Bola.com, Jakarta - Sejak tahun 2008, Indonesia Super League (ISL) menjadi kompetisi antarklub profesional paling elite di Tanah Air. Kompetisi ini sejatinya pengembangan format Liga Indonesia yang dilahirkan PSSI pada tahun 1994.
Liga Indonesia merupakan kompetisi penggabungan Perserikatan dan Galatama. Perserikatan merupakan kompetisi yang diikuti tim-tim amatir representasi kota-kota di berbagai penjuru nusantara. Kompetisi ini mulai menggeliat sebelum masa kemerdekaan, 1931. Diprakarsai sejumlah perkumpulan sepak bola (bond) yang berujung pada kesepakatan pendirian PSSI sebagai payung organisasi.
Sementara itu, kompetisi Liga Sepak Bola Utama (Galatama) mulai bergulir pada 1979, dengan peserta klub-klub yang pengelolaannya ala profesional, layaknya kompetisi-kompetisi sepak bola di Eropa. Kompetisi jadi magnet bagi pencinta sepak bola di era 1980-an, karena periode penyelenggaraannya lebih sering dibanding Perserikatan.
Advertisement
Baca Juga
Galatama diputar setahun sekali, di sisi lain Perserikatan tiap dua tahun sekali. Peserta kompetisi Galatama cukup banyak pada masa awal kelahirannya. Namun, awal 1990-an, satu per satu klub Galatama yang mayoritas dikelola swasta limbung pendanaan. PSSI akhirnya melebur Perserikatan dan Galatama.
Dari awal Liga Indonesia bergulir, jumlah klub Perserikatan lebih dominan dibanding Galatama. Tim-tim Perserikatan yang dapat bantuan kucuran dana APBD dari petinggi daerahnya bisa lebih eksis, dibanding eks Galatama yang harus putar otak menutup operasional klub lewat sponsor.
Pada era ISL hingga era turnamen dan TSC 2016, hanya tersisa sedikit klub Galatama. Klub-klub mana sajakah yang masih bisa eksis di percaturan elite Tanah Air?
1. Semen Padang
Klub asal Sumatera Barat yang berdiri pada 30 November 1980 ditopang BUMN, PT Semen Padang. Pencapaian tertinggi klub berjulukan Tim Kabau Sirah adalah menjadi juara Galatama 1 (kasta kedua) pada 1982.
Di era Liga Indonesia, Semen Padang mengalami pasang-surut prestasi. Pada musim 2008-2009 (musim pertama penggunaan nama ISL), klub dengan kostum kebanggaan warna Merah tersebut merasakan pahitnya degradasi ke Divisi Utama. Namun, dengan kegigihan dan konsistensi pembinaan, Pasukan Urang Awak kembali ke kompetisi kasta utama pada musim 2009-2010.
Pada musim pertamanya di ISL Semen Padang langsung menghentak dengan menduduki posisi empat besar 2010-2011. Saat prahara dualisme kompetisi mengguncang sepak bola nasional 2011, Semen Padang memilih keluar dari ISL. Mereka ikut kompetisi baru garapan PSSI, Indonesia Primer League. Sementara itu, ISL berjalan di luar payung PSSI.
Pada musim 2012 Semen Padang jadi kampiun IPL. Pencapaian ini jadi tertinggi bagi Tim Kabau Sirah sepanjang sejarah.
Pasca rekonsiliasi PSSI di tahun 2013, Semen Padang kembali berkiprah di ISL, yang kembali diakui sebagai kompetisi resmi PSSI.
Di ISL 2014 mereka finis di urutan ketiga klasemen akhir wilayah barat musim 2014 di bawah Arema Cronus dan Persib Bandung. Sayang, meski lolos ke babak 8 besar, Semen Padang gagal menyentuh semifinal. Semen Padang yang dilatih Jafri Sastra, yang di penyisihan babak 8 besar tergabung dalam grup 1, hanya mampu merebut posisi ketiga di bawah Persipura Jayapura dan Arema Cronus. Hanya dua besar dari grup 1 dan 2 yang lolos ke empat besar.
Terlepas dari semua itu, Semen Padang layak berbangga. Mereka sedikit klub di Indonesia yang memiliki fasilitas latihan dan mes sendiri. Mereka memiliki akademi pembinaan usia dini berjenjang yang banyak melahirkan pesepak bola berbakat.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Bali United
2. Bali United FC
Perjalanan sejarah eksistensi Bali United FC penuh lika-liku. Didirikan oleh pengusaha gila bola asal Samarinda, Kalimantan Timur, Harbiansyah Hanafiah, pada 1989 dengan nama Putra Samarinda, klub tertatih-tatih di awal penyelenggaraan kompetisi penggabungan Liga Indonesia.
