Bola.com, Malang- Ada yang berbeda dari penampilan pelatih Arema Cronus, Joko 'Getuk' Susilo. Belakangan ini, ia sering tampil necis ketika menemani Arema bertanding pada turnamen Piala Presiden 2015. Biasanya, Joko berpenampilan sportif mengenakan kaus berkerah dan jaket dipadukan dengan topi.
Pada beberapa pertandingan, Joko memakai kemeja putih dan celana berwarna gelap. Penampilan itu membuatnya terlihat seperti pegawai negeri sipil kementerian. Seperti diketahui, kemeja putih jadi seragam dan pakaian resmi kerja Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Joko punya alasan tersendiri mengapa berpenampilan seperti itu.
Advertisement
"Biasanya saya memakai atasan berwarna gelap. Tapi sekarang karena Arema sering main malam, kostum saya harus disesuaikan, yakni berwarna cerah. Saya memilih pakai kemeja putih dan celana hitam supaya terlihat lebih rapi. Ya, kalau dibilang seperti anggota kabinet atau mirip Pak Jokowi tentu saya senang," kata Joko.
Joko yang didaulat menggantikan almarhum Suharno sebagai pelatih Arema mengubah banyak hal. Ia belajar menjadi sosok yang sesuai dengan karakter pelatih kepala. Selain penampilan, Joko juga belajar public speaking. Maklum, bila menempati posisi pelatih kepala, ia harus melayani media massa, baik dalam sesi konferensi pers maupun wawancara khusus.
Dulu, Joko cenderung pendiam. Bahkan beberapa orang dalam Arema menyebut karakter Joko sangat sulit berbicara di depan publik. Ia sering kehilangan kata-kata saat sorot kamera mengarah kepadanya.
Menariknya, setelah Joko belajar berbicara di depan publik, ia langsung jadi pelatih yang blak-blakan. Contohnya, menjelang laga perempat final Piala Presiden melawan Bali United, Joko terlibat perang urat syaraf dengan Indra Sjafri. Saat itu, Indra yang dikenal sebagai pelatih dengan gaya bicara ceplas-ceplos menuturkan kalau Bali United sudah menelanjangi Arema dengan kekuatan tim statistik mereka.
Mendengar ucapan Indra di media, Joko panas. Ia membalas Indra dengan mengatakan tak hanya Bali United yang punya tim statistik. Arema pun sudah lama menerapkan strategi itu.
Darah Biru yang Mengakar
Arema. Satu kata ini sangat berarti dalam kehidupan Joko. Pak Getuk memang bukan asli Malang, ia lahir dan besar di Cepu, Jawa Tengah. Namun, ketika pertama kali bergabung dengan Tim Singo Edan pada 1992, Joko langsung merasa bahwa kariernya akan awet di Malang. Apalagi, pada tahun itu ia menjadi bagian dari tim Arema yang meraih juara Galatama.
"Saat meraih juara Galatama, kami adalah tim yang sangat irit. Kondisi tim memprihatinkan dan banyak orang tidak memprediksi Arema bakal juara. Kami punya banyak cerita menyedihkan, tapi berakhir manis dengan meraih juara," kata Joko.
Ada banyak cerita menyedihkan saat Joko dkk. meraih juara Galatama 1992. Mulai gaji sering telat, makan seadanya di mes dengan nasi dan sambal, atap bus bocor, hingga kaca bus pecah sehingga supir memakai helm saat menyetir. Kenangan pahit itu kini menjadi manis bagi Joko. Apalagi, setelah 23 tahun kemudian, Joko tetap berada di Arema.
"Setelah juara 1992, Arema sulit saya lepaskan. Maka saya bertekad mengakhiri karier sebagai pemain di Arema dan memulai babak baru sebagai pelatih di Arema," tegasnya.
Getuk memulai karier sebagai pelatih di Malang pada tahun 2004, tepat setelah ia memutuskan pensiun dari pemain. Selama menangani akademi, Joko telah menghasilkan beberapa pemain yang kini dipakai Arema, seperti Benny wahyudi, Dendi santoso, Sunarto, dan Ahmad Alfarizi.
Tiga tahun kemudian, Joko ditarik ke tim senior, mendampingi Miroslav Janu. Pada ISL 2009-2010, Joko merasakan pesta saat Arema juara. Joko mendampingi pelatih asal Belanda, Robert Rene Alberts. Joko pernah menjadi caretaker saat Wolfgang Pikal dipecat pada paruh musim 2011-2012.
Joko kembali menjadi caretaker Arema, setelah pelatih kepala Singo Edan, Suharno wafat pada 19 Agustus karena serangan jantung. Saat itu adalah masa persiapan Arema menuju Piala Presiden. Otomatis, Joko mendapat estafet dari Suharno yang telah memberikan enam gelar juara turnamen sepanjang 2014-2015.
Kalau Tak Jadi Pelatih Arema..
"Di Tangan Saya Arema Belum Menang? Santai Saja". Begitulah ucapan Joko Susilo, saat ditanya oleh bola.com ketika Arema belum pernah menang pada fase persiapan Piala Presiden hingga laga babak penyisihan Grup B. Arema ditahan 0-0 oleh Gresik United pada laga uji coba. Samsul Arif dkk. kembali meraih hasil imbang, 1-1, ketika menghadapi Persela Lamongan pada penyisihan grup.
Sebenarnya, rekam jejak Joko di turnamen tidak terlalu buruk. Sebagai caretaker, ia pernah mengantarkan Arema juara Piala Menpora 2014. Namun, pada Piala Presiden 2015, Joko gagal membawa Arema ke partai puncak. Satu-satunya harapan adalah menjaga asa pemain untuk mendapatkan uang 1 miliar rupiah dari hadiah tempat ketiga. Ia akan membuktikan hal itu lewat bentrok melawan Mitra Kukar, Sabtu (17/10/2015) di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali.
"Saya berusaha maksimal supaya pemain tetap bersemangat," kata pelatih berusia 44 tahun itu.
Joko tak masalah bila pemain Arema 'mata duitan' dan terang-terangan mengincar hadiah. Pasalnya, kondisi sepak bola saat ini memaksa para pemain mencari rezeki dari berbagai pintu. Termasuk soal tarkam. Joko permisif terhadap pemain yang mengikuti tarkam.
Pertaruhan Joko pada duel terakhir Arema di Piala Presiden cukup besar. Bila ia gagal, tentu jabatan berisiko terlepas, apalagi kalau manajemen punya kandidat baru. Soal kemungkinan itu, Joko pasrah. Ia tak mau memikirkan terlalu jauh. Saat ini, ia hanya ingin bekerja dan terus bekerja untuk Arema. Slogan ala Kabinet Kerja Jokowi-JK itu ia tanamkan saat menemani Cristian Gonzales cs. berjuang.
"Ya, bekerja, bekerja, dan bekerja. Tentunya untuk sepak bola dan Arema."
"Kalau saya dipecat dari pelatih, saya jadi asisten lagi. Kalau tak jadi asisten pelatih tim senior, saya akan melatih akademi. Kalau tak ada kesempatan melatih akademi Arema, maka saya akan menjadi suporter, Aremania," Joko menutup pembicaraan.
Baca Juga:
Joko Susilo: Sekarang dan Selamanya Saya Tetap Arema
Disingkirkan Sriwijaya, Pelatih Arema: Pemain Panik dan Gugup