Bola.com, Jakarta - Nasib seseorang tak ada yang tahu. Tak terkecuali mereka yang berprofesi sebagai pelatih sepak bola di kompetisi Indonesia. Sebagai manusia biasa, garis kehidupan mereka sudah ditentukan Tuhan. Ibarat roda yang berputar, kehidupan pelatih juga kadang di atas, terkadang di bawah.
Kerasnya persaingan di kompetisi Tanah Air akibat tingginya ekspektasi dari suporter atau bahkan dari manajemen klub sendiri, kerap membuat pelatih mengangkat bendera putih menyatakan mundur dari klub yang sedang dilatihnya.
Baca Juga
3 Fakta Miring Timnas Indonesia Selama Fase Grup yang Membuat Pasukan STY Limbung Lalu Hancur di Piala AFF 2024
Deretan Hal yang Membuat Rekam Jejak Timnas Indonesia Layak Dapat Pujian Meski Gagal di Piala AFF 2024
3 Penyebab Timnas Indonesia Gagal Total di Piala AFF 2024: Tidak Ada Gol dari Pemain Depan!
Ketidakcocokan dengan lingkungan atau manajemen klub, bahkan pemain sendiri, terkadang juga jadi alasan seorang pemain memilih mengakhiri kontraknya lebih cepat.
Keputusan mundur atau berpisah dari klub yang sedang dilatihnya kerap kali datang tiba-tiba dan jadi kejutan pencinta sepak bola Indonesia. Tak peduli klub yang dilatihnya itu baru saja dibawanya memenangi gelar juara. Tak peduli ia baru saja dielu-elukan berkat prestasinya itu.
Advertisement
Baca Juga
Hal itu seperti yang dialami Jafri Sastra. Pelatih asal Sumatra Barat itu memutuskan berhenti dari jabatannya sebagai arsitek tim Mitra Kukar, selepas gagal di Piala Gubernur Kaltim. Padahal, hanya berselang sebulan sebelumnya Jafri belum lama ini membawa tim Naga Mekes menjuarai Piala Jenderal Sudirman.
Di sisi lain, banyak pula kasus perpisahan pelatih dengan klub yang dilatihnya disebabkan karena keputusan manajemen. Performa yang memburuk dari tim yang baru saja dibawa merebut gelar membanggakan, mayoritas jadi alasan penghentian hubungan kerja sama itu.
Kasus-kasus semacam itu beberapa kali terjadi di kompetisi Indonesia. bola.com mencatat setidaknya ada lima pelatih yang terpaksa berpisah dengan klub yang dilatihnya, tak lama setelah membawa klubnya memenangi sebuah gelar. Siapa saja mereka? Berikut daftarnya:
1. Jaya Hartono
Seusai membawa Persik Kediri juara Divisi I 2002 dan Liga Indonesia 2003, kebersamaan Jaya Hartono dengan tim itu selesai tengah musim berikutnya atau tepat pada pertengahan putaran kedua musim 2004. Penurunan performa menjadi alasan pelatih itu terdepak dari kursinya.
Manajemen Persik saat itu menilai Persik harus diselamatkan. Alasannya kiprah tim berjulukan Macan Putih itu hanya mampu menjadi penghuni peringkat sembilan Wilayah Timur Liga Indonesia Divisi Utama. Akibatnya Persik gagal lolos ke babak 8 besar untuk berusaha mempertahankan gelar juara bertahan.
Jaya Hartono pun tidak ada alasan lain kecuali menerima pemecatan tersebut. Maklum, selain kurang gereget di kompetisi domestik, Persik juga tidak berdaya saat bertanding di Liga Champions Asia (LCA). Bahkan Persik sempat jadi bulan-bulanan Seongnam Ilhwa Chunma dengan kekalahan skor 0-15!