Pada musim 2001 Pusam yang kering pendanaan terlempar dari persaingan kasta utama. Klub ini mati suri sebelum akhirnya melakukan merger dengan tim Perserikatan sekota, Persisam Samarinda pada 2002-2003.
Eksis dengan nama baru Persisam, klub yang akhirnya berganti baju menjadi klub pelat merah, dengan mendapat sumber pendanaan dari APBD Kota Samarinda memulai petualangan dari bawah level Divisi Dua.
Proses merger membawa keberuntungan. Prestasi tim berjulukan Pesut Mahakam perlahan melejit. Masuk babak 8 besar Divisi Dua pada musim 2005, mereka otomatis ke Divisi Satu.
Dua musim di kompetisi kasta ketiga, Persisam naik ke Divisi Utama musim 2008-2009. Di musim perdananya klub ini langsung menggebrak dengan jadi juara.
Kesempatan berlaga di ISL didapat pada musim 2009-2010. Saat berlaga di kompetisi elite, klub sempat oleng imbas kasus korupsi APBD sejumlah pengurusnya.
Harbiansyah Hanafiah kembali turun gunung aktif menjalankan roda operasional klub. Ia menambah embel-embel nama klub menjadi Persisam Putra Samarinda.
Hanya karena kering sponsor Harbiansyah, yang jadi salah satu komisaris PT LIga Indonesia (operator ISL), pada awal 2015 terpaksa melego klub ke pengusaha muda, Yabes Tanuri.
Yabes mengubah nama klub menjadi Bali United Pusam, sekaligus memindahkan home base klub ke Gianyar, Bali. Hal itu dilakukan karena suporter Putra Samarinda lari ke klub baru Pusamania Borneo FC.
Akan tetapi, antusiasme Yabes Tanuri mengelola klub profesional terbentur konflik sepak bola nasional. Ia yang mengontrak pelatih top, Indra Sjafri, harus menerima kenyataan pahit kompetisi ISL 2015 terhenti paksa karena konflik PSSI-Kemenpora.
Advertisement
Barito Putera
3. Barito Putera
Lahir pada 21 April 1988, PS Barito Putera disokong pengusaha asal Banjarmasin, almarhum H. Sulaiman H.B. Di pentas Gatama klub berjulukan Laskar Antasari prestasinya tidak istimewa. Mereka lebih sering menghuni papan bawah.
Pencapaian tertinggi pada musim 1992 dengan berada di posisi dua besar. Di masa awal Liga Indonesia, walau tak pernah juara, Barito Putera kerap jadi kuda hitam yang menjadi batu sandungan klub elite.
Barito sempat dua kali lolos semifinal Liga Indonesia pada musim 2001 dan 2002. Ironisnya hanya berselang setahun kemudian, tim yang satu ini terdegradasi ke Divisi Satu. Pada 2004 mereka kian tenggelam dengan tersudut di Divisi Dua.
Sosok pelatih asal Palembang, Salahuddin, berperan penting pada kebangkitan Barito Putera. Ia mengantarkan Barito Putera jadi juara Divisi Utama 2012. Klub kembali mentas di level elite setelah lama berkubang di kompetisi level bawah.
Di musim perdananya di ISL pada 2013, Barito yang sumber pendanaannya ditopang Grup Hasnur, menggebrak dengan menduduki posisi enam besar. Akan tetapi, tak bisa mempertahankan konsistensi, Tim Seribu Sungai gagal menembus level elite.
Mengoleksi 22 poin dari 20 pertandingan, Barito Putera finis di posisi ketujuh klasemen akhir ISL Wilayah Barat. Mereka gagal lolos ke babak 8 besar (musim lalu format kompetisi menggunakan sistem dua wilayah seperti masa-masa awal Liga Indonesia.
Persegres Gresik United
4. Persegres Gresik United
Lahir 20 Mei 1988, Petrokimia Putra menghebohkan publik sepak bola nasional dengan lolos ke final kompetisi kasta tertinggi.
Tetapi tim yang dimiliki perusahaan BUMN, PT Petrokimia Gresik, kalah 0-1 dari Persib Bandung yang keluar jadi kampiun. Walau gagal jadi yang terbaik, kiprah Petrokimia disaluti penggila bola Tanah Air.
Duet lini depan, Jacksen F. Tiago-Widodo C. Putra, yang sama-sama tajam jadi perhatian khalayak luas.
Petrokimia membalas kegagalan final 1994-1995 pada tahun 2002. Tim yang saat itu dinakhodai pelatih asal Moldova, Sergei Dubrovin, jadi yang terbaik di Liga Indonesia setelah menaklukkan Persita Tangerang 2-1 melalui perpanjangan waktu di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.
PT Petrokimia Gresik pada 2005 mengumumkan menarik diri dari kepemilikan klub. Petrokimia Putra dalam kondisi porak-poranda setelah klub degradasi ke kasta kedua.
