Bola.com, Jakarta - Mungkin Anda heran ketika pertama kali membaca judul tulisan ini. Mungkin pula timbul pertanyaan dalam benak Anda: Ada apa sebenarnya antara Persija Jakarta dengan Muhammadiyah? Apakah Persija menjadi bagian dari dakwah Muhammadiyah? Jawabannya, sama sekali bukan.
Tulisan ini sama sekali bukan membahas tentang dakwah Islam yang dibawa Muhammadiyah. Tetapi, tulisan ini hanya menceritakan sejarah masa lalu Persija dalam sepak bola yang pernah berkaitan dengan Muhammadiyah. Tentunya cerita yang jarang terdengar masyarakat sepak bola Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Lantas apa betul ada cerita antara Persija dengan Muhammadiyah? Mengingat Persija dan Muhammadiyah adalah dua hal yang sangat berbeda. Tim Macan Kemayoran adalah klub sepak bola, sedangkan Muhammadiyah adalah ormas Islam.
Jawabannya, ada. Setidaknya ada dua peristiwa penting yang mengaitkan keduanya.
Yang pertama, dahulu ketika Indonesia belum merdeka saat Persija masih bernama VIJ (Voetbalbond Indonesia Jacatra), Muhammadiyah pernah berbaik hati meminjamkan gedungnya di bilangan Kramat untuk menjadi tempat rapat VIJ. Rapat VIJ itu terjadi pada 20 Oktober 1929.
Kala itu pemuda-pemuda Indonesia memang sedang semangat pasca peristiwa Sumpah Pemuda di tahun 1928. Seluruh elemen bangsa Indonesia bersatu dan saling membantu dengan tujuan utama mewujudkan Indonesia merdeka. Tak peduli apapun latar belakang politik, suku, dan agamanya.
Begitu pula dengan Muhammadiyah yang membantu meminjamkan gedungnya sebagai tempat rapat bond sepak bola VIJ. Pada rapat itu hadir pembesar negeri ini seperti Mohammad Hoesni Thamrin, Otto Iskandardinata, dan pendiri VIJ, Soeri. Langkah Muhammadiyah itu tak lain dan tak bukan adalah untuk membantu perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah lewat sepak bola.
Kebakaran di Pasar Baru
Tulisan budayawan Betawi, Alwi Shahab, yang dimuat harian Republika (edisi 19 Maret 2012) dengan judul "Dari Petojo Lahirlah Persija", menyebut lahirnya bond di tanah Jakarta erat kaitannya dengan tragedi kebakaran di Gang Bunder, kawasan Pasar Baru tempo dulu.
Pada 1928, terjadi kebakaran hebat di Gang Bunder, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai tanda solidaritas, perkumpulan-perkumpulan sepak bola kampung ingin mengumpulkan dana untuk menolong korban.
Ketika hendak memakai Lapangan Hercules di Deca Park (kini bagian dari Monas) perkumpulan sepak bola yang dikelola, Belanda tidak mengizinkannya.
Pada masa kolonial terjadi diskriminasi dalam bidang olah raga, khususnya sepak bola. Warga pribumi yang dijuluki inlanders tidak diizinkan bermain dengan klub-klub sepak bola bentukan Belanda, yang menganggap dirinya kaum elite.
Siapa sangka, niat ingin membantu korban kebakaran kemudian berujung pada berdirinya Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ) pada November 1928. VIJ lahir dari semangat pergerakan dan keinginan merdeka yang kuat dari para pribumi.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
2
Koran Pemandangan pada tahun 1938 membahas berdirinya Voetbalbond Indonesische Jacatra dalam sebuah tulisan berjudul Riwajat VIJ di edisi khusus Sepuluh Tahoen VIJ pada tahun 1938.
Dalam tulisan tersebut, VIJ lahir dari dua ide ketua dua klub bernama STER dan Setiaki. A. Alie dari STER dan Soeri dari Setiaki mempunyai keinginan membuat bond yang khusus untuk para pesepak bola dan klub lokal di Batavia.
Dalam rapat-rapat pendirian bond itu, A. Alie dan Soeri tak sendiri merumuskan ide tersebut. Akhirnya Alie mengundang Batamsche Studeendeu dan Persatoean Medan Sport (PMS) yang diwakili A. Hamid dan A. Gaul.
Tujuan lain dari pembentukan bond tersebut adalah menjadi wadah persatuan klub-klub lokal yang sudah banyak tersebar di Batavia (nama lama Jakarta), sekaligus menjadi salah satu alat perjuangan menuju kemerdekaan melalui jalur sepak bola yang kian populer di berbagai penjuru Nusantara.
Pada 28 November 1928, lahirlah VBB sebagai perserikatan awal yang ada di Batavia. Namun, setelah bond tersebut berdiri, banyak triksi di jajaran elite organisasi. Lepas dari rasa takut akan ancaman Belanda saat menggunakan nama Indonesia, akhirnya pada tanggal 30 Juni 1929 para pengurus sepakat mengganti nama VBB menjadi VIJ (Voetbalbond Indonesische Jacatra).
