Bola.com, Jombang - Lama tak terdengar kabarnya, Djoko Malis Mustafa akhirnya tak tahan juga melihat kondisi sepak bola nasional yang karut marut. Mantan bintang Niac Mitra di era kompetisi Galatama ini berpandangan penyebab konflik saat ini karena banyak oknum yang terlibat pada olah raga terpopuler di Bumi ini berakhlak hina dan nista.
Mereka tak mengedepankan sportivitas dan fair-play yang diusung tinggi-tinggi olah raga ini. “Oknum-oknum itu berakhlak hina! Gara-gara ulah segelintir orang mulai pengurus, wasit, pelatih, dan pemain yang punya tujuan pragmatis mengejar materi, banyak orang jadi korban. PSSI sebagai lembaga tak bersalah. Tapi kini disorot sebagai sarang mafia," ujar Djoko yang pernah jadi asisten Peter Withe saat menukangi Timnas Indonesia U-20 pada 2004 silam.
Baca Juga
Advertisement
"Orang yang punya niat baik jadi pengurus PSSI pun akan dicap sebagai mafia. Orang tak bersalah dituduh mengatur skor pertandingan tanpa bukti dan fakta konkret. Seperti timnas SEA Games 2015 lalu. Anak-anak muda itu tak tahu apa-apa, tapi dituduh nista menjual skor. SEAG membawa nama baik negara, publik pasti menuduh juga para pemain itu telah menjual negara,” tutur Djoko ke Bola.com pada Rabu (5/7/2015) dengan nada berapi-api.
Wajar bila Djoko Malis berkomentar pedas. Pasalnya, dia pernah jadi korban fitnah serupa ketika melatih Persmin Minahasa di Divisi Utama 2007 lalu. Kala itu Persmin ditahan imbang Persebaya di kandang. Manajemen saat itu menuding Djoko Malis berperan dalam pengaturan hasil akhir, karena dikaitkan asal Djoko dari Surabaya.
“Saya sangat peduli dengan pemain muda Timnas SEA Games, karena saya pernah merasakannya. Sakitnya tuh di sini, tak bisa hilang,” ucap Djoko Malis menepuk dadanya saat ditemui Bola.com di kediamannya di Jombang, Jawa Timur.
Setelah fitnah keji di SEA Games 2007 itu, Djoko Malis sempat menguatkan mental dengan melatih beberapa klub seperti Gresik United, Persewangi, dan Persik. Namun akhirnya idealisme sosok yang spesialis sebagai penyerang lubang saat aktif jadi pemain itu rontok juga.
“Setelah melatih Persik, saya menyerah. Saya tak kuat menjalani karier di sepak bola yang penuh tipu daya dan kamuflase. Saya yakin masih banyak pengurus, wasit, pelatih, dan pemain punya idealisme dan mencari nafkah halal dari main bola. Semoga kasus ini sebagai titik balik kebangkitan sepak bola Indonesia yang jujur dan bermartabat. Pemerintah juga harus ikut memajukan sepak bola, jangan malah mematikan. Perhatian Pemerintah tak seperti saya rasakan saat jadi pemain dulu. Jauh...jauh sekali bedanya,” kata ayah tiga anak ini.
Baca juga :
Ini 15 Keputusan Rapat Komite Eksekutif PSSI
Piala Presiden 2015 Jadi Turnamen Pramusim ISL 2015-2016
Sanksi FIFA Bikin Indonesia Absen di ASEAN Super League 2016