Bola.com, Madiun - Ada cerita menarik di balik kegagalan PSS Sleman mengamankan poin penuh saat bermain 1-1 dengan Persekap Kota Pasuruan pada babak penyisihan Grup D Piala Kemerdekaan, Sabtu (22/08/2015) malam. Usut punya usut, ternyata Manajer PSS, Sukoco, mengungkapkan biang keladinya karena uang tampil (match fee) dari Tim Transisi belum diberikan.
Dari tiga kali bertanding, kata Sukoco, Elang Jawa, julukan PSS, baru menerima uang tampil senilai Rp 50 juta. Itu pun dikirimkan setelah Nova Arianto dkk. melakoni partai kedua saat mengalahkan Madiun Putra FC (MPFC) 1-0 pada Selasa (18/08/2015).
Advertisement
Karena subsidi dari Tim Transisi ngadat, Sukoco tak berani menjanjikan bonus kemenangan kepada anak asuh Didik Listiyantara. “Saya jujur bilang ke pemain sebelum melawan Persekap, kalau match fee belum masuk rekening lagi. Saya tak mau memberi janji kosong kepada mereka. Akhirnya saya minta anak-anak main normal saja. Kalau saya iming-iming ada bonus kemenangan, uang dari mana saya kasih ke pemain?” ungkap Sukoco.
Sesuai janji Tim Transisi saat pertemuan teknik sebelum laga Piala Kemerdekaan diputar, lembaga bentukan Menpora Imam Nahrawi itu siap mengucurkan dana sehari sebelum atau sesudah tim berlaga. Tapi, hingga pertandingan ketiga, mayoritas kontestan baru sekali mendapatkan hak mereka.
“Kalau kami main di Maguwoharjo, saya bisa janji yang muluk-muluk. Saya bisa ambilkan dari pemasukan tiket penonton yang selalu bagus karena suporter pasti memadati stadion. Tapi kali ini kami main di luar rumah, kalau saya janji memberi bonus, saya bisa dikejar-kejar pemain dan dianggap bohong bila mengingkari janji itu. Match fee itu satu-satunya sumber pemasukan kami untuk membayar kontrak dan bonus pemain,” papar Sukoco.
Sukoco juga tak habis pikir dengan Tim Transisi yang berkampanye akan memperbaiki tata kelola sepak bola Indonesia. Apalagi dia dapat informasi kalau kontestan di grup barat telah menerima 50 persen dari jatah sekali match fee, atau sekitar Rp 25 juta.
“Kalau info itu benar, Tim Transisi tidak adil. Bila tim-tim grup barat dapat haknya, kenapa kami dianaktirikan? Lagi pula, uang yang diberikan hanya separuh atau Rp 25 juta dari total hak sekali pertandingan. Saya tak tahu uang itu macet di Tim Transisi atau EO Cataluna,” ucap Sukoco.
Padahal, jelas Sukoco, para pemain mau tampil di Piala Kemerdekaan ini karena ingin mendapatkan penghasilan setelah kompetisi dihentikan. Sementara bila Sukoco menalangi dari dana pinjaman atau uang pribadi, dia jelas tak mau.
“Ya kalau akhirnya semua match fee dibayar. Kalau tidak, saya dan pengurus PSS lainnya akan jual mobil dan rumah untuk membayar utang itu,” ujarnya.
Pelatih Persekap, Ashari Cahyani, menuturkan pihaknya telah mendapatkan tambahan Rp 25 juta sebelum meladeni PSS. Namun, kata Ashari, pengurus harus minta paksa kepada Tim Transisi.
“Jadi kami total sudah terima Rp 75 juta yang Rp 25 juta kami memaksa. Kalau tidak, dari mana kami memberi uang saku dan bonus kepada pemain? Kayaknya tim-tim peserta harus minta paksa kalau ingin uangnya cair,” ujar Ashari.
Keterlambatan pemberian hak kepada klub ini disinyalir menjadi pemicu keributan pemain di lapangan. Karena mereka merasa kecewa sudah bekerja keras tapi tak mendapatkan pemasukan seperti diharapkan.
"Kasus ini bisa jadi fitnah antara pengurus klub dan pemain. Pengurus sudah jujur bilang kalau match fee belum dibayar, tapi ada kemungkinan pemain tak percaya. Mereka bisa saja menuduh kami menilep uang itu," tandas Ashari.
Baca juga :
Kalteng Putra dan PS Kwarta Petik Kemenangan Perdana