Sukses


Pelatih Ini Pecahkan Rekor Tangani 5 Klub Tarkam dalam 5 Bulan

Bola.com, Pekalongan - Ketika kompetisi Divisi Utama terhenti akibat pembekuan PSSI, turnamen antarkampung jadi oase bagi ribuan pesepak bola Indonesia. Ajang tarkam yang digelar di beberapa daerah pun diserbu oleh pemain.

Akan tetapi, selama turnamen tarkam digelar, hanya pemain yang sering dapat undangan. Demi menghidupi keluarga, mereka rela melakukan perjalanan jauh untuk mendapat penghasilan. 

Mayoritas pemilik klub tarkam dan penonton lebih tertarik melihat aksi para pemain daripada kiprah pelatih di lapangan. Itu sebabnya tarkam seolah bukan jadi lahan para pelatih. Hanya sedikit dari mereka yang mampu mengais rezeki dari tarkam, salah satunya Gatot Barnowo. Ia laris menangani klub-klub tarkam di seputaran Jateng, salah satunya klub PS Bahurekso di turnamen tarkam GP Ansor Kabupaten Batang. 

Sejak kompetisi berhenti, Gatot diputus kontrak oleh manajemen Persip Pekalongan. Ia sempat menangani PPSM Magelang di Piala Kemerdekaan. Namun, setelah turnamen itu berakhir, ia kembali menganggur. Tapi ia bersyukur rezeki tarkam tetap mengalir di tengah keprihatinannya. Total, sejak Juli 2015, Gatot menangani lima klub tarkam di beberapa turnamen. Menurut Gatot, ini jadi rekor tersendiri. Pasalnya, saat kompetisi berlangsung, ia tak pernah menangani klub tarkam.

"Sejak diputus kontrak oleh Persip, saya sudah tangani lima klub tarkam. Mereka tampil di Piala Bupati Banyumas, Piala Bupati Banjarnegara, Wonosobo, Batang, hingga Magelang. Hasilnya cukup bagus, minimal tim yang saya tangani masuk empat besar," ungkap Gatot.

Mantan pemain PSIM ini mengaku, penghentian kompetisi tak memihak para pelatih. Pasalnya, tarkam lebih menguntungkan para pemain. 

"Kalau pemain masih bisa cari nafkah dari bermain bola. Sementara kami para pelatih jarang diundang membesut tim tarkam, sebab yang dilihat penonton di lapangan si pemain, bukan pelatihnya. Panpel tarkam bisa untung besar bila pemain yang datang seorang bintang, penonton pasti berjubel," ujar eks pelatih PSCS Cilacap ini.

Padahal untuk menjadi pelatih dibutuhkan biaya cukup besar guna mencari lisensi. Untuk itu ia berharap konflik sepak bola nasional segera tuntas dan kompetisi jalan lagi. 

"Jadi pelatih tak mudah. Butuh dana besar dan risiko tinggi. Jika klub tak prestasi, pelatih yang dipecat. Kami berharap semoga sepak bola Indonesia bisa pulih kembali. Turnamen besar yang digelar hanya menguntungkan segelintir pemain dan pelatih. Padahal ada ribuan pemain dan ratusan pelatih yang tak terlibat di turnamen itu juga butuh hidup. Jalan satu-satunya dari tarkam," katanya.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer