Sukses


Eks Kapten Timnas Banting Setir Jadi Peternak Ikan dan Burung

Bola.com, Solo - Sosok Wahyu Wijiastanto mencuat kala dualisme PSSI terjadi di Tanah Air pada 2011-2012. Ketika itu, dualisme berimbas pada Timnas Indonesia. Wahyu, yang saat itu membela Persiba Bantul, ditunjuk jadi kapten timnas.

Belakangan, sosoknya jarang terlihat di pentas sepak bola Indonesia. Konflik yang terjadi antara PSSI dan Menpora Imam Nahrawi membuat gerahnya gerah. Pemain berposisi bek sentral itu memutuskan istirahat dari dunia olah bola.

"Kalau melihat kondisi sekarang sepertinya saya sudah tidak ingin bermain bola. Kemarin sebenarnya diajak bang Eduard Tjong ke Persiba (Balikpapan), namun saya tolak," kata Tanto, panggilan akrab Wahyu Wijiastanto, kepada bola.com.

Pemain kelahiran Karanganyar 29 tahun silam itu mengawali karier profesional di Persis Solo pada kompetisi Divisi Utama 2007-2008. Dua tahun berselang dia hijrah ke Persiba Bantul. Di klub berjuluk Laskar Sultan Agung itulah pemain berpostur tinggi menjulang tersebut meraih puncak karier.

Tanto jadi kapten tim dan membawa Persiba Bantul promosi ke pentas Liga Super Indonesia (ISL). Selain itu, dia juga merasakan kostum Timnas di pentas Asian Games, Piala AFF 2012 serta Kualifikasi Piala Dunia 2014.

Meski gantung sepatu, bukan berarti mantan pemain Semen Padang itu lantas menganggur. Tanto memilih berkonsentrasi bisnis ikan di daerah Beringin, Salatiga, Jateng. Dunia tersebut digelutinya sejak beberapa tahun silam.

Tanto menjelaskan ada tiga jenis ikan yang dikembangkan, yakni lele, nila serta bawal. Dengan penjualan sistem borongan per kolam, dia mendapat keuntungan yang cukup besar.

"Kira-kira 2,5 sampai 3 bulan mulai panen. Lumayan dua minggu sekali bisa untung Rp 10 jutaan. Bisnis kolam lebih menjanjikan ke depan," tuturnya.

Selain ikan, Tanto juga dekat dengan dunia burung. Berawal dari hobi, pemain jebolan Diklat Salatiga itu juga menjual beberapa burung, seperti jenis love bird.

Meski penghasilan mencukupi dari bisnis ikan, Tanto berharap kompetisi segera bergulir. Sebab, banyak pemain yang tak memiliki pekerjaan lain selain sepak bola. "Kalau dibandingkan saat dualisme, ya masih mending dulu karena saat itu kompetisi tetap berjalan," ucap Tanto.

 

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer