Bola.com, Jakarta - Siang itu, Selasa (7/7/2015), Antony Putro Nugroho berjalan menghampiri Bola.com yang memanggilnya dari selasar Rumah Sakit Royal Progress di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Antony berusaha berjalan normal, tak ingin terkesan tertatih meski Breg T-Scope, semacam alat penyangga dan penahan yang dipasang di sekitar lutut kanannya, tampak menghambat langkahnya.
"Sekarang, setiap kali berjalan agak jauh dan lama, saya harus pakai alat ini ke mana-mana," kata Antony, membuka percakapan.
Baca Juga
Advertisement
Antony, gelandang sayap timnas U-22 di kualifikasi Piala AFC U-23 itu, sedang berjuang memulihkan cedera yang menimpanya. Bukan sembarang cedera, karena dokter memvonisnya mengalami cedera PCL (Posterior Cruciate Ligament) atau yang dalam istilah sehari-hari: cedera ligamen menyilang yang letaknya di belakang (ACL).
Usia Antony baru 21 tahun. Tetapi, anak muda itu sudah dua kali mengalami cedera yang boleh dianggap momok bagi pesepak bola profesional: cedera lutut.
Buat pesepak bola profesional, seluruh bagian kaki merupakan aset utama. Gangguan sekecil apapun pada kedua kaki bisa berpengaruh pada penampilan di lapangan.
Namun, entah mengapa nasib tak bersahabat kerap menghampiri Antony. Pesepak bola muda asal Bantul itu dalam kurun tiga tahun terakhir, dua kali didera cedera lutut. Cedera yang terbilang berat buat pesepak bola. Bahkan ada anggapan, pesepak bola yang pernah mengalami cedera ini, kariernya bakal habis.
Sebelum divonis cedera PCL, pada 2012 ia pernah didera cedera lutut ACL, tepatnya saat memperkuat tim SAD yang kala itu menimba ilmu di kompetisi Uruguay.
Mendekati akhir berguru di Uruguay, Antony terjatuh akibat kesalahan sendiri saat bermain. "Salah tumpuan saat terjatuh, akibatnya lutut kiri saya cedera ACL," ujarnya.
Lantaran sudah memasuki masa akhir di Uruguay, pengobatan dan perawatan atas cedera itu dilanjutkan di Tanah Air. Hampir setahun lamanya Antony berkutat dengan cedera. Selama itu pula ia menepi dari dunia sepak bola. Padahal, rekan seangkatannya di SAD Uruguay seperti Manahati Lestusen, Vava Mario Yagalo, dan Wawan Febriyanto mulai merintis karier di klub profesional.
Selama setahun, Antony menjalani pemulihan di Bantul. "Ada pelatih fisik yang mendampingi saya. Saya pun rutin menjalankan program yang diberikan pada saya saat masih di Uruguay. Saya mengikuti petunjuk dari semacam buku panduan bagaimana merawat cedera. Selama di Bantul, manajamen SAD tetap aktif mengontak dan memantau kondisi saya," ungkapnya.
Meski begitu, setahun bukanlah waktu singkat buat memulihkan cedera. Tak hanya memulihkan fisik, Antony juga harus menyiapkan mental agar bisa kembali ke pentas sepak bola nasional. Ia mengakui, tak mudah buatnya kembali ke panggung sepak bola. Namun, ia pantang menyerah hingga akhirnya mendapat kesempatan bergabung di Putra Samarinda U-21 pada musim 2014.
"Saat itu saya merasa sudah benar-benar pulih. Baik secara fisik maupun mental. Saya bersyukur usaha yang saya lakukan bisa membawa saya seperti kondisi semula," ucapnya.
Namun, sepanjang musim di klub barunya itu, Antony gagal bersinar. Putra Samarinda (Pusam) U-21 gagal melaju ke putaran kedua setelah hanya menempati peringkat ketiga di fase penyisihan Grup 4.
DIHANTAM CEDERA LAGI
Beruntung, soal karier di klub, dewi fortuna tak menjauhinya. Klub ISL, Barito Putera, tertarik memboyongnya dari Pusam U-21 di awal musim 2015. Di sana, Antony bertemu dengan sahabat karibnya, Manahati Lestusen, yang didatangkan dari Persebaya Surabaya.
Bisa bermain dengan sohib lama tampaknya membuat permainan Antony jadi "keluar". Permainan apiknya membuat pemain yang biasa beroperasi di sektor sayap maupun lini depan itu dilirik pelatih timnas U-23, Aji Santoso. Saat itu Tim Garuda Muda akan turun di ajang kualifikasi Piala AFC U-23 dan SEA Games 2015.
Dalam beberapa uji coba, Antony kerap jadi pilihan utama. Begitu pula saat terpilih masuk skuat inti di timnas U-22 yang bermain di kualifikasi Piala AFC U-23. Akan tetapi, timnas U-22 gagal lolos ke putaran final setelah hanya jadi runner-up Grup H.
Saat perfomanya mulai naik, awan gelap kembali menyelimuti Antony. Di pertandingan kedua ISL (QNB League) 2015 melawan Arema Cronus (7/4/2015), ia bertabrakan dengan kiper Tim Singo Edan, Kurnia Meiga, saat melakukan serangan ke daerah pertahanan lawan. Antony terkapar, tak bisa bangkit, dan harus ditandu keluar lapangan. Begitu pula dengan Meiga, yang hingga kini juga masih dalam penyembuhan cedera akibat tabrakan itu.
