Bola.com, Sidoarjo - Evan Dimas terkesan ogah-ogahan saat ditanya mengenai tawaran bermain di Jepang. Bukan berartiia tidak minat, karena gelandang serang Surabaya United tersebut mengaku siap bermain di mana saja, asal mendapat izin dari manajemen klubnya.
Jika diminta memilih ke negara mana ia ingin bermain, Evan lebih tertarik tampil di kompetisi Eropa ketimbang Asia macam Jepang. Namun ia menegaskan, bahwa lebih tertarik bermain di Benua Biru bukan berarti ia tidak ingin main di Jepang.
Baca Juga
“Saya sih senang-senang saja kalau bisa main di luar negeri. Apalagi Jepang salah satu raksasa sepak bola Asia. Tapi sejauh ini manajemen belum bereaksi apa pun soal adanya tawaran dari klub Jepang. Karena itu, lebih baik saya pilih menunggu,” jelas Evan.
Advertisement
Baca Juga
Evan mengaku siap bergabung dengan klub Jepang jika manajemen merestuinya. Ia juga tak akan menolaknya apabila CEO Surabaya United Gede Widiade dengan senang hati melepasnya. “Semua tergantung manajemen dan Pak Gede,” kata gelandang serang kelahiran Surabaya, 13 Maret 1995 itu.
Di tengah kondisi sepak bola Indonesia karut-marut seperti saat ini, karier pemain jebolan Timnas Indonesia besutan Indra Sjafri tersebut memang tak menentu. Ia bahkan harus mengisi kekosongan kompetisi dengan bermain tarkam. Padahal, hal ini sangat membahayakan dirinya.
Talenta besar serta kariernya sebagai pesepakbola bisa saja tamat lebih cepat karena tarkam tak mengindahkan banyak regulasi tentang standar keamanan pemain. Tak sedikit pemain yang harus absen di turnamen resmi, atau bahkan menutup kariernya lebih dini akibat cedera parah yang dialaminya.
Sebuah kerugian yang ternilai bagi Evan jika terlalu sering mengeksploitasi dirinya di turnamen-turnamen berskala amatir semacam ini. “Saya sadari itu, dan saya sangat tahu risikonya. Karena itu, saya serahkan semuanya pada manajemen,” tutur Evan.
Evan Dimas sendiri tak menyesali keputusan manajemen atau dirinya sendiri untuk tetap bermain di Indonesia saja. “Kalau bertahan di Indonesia dengan status pengangguran tentu saya tidak mau. Jadi kalau di Indonesia saja, minimal ada turnamen berlevel ISL,” katanya.