Kelompok suporter Ultras bergerak untuk menyelamatkan eksistensi klub. Demonstrasi besar-besaran digelar di Kantor DPR Gresik dan juga ke Kantor Utama Graha Petrokimia.
Komitmen antara Pemkab Gresik dan juga PT Petrokimia yang di jembatani DPRD Gresik tercapai. Klub tak jadi bubar, namun melakukan merger dengan tim Perserikatan sekota, Persegres Gresik.
Eksistensi klub sempat terganggu pada masa dualisme kompetisi di PSSI tahun 2012. Gresik United terbelah dua.
Persegres tampil di ISL (kompetisi yang ilegal kala itu) dengan status klub promosi. Sementara itu, Gresik United bermain di kompetisi Divisi utama turunan kompetisi Indonesia Primer League.
Setelah kisruh dualisme kompetisi berakhir, Gresik United membubarkan diri. Persegres jadi satu-satunya klub representasi asal Gresik. Karena status legalitas keanggotaan, administrator kompetisi ISL, PT Liga Indonesia tetap menambahkan embel-embel nama Gresik United di belakang nama Persegres.
Advertisement
Mitra Kukar
5. Mitra Kukar
Mitra Surabaya, atau yang juga dikenal dengan nama Niac Mitra, adalah klub tersukses kedua di Galatama setelah Pelita Jaya.
Mitra Surabaya yang berdiri pada 16 Juni 1983 menjadi juara Galatama tiga kali (musim 1980-1982, 1982-1983, dan 1987-1988) serta satu kali runner-up (1988-1989).
Mereka melahirkan banyak pemain top asal Surabaya macam M. Zein Alhadad, Joko Malis, atau Rudy Keltjes.
Pada 1999, klub ini dibeli pemilik Barito Putera yang otomatis ikut merubah nama menjadi Mitra Kalteng Putra (MKP). Pada 2003, MKP berganti label lagi menjadi Mitra Kukar setelah ditake-over oleh Pemkab Kutai Kartanegara.
Dengan ditopang pendanaan berlimpah, Mitra Kukar yang kembali ke pentas kompetisi level tertinggi pada musim 2012 menjadi kekuatan elite. Di ISL 2013 klub berjulukan Naga Mekes itu menembus tiga besar. Modal pemain-pemain top membuat Mitra Kukar selalu berada di jajaran papan atas ISL.
Terakhir, tim yang satu ini finis di urutan ketiga klasemen akhir wilayah timur. Namun, di grup 2 penyisihan babak 8 besar, Tim Naga Mekes hanya duduk di peringkat tiga alias gagal menembus semifinal.
Pelita Jaya-PBR-Madura United
6. Bandung Raya-PBR-Madura United
Pelita Jaya tak bisa dilepaskan dari sosok pengusaha yang kawakan jadi pengurus PSSI, Nirwan Dermawan Bakrie alias NDB. Klub memulai perjalanannya di pentas sepak bola nasional pada tahun 1988, dengan label Pelita Jaya.
Disokong NDB, Pelita Jaya jadi klub yang dihuni banyak pemain top berkostum Timnas Indonesia. Bambang Nurdiansyah, Rully Nerre, Iwan Setiawan, deretan pemain berkualitas di klub yang bermarkas di Stadion Lebak Bulus, Jakarta.
Di era Galatama Pelita tiga tercatat jadi jawara (1988-1989, 1990, dan 1993-1994), serta dua kali runner-up (1986-1987 dan 1987-1988).
Saat Liga Indonesia mulai digulirkan 1994-1995 (NDB jadi salah satu penggagasnya) Pelita Jaya tampil dengan tim yang mentereng. Di musim-musim awal kompetisi deretan pemain asing dengan nama beken menghiasi skuat Pelita.
Sebut saja, Roger Milla (Kamerun, veteran Piala Dunia 1999 dan 1994), Mario Kempes (Argentina, veteran Piala Dunia 1978), Jules Onana (Kamerun, veteran Piala Dunia 1994), Mabboang Kessack (Kamerun, veteran Piala Dunia 1994 dan 1998), Dejan Glusevic (Montenegro).
Di barisan pemain lokal sejumlah pemain jebolan program Primavera Italia jadi bagian dari Pelita, mereka antara lain: Kurniawan Dwi Yulianto, Indriyanto Nugroho, Kurnia Sandy.
Walau selalu bertabur bintang, Pelita Jaya tidak pernah sukses menjadi juara. Untuk menjaga eksistensi klub, NDB sempat beberapa kali memindahkan markas Pelita Jaya. Perpindahan kandang diiringi pergantian nama, Pelita Solo (200-2002), Pelita Krakatau Steel (2002-2006), Pelita Jaya Purwakarta (2006-2007), Pelita Jabar (2008-2009), Pelita Jaya Karawang (2010-2012).