Usai menganggur sekitar enam bulan lebih, Jaya Hartono akhirnya direkrut Persiba Balikpapan. Setelah itu berturut-turut pernah melatih Deltras Sidoarjo, Persib Bandung, Persiram Raja Ampat, hingga sekarang jadi nahkoda Persepam Madura Utama di ISC B 2016.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
2
2. Rahmad Darmawan
Gelar juara kompetisi kasta tertinggi level nasional ternyata tidak cukup untuk menahan kepergian Rahmad Darmawan dari Persipura Jayapura. Sejarah mencatat RD, panggilan akrab pelatih yang sekarang melatih Terengganu FC 2 di Liga Malaysia itu, pernah langsung hengkang begitu mengantarkan Persipura Jayapura juara Liga Indonesia musim 2005.
Seusai final Divisi Utama 2005 itu Rahmad Darmawan dielu-elukan publik Papua karena berhasil mengantarkan Tim Mutiara Hitam mengalahkan Persija Jakarta dengan skor 3-2. Tetapi, kebahagian dan euforia itu tidak bertahan lama. Penyebabnya Rahmad Darmawan langsung menerima pinangan Persija untuk melatih klub itu di musim berikutnya.
Â
Â
Alasan Rahmad Darmawan saat itu karena mendapat tugas langsung dari kesatuannya di TNI AL untuk melatih Persija. Seperti diketahui sebelum beberapa waktu lalu pensiun dini, Rahmad Darmawan aktif sebagai anggota militer di TNI AL. Oleh karena itu ketika mendapat tugas dari kesatuannya untuk melatih suatu klub, Rahmad Darmawan tidak bisa menolak, meski terhitung masih menikmati bulan madu kesuksesan bersama Persipura.
Keputusan Rahmad Darmawan saat itu selain karena perintah dari TNI AL, juga karena ada instruksi atau pendekatan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Sutiyoso. Sosok yang memiliki latar belakang TNI AD itu melakukan pendekatan dengan petinggi TNI AL untuk mendatangkan Rahmad Darmawan agar bisa melatih Persija.
Ketika itu Rahmad Darmawan diharapkan menularkan suksesnya di Persipura ke Persija. Hal itu bisa dimaklumi karena Persija begitu bernafsu untuk mengejar kembali gelar juara yang pernah didapat pada musim 2001.
Sayangnya bersama Tim Macan Kemayoran, RD gagal berprestasi. Persija tak bisa mengulang kisah sukses jadi runner-up di LI dan Piala Indonesia musim sebelumnya. Kegagalan ini disebabkan kurang cekatannya manajemen Persija memburu sejumlah pemain rekomendasi sang mentor.
Advertisement
3
3. Daniel Roekito
Kebersamaan antara Daniel Roekito dan Persik Kediri harus berakhir seusai penyisihan grup Liga Indonesia 2007. Pelatih asal Rembang itu memilih mundur dari jabatannya sekaligus tidak ingin diperpanjang kontraknya sebagai juru latih Persik.
Padahal, pada 2006 Daniel Roekito dianggap sukses dengan kembali mengantarkan Tim Macan Putih juara Liga Indonesia 2006. Hal itu mengulang prestasi juara yang diraih pada Liga Indonesia 2003 ketika dilatih Jaya Hartono. Dari referensi yang ada ketika itu, Daniel Roekito memilih berpisah dengan Persik karena merasa sudah tidak ada tantangan. Ia juga menyebut ingin mendampingi istrinya di Yogyakarta yang sedang sakit kanker.
Total, Daniel Roekito baru dua tahun melatih Persik pada 2006-2007 dan gelar juara pada 2006 dianggap sudah cukup buat riwayat prestasinya sebagai pelatih. Pada 2007 Daniel Roekito juga sempat membuat kejutan di Liga Champions Asia (LCA).
Saat itu Persik tidak terkalahkan dalam pertandingan kandang penyisihan grup. Dalam tiga pertandingan kandang di Stadion Manahan, Solo, Persik mengalahkan Shanghai Shenhua (China) dan Sydney FC (Australia) serta menahan imbang Urawa Reds (Jepang). Meski begitu, Persik belum mampu lolos ke fase gugur.
