Bola.com, Jakarta - Banyak pemain Indonesia mencoba peruntungan di klub Malaysia. Ada yang sudah teken kontrak, ada pula yang masih seleksi. Hal itu disebabkan situasi sepak bola Indonesia yang memang belum kondusif, baik kompetisi maupun timnas.
Bila pemain Indonesia baik lokal maupun asing memburu Liga Malaysia, pelatih di Indonesia yang ingin mengambil lisensi pelatih AFC bisa merapat ke Brunei Darussalam. M. Yusuf Prasetyo, mantan pemain Timnas U-17 Pra Piala Asia 2005, yang kini melatih di Indonesia Rising Stars Soccer School adalah salah satu pelatih muda yang mendapat lisensi C AFC dari Brunei Darussalam.
Baca Juga
"Sewaktu PSSI menggelar kursus AFC diprioritaskan untuk pelatih ISL dan Divisi Utama, jadi kami yang melatih SSB harus masuk daftar tunggu. Saat itu juga saya langsung mengirimkan pendaftaran kursus di federasi sepak bola Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam. Brunei merespons paling cepat dan saya memutuskan berangkat pada juni 2014," kata Yusuf yang seangkatan dengan Ramdani Lestaluhu di timnas junior.
Advertisement
Baca Juga
Yusuf menjelaskan ada beberapa keuntungan bila pelatih muda Indonesia berguru di Brunei. Pertama, dari segi biaya tidak mahal bila dibanding dengan negara Asia Tenggara lain di luar Indonesia. Berdasarkan pengalamannya, untuk menjalani kursus sekitar satu bulan, ia menghabiskan Rp 20 juta. Biaya kursus di Federasi Sepak Bola Brunei sudah meliputi akomodasi dan makan.
"Kalau dihitung dengan tiket dan uang saku bisa lebih dari jumlah itu. Kalau di Malaysia dan Thailand lebih mahal lagi, peserta harus mencari akomodasi dan transportasi sendiri, jadi bila dihitung akan lebih mahal," kata lulusan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
Selain faktor biaya, kelebihan mengikuti kursus di Brunei adalah tambahan ilmu dari segi bahasa. Di Brunei, kursus di kelas maupun lapangan menggunakan bahasa Inggris. Sedangkan di Indonesia, PSSI menyediakan penerjemah. Meski memudahkan dalam menyerap materi, tantangan jadi berkurang.
"Mau tidak mau saya harus lebih giat belajar bahasa Inggris. Bagi saya hal itu wajib untuk bekal masa yang akan datang," imbuhnya.
Selain kedua faktor tersebut, menurut Yusuf, sepak bola Brunei sedang getol membangung kualitas pelatih. Jadi, federasi membuka lebar kesempatan kursus karena memang dari segi SDM untuk sepak bola di sana masih kurang. Bahkan, untuk menarik minat warga Brunei, federasi melakukan promosi ke kampus-kampus.
"Dari hasil diskusi, setelah sanksi FIFA dicabut, saat ini Brunei fokus membangun kualitas pelatih lokal dan infrastruktur," ucap dia.
Yusuf menyarankan kepada pelatih muda Indonesia khususnya SSB yang berniat memburu lisensi kepelatihan AFC untuk merapat ke Brunei. "Tidak akan menyesal belajar di sana. Apalagi bagi pelatih SSB, akan ada banyak pengalaman berharga. Di sisi lain, bila sanksi FIFA untuk Indonesia dicabut, belum tentu juga pelatih SSB dapat jatah kursus karena harus antre," tegas Yusuf.
Bila ingin melanjutkan kursus ke level B dan A, Yusuf harus menunggu sampai sanksi Indonesia dicabut FIFA. "Saya sudah menghubungi federasi India dan Brunei beberapa bulan lalu. Tetapi ada konfirmasi dari AFC bahwa peserta kursus dari Indonesia tidak boleh karena sanksi FIFA," jelas Yusuf.