Tahun 1928 sendiri tetap dipakai sebagai tahun kelahiran dari VIJ oleh para pengurus. Dalam buku 60 Tahun Persija dijelaskan bahwa lahirnya bond VIJ diprakarsai Soeri (Setiaki), A. Alie Soebrata (STER), A. Hamid (MOS), A. Soerodjo (Setiaki), Tamerin (BSVC), R. Soekardi (STER), dan M. E. Asra (STER).
Salah satu klub yang ikut mendirikan VIJ, yaitu PMS (Persatoean Medan Sports), tak setuju dengan nama yang berbau “Indonesia”. Mereka akhirnya memutuskan untuk keluar dari anggota VIJ. Beberapa waktu kemudian, VIJ kebanjiran peminat dengan
ditandai masuknya anggota baru pada tahun 1929, yaitu BSVC serta Tanah Abang.
Bulan Oktober, usaha perjuangan VIJ untuk bisa menjadi wadah sepak bola bagi klub lokal seantero Jakarta terus digelorakan. Selain itu mereka terus berkorespondesi dengan bond-bond daerah lain seperti Bandung, Solo, Mataram, dan Surabaya, VIJ juga melakukan pergerakan dengan tokoh nasional lainnya, yaitu Ir. Soeratin, Otto Iskandardinata, dan Mohamad Hoesni Thamrin.
Propaganda-propaganda VIJ tak pernah berhenti. Usaha keras Soeri dan Soekardi bertemu Ir. Soeratin di Jakarta pada bulan Oktober 1929 menimbulkan suatu pergerakan baru: Indonesia merdeka lewat sepak bola!
Selain itu, lewat rapat propaganda di gedung sekolah Muhammadiyah Kramat, Batavia-Centrum (kini Jakarta Pusat), tanggal 20 Oktober 1929 yang juga dihadiri Otto Iskandardinata, makin memantapkan organisasi VIJ di tanah sendiri, yaitu tanah Betawi.
Keterkaitan VIJ dengan pergerakan nasionalis semakin jelas terlihat dengan hadirnya Mohamad Hoesni Thamrin sebagai beschermheer (pelindung) dari VIJ. Tak berhenti di situ, beberapa tokoh penting nasional seperti Sastroamidjojo, Mr. Hadi, Koesoemah Atmadja ataupun Dr. Moewardi menjadi pelengkap organisasi VIJ.
Pergerakan VIJ tak main-main, apalagi setelah mereka berhasil memaksa M. H. Thamrin membeli sebuah lapangan di Pulo Piun yang masih kawasan Laan Trivelli, atau yang sekarang dikenal dengan Lapangan Petojo. Tahun 1930 Thamrin membangun pagar-pagar di lapangan itu dengan biaya mencapai 2.000 gulden.
Turnamen Segitiga
Yang kedua yang mengaitkan Persija dengan Muhammadiyah seperti berkas riset Abidin Side, mengungkap fakta bahwa setelah Indonesia merdeka, Persija pernah menjadi juara turnamen sepak bola segitiga dalam rangka hari jadi Muhammadiyah ke-40. Turnamen sepak bola itu yang diselenggarakan pada 9-11 Januari 1953. Pesertanya adalah Persija Jakarta, Persib Bandung, dan klub sepak bola dari kalangan etnis Tionghoa, UMS (Union Makes Strength).
Pada pertandingan di hari pertama, Persija mampu mengalahkan UMS dengan skor 4-0. Sehari berselang, UMS bangkit dengan mengalahkan Persib Bandung 5-2.
Di hari terakhir penyelenggaraan turnamen, pertandingan mempertemukan Persija melawan Persib. Stadion Ikada (kini Monumen Monas) yang dijadikan tempat pertandingan, penuh sesak dengan penonton yang hadir. Hadir pula pada pertandingan itu Wilopo (Perdana Menteri RI), Prawoto Mangkusasmito (Wakil Perdana Menteri RI), Suryadarma (Aircommodore), dan Sultan Hamengku Buwono (mantan Menteri Pertahanan RI).
Sebelum pertandingan dimulai, diadakan upacara penyerahan karangan bunga oleh pihak Muhammadiyah kepada kedua kesebelasan. Kemudian dilanjutkan dengan tendangan pembuka oleh Perdana Menteri Wilopo.
Lewat pertandingan yang berjalan seru dan sengit, Persija berhasil menang tipis 3-2 atas Tim Maung Bandung. Kemenangan tersebut mengantar Persija keluar menjadi juara turnamen tersebut.
Uniknya Persija Jakarta dan Muhamadiyah sama-sama merayakan HUT pada bulan November. Tim Macan Kemayoran berdiri pada 28 November 1928, sementara Muhammadiyah pada 18 November 1912.
Advertisement