Bola.com, Jakarta - Bulan November selalu menjadi bulan kebahagiaan bagi Persija Jakarta. Tanggal 28 November 1928 Tim Macan Kemayoran resmi terbentuk. Setiap tahun pengurus serta suporter selalu menggelar perayaan untuk mengenang sejarah panjang perjalanan tim ibu kota di pentas sepak bola Tanah Air. Tahun ini terasa berbeda. Suasana duka lebih terasa.
Penyebabnya tiada lain meninggalnya Sinyo Aliandoe. Pria kelahiran Larantuka, Flores Timur, 1 Juli 1938 menghembuskan napas terakhir pada Rabu (18/11/2015) karena sakit jantung.
Baca Juga
Sosok Sinyo Aliandoe tak terpisahkan dengan Persija Jakarta. Ia sosok legenda sesungguhnya Tim Macan Kemayoran. Di klub tersebut sukses sebagai pemain dan pelatih.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai pemain, Sinyo salah satu kartu truf nahkoda legendaris Persija, dokter gigi Endang Witarsa, di era 1960-1970. Sistem
permainan ofensif 2-3-5 ala Endang membutuhkan penyerang-penyerang dengan skill individu mumpuni dan prima.
Di era tersebut Endang memberdayakan banyak pemain belia hijau pengalaman usia 16 hingga 19 tahun. Sinyo, yang berposisi sebagai gelandang, disebut Endang pemain yang disiplin, ulet, dan punya kemauan keras untuk sukses.
"Pemain-pemain muda seperti Anjas Mara, Yudo Hadiyanto, Iswadi Idris, Sinyo Aliandoe, adalah pemain-pemain muda yang amat penting perannya bagi Persija. Saya banyak mendapat kritikan karena memberi kesempatan mereka bermain di tim utama. Tapi, saya tetap pada pendirian saya dan meyakini Persija harus melakukan sebuah revolusi untuk bisa sukses," kata almarhum Endang Witarsa, dalam buku 50 tahun Persija.
Pasukan muda Persija menjadi kampiun kasta elite Perserikatan edisi 1964 dengan rekor wah, tak pernah kalah dan rekor gol yang sensasional. Menjalani delapan pertandingan Persija menang tujuh kali dan sekali meraih hasil imbang. Sepanjang kompetisi
Perserikatan Tim Jingga mencetak 34 gol dan hanya kebobolan tiga gol saja!
Salah satu kemenangan sensasional adalah kala Sinyo cs. menghantam Persebaya 4-1 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan. Skor itu kemenangan telak pertama Persija terhadap rival utama mereka di perserikatan era 1960-an. Tim Bajul Ijo merupakan juara bertahan perserikatan edisi sebelumnya.
Selepas kesuksesan itu, Sinyo dan pemain-pemain belia Persija lainnya diboyong Endang ke timnas. Namun, karier Sinyo yang berposisi sebagai gelandang tidak panjang. Ia pensiun di awal 1970 setelah mengalami cedera patah tulang pergelangan kaki.
Seusai gantung sepatu, Sinyo memulai karier baru sebagai pelatih. Tangan emasnya membawa tuah.
Di musim debutnya sebagai pelatih tahun 1973, Sinyo langsung mempersembahkan juara. Pertandingan penutup perserikatan, Persija vs Persebaya, penuh drama. Duel puncak melibatkan banyak pemain top pelanggan timnas kala itu.
Di kubu Persija ada Sutan Harharah, Oyong Liza, Sofyan Hadi, Iswadi Idris. Sementara di Tim Bajul Ijo bercokol pemain-pemain tenar macam Harry Tjong (kiper), Rudy Bahalwan, Waskito, dan Rusdy Bahalwan.
Persebaya hanya butuh hasil imbang untuk bisa juara. Tapi, siapa sangka mereka harus menerima pil pahit kalah 0-1 melawan rival utamanya di SUGBK. Gol kemenangan Persija dicetak Risdianto.
Bentrok kedua tim sempat berlangsung ricuh. Pemain kedua tim sempat terlibat perkelahian.
Dua tahun berselang, Sinyo kembali mengantar Persija menjadi kampiun perserikatan. Sistem kompetisi berubah. Pertandingan putaran final digelar dengan sistem turnamen. Menariknya, Persija di akhir kompetisi harus berbagi gelar dengan PSMS. Pertandingan final di Senayan berujung rusuh dalam keadaan skor 1-1.
Uniknya usai mempersembahkan dua gelar secara beruntun, Sinyo justu menepi dari Persija. Ia digantikan Marek Janota.
