Bola.com, Makassar - Sejak bergabung di PSM Makassar pada 2011, Rasyid Bakri (25) tetap setia berseragam Juku Eja meski di setiap awal musim sejumlah klub gencar menggodanya.
Rabu (2/3/2016), eks gelandang Timnas U-23 itu membuktikan komitmennya dengan meneken surat perpanjangan kontrak selama semusim di PSM.
Sebagai putra asli Makassar, Rasyid terobsesi membawa PSM juara di level elite nasional. Prestasi yang tidak pernah lagi diraih tim Juku Eja sejak jadi juara Liga Indonesia 1999-2000.
Selain membawa PSM juara, Rasyid juga menyimpan sejumlah asa sebagai pesepak bola. Apa saja? Berikut penuturan Rasyid kepada bola.com di Sekretariat PSM, Makassar, Kamis (3/3/2016).
Advertisement
Baca Juga
Bagaimana perasaan Anda kembali berseragam PSM musim ini?
Sebagai orang Makassar, saya pasti senang dan bangga. Saya ucapkan terima kasih kepada manajemen dan pelatih yang tetap percaya dengan kemampuan saya. PSM adalah klub impian pesepak bola Makassar termasuk saya.
Kapan Anda mulai mencintai PSM?
Sejak masih kanak-kanak. Pada usia sembilan tahun, saya menyaksikan PSM juara Liga Indonesia tahun 2000 lewat televisi. Saat itu, saya sangat terinspirasi dengan permainan kapten PSM, Bima Sakti. Terutama karakter permainannya yang keras, tapi tanpa kartu dalam semusim. Saya bermimpi suatu saat bisa bertemu langsung dengan Bima Sakti.
Keinginan itu baru terwujud belasan tahun kemudian justru saat Bima tidak lagi bersama PSM. Setiap Bima dan timnya bermain di Makassar, saya pasti menemuinya untuk menimba ilmu dan pengalaman. Sebagai pemain senior, Bima pantas jadi anutan buat pemain muda.
Masih ingat momen pertama kali menginjakkan kaki di Stadion Andi Mattalatta Mattoangin?
Saya punya kenangan khusus saat pertama kali ke Stadion Andi Mattalatta. Pada 2004, saya jadi anak gawang pertandingan PSM melawan PSS Sleman. Saya bisa menyaksikan langsung permainan Syamsul Chaeruddin, pemain kebanggaan Kabupaten Gowa, tanah kelahiran kami.
Seperti Bima, Syamsul adalah inspirator saya. Apalagi, saya dan Syamsul bersepupu. Dia juga banyak membimbing saya bagaimana menjadi seorang gelandang yang baik. Saya banyak belajar dari sikap pantang menyerah dan tampil total di lapangan hijau ala Syamsul.
Tujuh tahun setelah jadi anak gawang, saya akhirnya berjalan di lorong stadion sebagai pemain starter PSM. Kala itu PSM menjamu Persiba Bantul di Liga Primer Indonesia 2011. Ini pengalaman luar biasa. Saya malah sulit tidur ketika diberitahu pelatih bakal jadi pemain inti pada pertandingan itu.
Kembali ke PSM di era kini, peluang jadi starter di PSM terbilang berat. Bagaimana menyikapinya?
Memang saat ini tidak mudah jadi starter di PSM. Apalagi di posisi saya masih ada Syamsul, Ardan (Aras), dan Alex Silva. Tapi, saya yakin dengan kerja keras, suatu saat kesempatan akan tiba. Apalagi coach Luciano Leandro selalu menekankan kepada kami bahwa setiap pemain punya peluang sama untuk tampil.
Sejauh mana Anda melihat pengaruh Luciano Leandro dalam tim?
Saya baru melihat aksi Luciano Leandro ketika dia membawa Persija Jakarta juara Liga Indonesia 2001. Saya sangat suka gaya mainnya yang aktraktif dan menghibur. Melihat aksinya, saya mendapat tambahan inspirasi selain Bima karena gaya main mereka berbeda. Makanya, saya berambisi bisa menggabungkan aksi keduanya di lapangan plus permainan spartan ala Syamsul. Ha..ha..ha..
Terakhir, selain membawa PSM juara, apa keinginan Anda yang lain?
Saya ingin memberangkatkan orangtua naik haji dan ingin kembali berkostum tim nasional Indonesia. Hal itu bisa tercapai bila saya tampil baik di PSM Makassar untuk bersaing jadi juara di Indonesia Soccer Championship A 2016.