"Sesaat, saya ketakutan. Saat terjatuh, bayangan cedera dengan segala macam proses pemulihan langsung muncul. Masak saya harus mengalami hal sama lagi?" ujarnya, meringis mengingat momen kelam itu.
Ketakutan Antony jadi kenyataan. Selama beberapa hari usai insiden tabrakan di lapangan itu, ia tak bisa berjalan. Lututnya bengkak dan nyeri kerap dirasakannya. Manajemen Barito Putera berinisiatif membawa sulung dari dua bersaudara itu ke Rumah Sakit Royal Progress. Rumah sakit itu memiliki deretan dokter terbaik yang sudah berpengalaman menangani cedera para pesepak bola, seperti Ferry Rotinsulu, Boaz Solossa, Lukas Mandowen, Ferdinand Sinaga, dan baru-baru ini, M. Nasuha.
Antony naik meja operasi lagi. Dokter Bobby Nelwan, yang melakukan operasi angkat bicara. "Dari letak anatominya, operasi PCL terbilang sulit, lebih sulit dari ACL, karena harus menghindari ACL. Karena teknik operasinya sulit, tantangannya cukup berat, dan cedera PCL sulit diperbaiki."
Seolah belum cukup, sang dokter menambahkan angka kegagalan atas kesembuhan penderita PCL cukup tinggi. "Operasi yang berhasil, belum tentu menjamin kesembuhan pasien," ucapnya.
Putra pasangan Supoyo Trisno dan Suprapti itu hanya bisa pasrah menerima ujian untuk kedua kalinya. "Jalan hidup saya seperti ini, apa mau dikata," ucapnya. Namun, jangan keliru mengartikan pasrah itu lantas Antony hanya berdiam sekadar menerima nasib. Di usia yang relatif muda, Antony menunjukkan mental baja.
Pengalaman bangkit dari cedera ACL di lutut kiri membuatnya lebih tenang menyembuhkan cedera kedua, yang secara medis dinilai lebih parah. Pribadinya yang easy-going, nyantai, sangat berpengaruh buat Antony dalam memaknai cobaan itu. Tak seperti pemain lain yang bisa jadi diliputi kecemasan berlebihan, Antony masih sering tertawa lepas dalam kehidupan sehari-harinya.
Seperti yang ditunjukkannya kala menjalani sesi terapi di RS Royal Progress, yang ditemani Bola.com. Dalam sejumlah komunikasi sebelumnya dengan Bola.com, pemain kelahiran 25 Februari 1994 itu juga kerap menganggap cederanya bak angin lalu. Saat menjalani terapi, Antony lebih sering melontarkan candaan, guyonan, dan nyeleneh. Sakit dan nyeri yang menyertai dari terapi, tak dirasakannya, walau tampak jelas di wajahnya terlihat menahan sakit.
Orang yang sepintas melihat, mungkin tak akan beranggapan cedera itu bisa membuat kariernya sebagai pesepak bola, berantakan dan bahkan di ujung tanduk. Tapi, lain orang, lain pula karakternya. Antony, memilih bersikap seperti itu, karena hanya dengan begitulah ia justru bisa fokus menyembuhkan cederanya.
"Mau bagaimana lagi, saya orangnya memang begini. Bohong kalau dibilang saya tak khawatir dengan cedera ini. Saya juga sempat takut. Tapi, pikiran semacam itu saya singkirkan. Saya lebih enjoy dengan tertawa-tawa saja menghadapi semua ini," katanya.
Di balik sikap santainya, Antony gigih dan pantang-menyerah melawan cedera keduanya. Ia disiplin menjalani terapi, yang harus terus dijalaninya hingga setidaknya enam bulan lagi. Untuk masa sekarang, ia harus bolak-balik dari kontrakannya ke rumah sakit, dua hingga tiga kali dalam seminggu. Dengan ditemani kerabatnya, terkadang paman atau sepupunya, ia tak mengeluh dan menjalani sesi terapi dengan motivasi tinggi: kesembuhan seutuhnya.
"Sebenarnya, saya malu diekspos karena tak ingin diingat orang saat cedera seperti sekarang. Saya ingin orang mengenal saya ketika di lapangan. Tapi, siapa tahu cerita saya ini berguna buat pemain lain yang mengalami hal sama seperti saya," ungkap Antony, lagi-lagi sambil tersenyum.
Akan tetapi, sejurus kemudian, raut mukanya mendadak serius. 'Saya pasti sembuh. Saya yakin sembuh dan bisa bermain bola lagi.' "keyakinan semacam itu terus saya tanamkan dalam benak bila saya mulai dilanda kecemasan," ungkap pilar timnas U-16 di Piala AFF U-16 2010 itu.
(Bersambung)
Baca Juga:
Lembaran Baru Oktovianus Maniani
Cerita M. Nasuha, Bintang AFF 2010 Berjuang Pulih dari Cedera (1)
Kisah Getir Bintang ISL Bermain Tarkam di Ciputat (2)
Kisah Getir Bintang ISL Bermain Tarkam di Ciputat (1)
Kisah Getir Bintang ISL Bermain Tarkam di Ciputat (3)