antarlini.
Ketidakseimbangan di lini tengah menyebabkan Kane kehilangan ruang, sementara para winger, seperti Marcus Rashford, tidak mendapat cukup dukungan dari bek sayap. Latvia yang bermain bertahan memanfaatkan kelemahan ini untuk memperlambat permainan Inggris.
Eksperimen Formasi
Tuchel mencoba eksperimen dengan meninggalkan formasi andalannya, 4-2-3-1, dan menggunakan skema lebih menyerang, 4-1-4-1. Namun, hasilnya masih belum sepenuhnya memuaskan.
Three Lions membutuhkan gelandang kreatif seperti Adam Wharton—yang bersinar di level U-21—untuk menghadirkan aliran permainan yang lebih lancar dan bervariasi.
Kendati James dan Eze tampil apik dengan mencetak gol, Inggris masih perlu meningkatkan tempo dan ketajaman mereka untuk menghadapi lawan yang lebih kuat.
Akan tetapi, bagi Tuchel, kemenangan atas Latvia hanyalah langkah awal dalam membangun tim yang solid. Tantangan sebenarnya baru akan dimulai, dan ia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk membawa Inggris ke level yang lebih tinggi.
Advertisement