Sinyo Aliandoe mendapat kepercayaan menukangi Timnas Indonesia pada pertengahan 1980-an. Sensasi hampir lolos ke putaran final Piala Dunia 1986. Tim Merah-Putih kandas di ronde pengujung kualifikasi zona Asia. Timnas yang yang dibela pemain-pemain macam Hermansyah, Bambang Nurdiansyah, Zulkarnaen Lubis, serta Dede Sulaiman, dikandaskan Korea Selatan. Pada pertandingan kandang Indonesia kalah 0-2. Di pertandingan tandang penggawa Garuda takluk 1-4.
Di era Galatama Sinyo sempat singgah di Arema. Dengan modal pemain yang terbatas, Sinyo tetap bisa membuat tim Singo Edan menjadi salah satu tim yang paling disegani di era awal kompetisi Galatama. Sinyo pun disebut-sebut sebagai pencetak pertama sistem permainan, taktik, dan karakter Arema.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
2
Memasuki hari tuanya, Sinyo tak lagi aktif melatih klub profesional. Ia lebih sering terlibat aktivitas menjadi pengamat sepak bola yang kritis. Pada 2011, ia sempat ditunjuk FIFA sebagai anggota Komite Normalisasi, untuk menengahi konflik dualisme kompetisi di era kepengurusan PSSI Nurdin Halid. Kala itu Sinyo masih terlihat bugar. Ia sering menjadi narasumber sejumlah media.
Ironisnya, dua tahun terakhir keceriaan Sinyo seperti hilang. Semenjak istrinya Theresia meninggal dunia pada 2013, Sinyo menjadi pribadi yang muram. Ia tinggal di Purnama Residence, Cinere, didampingi seorang perawat.
"Papa tidak mau tinggal bersama kami anak-anaknya. Tidak jelas alasannya. Kondisi Papa menurun pasca mama meninggal dunia. Ia sering limbung dan emosinya meledak-ledak tanpa alasan yang jelas. Ia agaknya terpukul kehilangan belahan jiwa yang menemani hari-hari hampir 40 tahun," tutur Sebastianus Sinyo Aliandoe, putra Sinyo.
Saking limbungnya, cerita tak sedap Sinyo kesasar lupa alamat rumahnya di Depok sempat menghebohkan publik. "Saya sedih baca pemberitaan media. Seakan-akan kami anaknya tidak memedulikannya. Padahal, tidak seperti itu," ungkap Sebastianus.
Lebih sering menyendiri, Sinyo menikmati hari-harinya bareng, Harun Muliana, tetangganya. "Sehari-hari saya yang menemani beliau. Putranya rutin menjenguk dan membujuknya untuk tinggal bareng tapi selalu ditolaknya. Ia seringkali marah jika dipaksa-paksa," ungkap Harun.
Daya ingat pelatih yang pernah melakukan studi banding ke Manchester United pada 1975 itu terus menurun. Ia bahkan sama sekali tidak mengingat momen-momen spesial saat berkarier sepak bola.
"Jangan tanya saya macam-macam ya soal sepak bola. Saya sudah banyak lupa. Usia saya tidak lagi muda," ungkap Sinyo ke bola.com yang sempat menjenguknya pada 15 September 2014.
Bola.com mengajak pelatih yang dikenal galak dan tegas untuk menyaksikan pertandingan kompetisi Indonesia Super League yang mempertemukan Persija melawan Barito Putera di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan. Hanya, terlihat kalau dirinya tidak lagi bisa menikmati jalannya pertandingan.
Saat bersua sejumlah pengurus Persija di tribun VIP, tatapan matanya kosong. Saat disalami, ia terlihat lupa tak mengenali orang-orang yang dikenalnya.
Saat tiba di area VVIP stadion, Sinyo disambut pelukan Ketua Umum Persija, Ferry Paulus. "Selamat datang coach. Selamat menikmati pertandingan," ujar ujar Ferry Paulus, Presiden Persija.
"Saya kaget Om Sinyo tidak mengenali saya lagi, mengingat kami cukup akrab saat saya menjadi pengurus PSSI," imbuh Ferry lebih lanjut.
Tak betah berlama-lama menonton pertandingan, Sinyo minta diantarkan pulang di saat istirahat paruh pertama pertandingan. "Saya capek, mau pulang," kata ayah dua anak tersebut.
Siapa sangka pertandingan Persija vs Barito jadi momen terakhir sang legenda menyaksikan langsung klub yang membesarkannya. Buat pengurus Tim Macan Kemayoran saat kepergian Sinyo Aliandoe ke hadapan Sang Khalik jadi momen yang menyesakan. Klub juga tengah berkubang dalam masalah pelik krisis finansial berkepanjangan.
Persija yang jadi klub pengoleksi 10 gelar kompetisi kasta tertinggi, terbanyak di antara klub lainnya kini seperti limbung. Tim Orange seperti kesulitan mengembalikan momen kejayaan layaknya era Sinyo Aliandoe dahulu.
Selamat jalan, Om Sinyo!
Advertisement