4
4. Kas Hartadi
Kas Hartadi pernah mengejutkan jagat sepak bola Indonesia ketika membawa Sriwijaya FC (SFC) juara ISL 2011-2012. Saat itu awalnya tidak ada yang memperhitungkan SFC bisa menjadi juara kompetisi. Namun, di akhir musim saat ISL dianggap kompetisi ilegal oleh PSSI itu, Kas Hartadi mampu menjawab kepercayaan manajemen.
Untuk pertama kalinya SFC meraih gelar juara kompetisi, setelah beberapa musim sebelumnya hanya selalu mampu menjadi juara Piala Indonesia bersama pelatih Rahmad Darmawan. Tidak heran bila akhirnya Kas Hartadi sempat mendapat julukan Kashardiola, merujuk kepada Josep Guardiola, pelatih Barcelona yang sedang jaya-jayanya.
Tetapi, semua kisah manis itu langsung berantakan setelah kompetisi selesai. Penyebabnya tidak lain adalah tunggakan gaji yang dilakukan manajemen terhadap pelatih dan pemain, hingga sempat ada pemogokan berlatih. Dalam persiapan ISL 2013 itu situasi makin gawat yang pada akhirnya Kas Hartadi terdepak dari kursinya sebagai pelatih.
SFC langsung bergerak cepat dengan mengontrak pelatih asal Pasuruan, Subangkit. Sebaliknya, Kas Hartadi memilih pulang ke Sukoharjo dan melatih akademi sepak bola yang dimilikinya. Kas Hartadi sempat melatih Pusamania Borneo FC, yang mampu dibawanya menembus semifinal Piala Jenderal Sudirman, dan kini membawa Persik Kediri berada di puncak klasemen sementara Grup 6 ISC B 2016.
Advertisement
5
5. Jafri Sastra
Entah apa yang ada dalam benak pengurus dan manajemen Mitra Kukar. Mereka secara mengejutkan mengabulkan permintaan mundur sekaligus tidak memperpanjang kontrak pelatih Jafri Sastra. Dengan begitu, perpisahan ini jaraknya tidak lebih dari dua bulan, setelah Jafri Sastra berhasil membawa Mitra Kukar menjadi juara Piala Jenderal Sudirman 2015.
Seperti diketahui di final Piala Jenderal Sudirman 2015, pada 24 Januari 2016, Mitra Kukar berhasil mengalahkan Semen Padang dalam pertandingan yang sengit dan seru. Kemenangan Mitra Kukar itu tidak diprediksi sebelumnya, karena Semen Padang lebih banyak diunggulkan. Tetapi, tangan dingin Jafri Sastra ternyata mampu memberi gelar juara turnamen bergengsi buat Mitra Kukar.
Perpisahan antara Jafri Sastra dan Mitra Kukar ini sudah mulai tercium saat tim kebanggaan Mitra Mania ini tersingkir dari penyisihan grup Piala Gubernur Kaltim. Bongkar pasang pemain, baik lokal maupun asing, ternyata membuat performa Mitra Kukar berantakan. Salah satu yang membuat kekuatan Mitra Kukar tergerus adalah dilepasnya striker tajam asal Brasil, Patrick Dos Santos.
Bahkan setelah Mitra Kukar gagal melaju ke semifinal Piala Gubernur Kaltim, kapten tim Rizky Pellu juga tidak berupaya keras dipertahankan manajemen tim hingga akhirnya memilih berlabuh di PSM Makassar. Alhasil tidak berselang lama, tepatnya Kamis (10/3/2016), Jafri Sastra memutuskan mundur dari kursi kepelatihan.
Manajemen Mitra Kukar sejauh ini menduga keputusan mundur Jafri Sastra itu karena tidak sreg dengan komposisi pemain yang direkrut manajemen. Itulah mengapa Jafri Sastra memutuskan hengkang dan manajemen tidak berupaya mempertahankan sang pelatih.
Tak lama kemudian, Jafri Sastra menerima pinangan manajemen Persipura untuk mengarsiteki tim di Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 Presented by IM3 Ooredoo.
Â