Bola.com, Malang - Setelah bertahan cukup lama menunggu konflik sepak bola nasional yang tak kunjung reda, akhirnya Choirul Huda menyerah juga. Asisten pelatih Perseru Serui ini terpaksa membuka bisnis kuliner kecil-kecilan di Kepanjen, Kabupaten Malang. Warung Soto Lamongan yang diberi nama LA itu, kata Choirul Huda, solusi terakhir untuk menyambung hidup keluarganya.
"Saya hanya menggantungkan hidup dari sepak bola. Istri juga tidak bekerja. Apalagi tabungan kami makin menipis untuk makan sehari-hari. Sebelum semua uang habis, akhirnya saya memutuskan untuk buka warung soto ini," ungkap Choirul Huda.
Menu masakan soto jadi pilihannya karena praktis dan disukai banyak orang. Padahal, Choirul Huda mengaku sama sekali tak punya keahlian memasak soto khas Lamongan. Bagi Choirul, hal itu tak menjadi masalah daripada dia menganggur. Maklum, sejak kompetisi ISL berhenti, Perseru memilih vakum dari turnamen.
Advertisement
Baca Juga
"Ada desakan dari istri dan keluarga besar untuk mencari penghasilan lain, lalu saya memberanikan diri banting setir. Jujur saja, saya tak punya keahlian memasak. Akhirnya ibu saya rela datang dari Lamongan ke Malang hanya untuk mengajari masak soto. Usaha ini saya anggap spekulasi, daripada kami tak dapat penghasilan sama sekali," tutur dia.
Choirul Huda sengaja memilih soto Lamongan dengan nama LA karena dia memang asli dan lahir di kota markas Persela itu. "Saya lahir dan besar di Lamongan. Rumah saya sebelah timur Stadion Surajaya, kandang Persela. Masuk ke utara, kira-kira satu kilometer dari jalan raya," imbuhnya
"Nama LA karena ini sudah jadi akronim yang akrab di telinga pencinta sepak bola. Bahkan dijadikan nama kelompok suporter Persela, LA Mania. Semoga usaha ini lancar dan barokah," kata Choirul.
Sosok yang namanya identik dengan kiper Persela Choirul Huda ini juga tak mau berandai-andai sepak bola Indonesia bangkit lagi lewat Indonesia Super Competition (ISC).
"Yang ada di benak saya bagaimana kehidupan keluarga tetap lancar. Soal ISC 2016, saya tak terlalu berharap karena proses menggelar ISC masih butuh waktu panjang. Tarik menarik antara pihak yang berseteru juga masih akan terjadi. Hanya tangan Tuhan yang bisa membuat sepak bola Indonesia hidup lagi," katanya.