Bola.com, Surabaya - Sebelum Persebaya terbelah menjadi dua, Persebaya Surabaya dan Persebaya 1927 pada 2010, kompetisi yang berbasis pembinaan pemain muda di Surabaya menjadi salah satu yang terbaik di negeri ini. Namun, semua jadi berantakan ketika konflik itu merembet ke Asosiasi Kota (Askot) PSSI Surabaya.
Gesekan itu membuat klub internal Askot PSSI Surabaya yang merupakan pemilik asli Persebaya, juga mengalami perpecahan. Beberapa klub memilih berada di belakang Persebaya 1927, sejumlah klub lain mendukung Persebaya Surabaya, yang saat ini mayoritas sahamnya dimiliki Gede Widiade.
Advertisement
Harapan sempat menyembul ketika Gede Widiade terpilih sebagai ketua umum Askot PSSI Surabaya pada 27 Mei 2013. Sesaat setelah terpilih, Gede mencoba menghidupkan kembali kompetisi internal Askot PSSI Surabaya yang sebelumnya diikuti 30 klub anggota dari tiga kelas, 10 klub Kelas Utama, 10 klub Kelas I, dan 10 klub Kelas II.
Namun, kompetisi yang semula berjalan lancar akhirnya tak menghasilkan tim juara. Laga final mempertemukan Assyabaab dengan Mitra Surabaya berakhir kacau setelah pelatih Mitra Surabaya, Mursyid Effendi, menarik keluar seluruh pemainnya saat pertandingan berjalan.
Gara-garanya, Mursyid merasa kecewa karena menganggap wasit yang memimpin pertandingan kala itu lebih berpihak pada lawan. Mursyid geram setelah timnya mendapat hukuman tendangan penalti dua menit jelang pertandingan bubar. Sebelumnya, Mursyid sudah kecewa menyusul kartu merah yang diterima anak buahnya di awal babak kedua.
Akan tetapi, bukan perkara itu yang membuat kompetisi pemain muda di Surabaya tidak berputar seperti dulu. Setelah partai final itu sebetulnya Askot PSSI Surabaya kembali menggelar kompetisi dengan PS Fajar tampil sebagai juaranya. Hanya, setahun belakangan, tidak ada lagi kompetisi yang digelar Askot PSSI Surabaya.
Kabarnya kompetisi pemain muda itu mandek karena faktor biaya yang relatif besar. Gede selaku ketua Askot PSSI Surabaya saat itu harus disibukkan mencari dana untuk Persebaya. Beban Gede semakin besar karena harus membiayai timnas U-23 yang berlaga di SEA Games 2015 Singapura.
Kabar santer lain menyebutkan terhentinya kompetisi pemain muda di Surabaya karena jumlah klub-klub di bawah naungan Askot PSSI Surabaya mulai susut. Mereka memilih keluar dari keanggotaan Askot PSSI Surabaya pimpinan Gede.
Kabar itu langsung dibantah Sekretaris Askot PSSI Surabaya, Eko Yudiono. Askot PSSI Surabaya disebut sudah berencana menggelar kompetisi dalam waktu dekat, namun belum sampai terealisasi, terjadi konflik antara PSSI dengan Menpora Imam Nahrawi yang berbuntut sanksi FIFA.
"Masalahnya kompleks. Tapi, sebetulnya meski Askot PSSI tidak menggelar kompetisi, klub-klub masih menjalankan pembinaan pemain muda. Mereka menggelar uji coba untuk menambah jam terbang para pemain," jelas Eko.
Benar saja, klub-klub saat ini masih intens melakukan pembinaan pemain muda melalui serangkaian uji coba dengan klub lain. Tiga klub bisa jadi representasi bagaimana pembinaan pemain muda terus berjalan dalam situasi yang kurang kondusif.
"Kami melakukan pembinaan meski hanya lewat latihan dan uji coba," ujar Sugiantoro, pelatih Surabaya FC (SFC), yang juga mantan pemain timnas Primavera.
"Begitu juga kami, pemain kami juga masih banyak," timpal Yusuf Ekodono, pelatih PS Fajar.
Tak hanya kedua klub itu, pembinaan pemain muda yang dilakukan Mitra Surabaya juga semakin marak. Klub yang memiliki 13 pelatih itu setiap harinya membina sekitar 100 pemain dari kelompok umur 10 tahun (KU 10) sampai KU 19. Klub yang pernah membesarkan Evan Dimas itu rutin menggelar latihan setiap hari di lapangan Lidah Wetan, Surabaya.
Baca Juga :
Wawancara Mursyid Effendi : Jangan Bunuh Karier Pemain Muda !
Feature : Yusuf Ekodono, Kisah Perjuangan Eks Striker Persebaya