Pengusaha muda asal Bandung, Ari Sutedi, mengakuisisi Pelita Jaya pada 2012. Ia kemudian menggabungkannya dengan klub Bandung Raya.
Mastrans Bandung Raya, juga merupakan klub Galatama. Berdiri 17 Juni 1987, Bandung Raya sempat menghebohkan dengan keluar sebagai juara Liga Indonesia 1995-1996.
Mereka menaklukkan PSM Makassar 2-0 di laga puncak yang dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan. Uniknya saat itu mereka dibela striker buangan Pelita Jaya, Dejan Glusevic, yang juga membukukan diri sebagai top scorer kompetisi dengan torehan 30 gol.
Ironisnya Bandung Raya membubarkan diri pasca gagal di final Liga Indonesia 1996-1997. Mereka kalah 1-3 dari Persebaya Surabaya.
Pada tahun 2010 Bandung Raya kembali hidup dan berlaga di Divisi Tiga. Merger Pelita Jaya dan Bandung Raya diyakini bisa mendongkrak nilai jual klub di mata publik sepak bola nasional.
Dengan nama baru Pelita Bandung Raya, klub yang memiliki julukan The Boys Are Back jadi kuda hitam pada ISL 2014. Secara mengejutkan mereka menembus semifinal.
PBR kembali berganti nama setelah diakuisisi pengusaha asal Madura, Achsanul Qosasi. Era baru PBR dengan nama Madura United kini bersaing dalam ajang Torabika Soccer Championship.
Advertisement
Arema Cronus
7. Arema Cronus
Arema Cronus jadi sedikit klub mantan peserta Galatama yang memiliki pendukung berlimpah layaknya tim-tim Perserikatan. Klub yang berjulukan Tim Singo Edan amat dicinta masyarakat Malang. Mereka menganggap Arema simbol identitas kedaerahan Kota Apel.
Popularitas tim yang didirikan almarhum Acub Zaenal pada 11 Agustus 1987 mengalahkan klub Perserikatan asal Malang, Persema.
Di era Galatama, sukses jadi kampiun pada musim 1992-1993. Saat kompetisi berganti bentuk menjadi Liga Indonesia, Arema pun tetap bisa eksis. Walau belum pernah juara, Arema tercatat enam kali masuk 8 besar Liga Indonesia (1999-20000, 2001, 2002, 2005, 2006, dan 2007).
Sempat terdegradasi pada musim 2003, Kera-Kera Ngalam kembali ke peredaran elite dengan menjadi juara Piala Indonesia (Copa Indonesia) dua musim beruntun 2005 dan 2006.
Saat era ISL, Arema jadi nomor satu untuk kali pertama pada musim 2009-2010. Keberhasilan itu terasa dramatis karena menjelang kompetisi klub hampir bubar karena masalah dana.
Perusahaan rokok PT Bentoel Indonesia yang menopang pendanaan klub sejak 2003 melepas kepemilikan klub karena terhadang regulasi larangan perusahaan rokok berpromosi di dunia olah raga.
Kembali di bawah kendali Yayasan Arema Indonesia, klub sempoyongan kering pendanaan. Arema bisa tetap eksis hanya dengan mengandalkan pemasukan dari penjualan tiket pertandingan.
Saat konflik dualisme PSSI dan kompetisi tahun 2012 para petinggi yayasan pada 2012 terbelah. Arema terpecah.
Arema di bawah kendali almarhum LuckyAcubZaenal (putra AcubZaenal) memilih berkiprah di kompetisi Indonesia Primer League (IPL). Sementara Arema versi RendraKresna berlaga di Indonesia Super League.
Arema versi Lucky yang didukung perusahaan kakap Ancora mati suri pasca bubarnya IPL. Sementara itu Arema binaan Rendra eksis dan berganti nama menjadi Arema Cronus.
Deal bisnis pembelian saham klub terjadi pada tahun 2013. PT Pelita Jaya Cronus perusahaan milik Nirwan Dermawan Bakrie (salah satu pendiri Arema) jadi pemilik baru klub. Arema Cronus jadi nama klub di dua musim terakhir ISL.
Di awal 2015 riak-riak dualisme klub kembali mencuat. Istri Lucky, Novi Zaenal, menggugat keabsahan legalitas Arema Cronus. Arema Cronus jadi salah satu klub yang tidak lolos verifikasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) menjelang pelaksanaan ISL 2015.
Status legalitas klub mengambang, karena pada perjalanan kompetisi ISL 2015 terhenti karena memanasnya konflik PSSI-Kemenpora. Hal ini terasa ironis karena Arema Cronus secara beruntun memenangi tiga gelar turnamen prakompetisi: Trofeo Persija, Surya Citra Media Cup, dan Inter Island Cup. Terbaru, Arema juara Bali Island Cup 2016 dan Torabika Bhayangkara Cup 2016.