Bola.com, Jakarta - Mengulik sisi unik sepak bola Indonesia pada masa lalu seolah tak ada habisnya. Pada seri sebelumnya, bola.com mengangkat sepak terjang para sarjana, mahasiswa, dan dokter di PS Sari Bumi Raya pada kompetisi Galatama 1981 hingga 1983.
Cerita menarik lain adalah pentingnya musik bagi pesepak bola. Pada era sekarang, pemain-pemain top Indonesia tak lepas dari gadget lengkap dengan earphone dengan lagu-lagu pop, hip-hop, atau rock.
Baca Juga
Advertisement
Pemain pada tahun 1980-an juga melakukan hal yang sama. Bedanya, pada waktu itu, lagu raja dangdut Rhoma Irama selalu mendominasi. Terutama saat pemain berada di bus menjalani tur tandang atau perjalanan ke stadion saat melakoni pertandingan kandang. Maklum, Rhoma Irama sedang meroket pada era tersebut, baik lewat lagu maupun film.
“Lagu yang diputar kalau tur tandang selalu dangdut dari Rhoma Irama. Maklum, pemain bola zaman dahulu sukanya lagu dangdut. Lagu yang merakyat dan menghibur,” ucap eks pemain Sari Bumi Raya, Agus Santoso.
Kumpulan album Soneta yang jadi karya terbaik Rhoma Irama, mulai dari Santai (1977), Begadang (1978), Sahabat (1980), hingga album fenomenal bertajuk Judi (1989), sangat akrab di telinga para pemain dan pelatih. Selain Rhoma, lantunan musik para biduanita top era itu, Elvi Sukaesih, Rita Sugiarto, dan Ellya Khadam juga menjadi favorit para pemain.
"Mungkin sama seperti pemain sepak bola sekarang, banyak juga yang suka dangdut koplo. Dahulu, musik jadi satu-satunya hiburan pemain. Kami selalu membawa kaset dangdut saat tur keluar kota," sambung Agus.
Rekan seangkatan Agus, Sudaryanto, jadi ketagihan menyanyi sampai sekarang, semenjak tradisi mendengarkan musik di klub tahun 1980-an. Tradisi itu berlanjut sampai ia membela PSIS Semarang dan juara Kompetisi Perserikatan 1987.
"Hiburan paling murah dan simpel itu menyanyi. Sekarang mungkin sudah beda karena hiburan lebih banyak. Mayoritas pemain sepak bola 1980-an suka dangdut khususnya Rhoma Irama, tapi banyak juga yang mendengarkan lagu pop Pance Pondaag atau Koes Plus yang berjaya tahun 1970-an," tutur Sudaryanto, eks gelandang Sari Bumi Raya, PSIM Yogyakarta, dan PSIS Semarang.
PS Sari Bumi Raya merupakan pionir klub Galatama yang berdiri pada tahun 1976. Klub itu milik Junarsono, anak Ketum PSSI 1975-1977 Bardosono dan bermarkas di Bandung dan Yogyakarta. Sari Bumi Raya bubar pada tahun 1984 setelah pada 1983 vakum.