Bola.com, Jakarta - Persib Bandung, Mitra Kukar, dan Pusamania Borneo FC adalah tiga tim yang meraih juara turnamen, tapi kandas di turnamen berikutnya.
Tiga tim itu juga kompak menelan kegagalan di babak penyisihan. Labbola menganalisis penyebab performa tiga tim tersebut menurun setelah juara turnamen.
Dalam kurun waktu setengah tahun terakhir, panggung sepak bola nasional diramaikan oleh hadirnya berbagai turnamen yang diikuti oleh banyak klub papan atas di Indonesia. Dimulai dari Piala Presiden tahun lalu sampai ajang Torabika Bhayangkara Cup 2016 yang masih berlangsung.
Dari perhelatan turnamen-turnamen tersebut, Persib dan dua tim asal Kalimantan, Mitra Kukar serta Pusamania Borneo FC bergantian meraih predikat juara. Persib menjadi juara Piala Presiden setelah mengalahkan Sriwijaya FC di final. Setelah itu, Mitra Kukar berhasil keluar sebagai pemenang di Piala Jenderal Sudirman, dan disusul oleh Borneo FC yang merengkuh trofi Piala Gubernur Kaltim 2016.
Baca Juga
Advertisement
Namun, yang menarik adalah, setelah meraih juara di satu turnamen, tim-tim juara tersebut kehilangan kekuatan di turnamen berikutnya. Seolah turnamen-turnamen tersebut menciptakan kutukan bagi siapa pun yang meraih gelar juara.
Secara teknis, wajar saja apabila ketiga tim juara tersebut tidak dapat tampil maksimal di turnamen selanjutnya yang mereka ikuti. Ketiga turnamen tersebut berlangsung dalam kurun waktu relatif singkat. Otomatis, tim yang juara pastinya lebih dahulu menjalani pertandingan yang lebih banyak dibandingkan kontestan lainnya.
Contoh pertama terjadi pada Persib. Setelah menjalani 8 pertandingan di Piala Presiden, lantas kandas di babak awal turnamen selanjutnya, Piala Jenderal Sudirman. Hal yang sama terjadi juga pada Mitra Kukar dan Borneo FC.
Faktor lain yang sangat mempengaruhi perbedaan penampilan tim-tim di atas adalah hilangnya pemain-pemain yang sebelumnya menjadi andalan dalam skema permainan tim. Di Piala Jenderal Sudirman, Persib harus kehilangan M. Ridwan, Vladimir Vujovic, dan yang paling vital, Zulham Zamrun.
Ditinjau dari statistik, hilangnya Zulham yang merupakan top scorer Persib di Piala Presiden terlihat berpengaruh. Rataan gol per pertandingan mereka turun lebih dari 50%. Persib tidak menemukan pengganti Zulham yang sepadan sebagaimana mereka merekrut David Pagbe yang cukup mengisi kekosongan pos yang ditinggalkan oleh Vujovic.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Selanjutnya
Hilangnya amunisi utama juga menjadi masalah bagi Mitra Kukar saat mengarungi Piala Gubernur Kaltim. Top scorer mereka di Piala Jenderal Sudirman, Patrick Cruz tidak lagi ada di tim. Yang lebih mengenaskan lagi, amunisi utama lain seperti Syakir Sulaiman dan Monieaga Bagus juga tidak lagi di tim.
Rataan gol mereka juga menurun walaupun secara jumlah penciptaan peluang tidak jauh berbeda dari turnamen sebelumnya. Faktor kelelahan setelah lolos semifinal Piala Presiden dan menjuarai Piala Jenderal Sudirman semakin menambah parah kondisi Mitra Kukar.
Lihat saja bagaimana per pertandingan, Shahar Ginanjar harus dihujani tembakan tepat sasaran yang angkanya 4 kali lipat dari turnamen sebelumnya.
Borneo FC juga setali tiga uang. Tampil solid di Piala Gubernur Kaltim dengan Yoo Jae-hoon di bawah mistar gawang, Ricardo Salampessy mengawal lini belakang, dan Edilson Tavarez di depan. Namun sekarang, ketiganya tidak lagi tampil di Piala Bhayangkara. Statistik Pesut Etam di berbagai aspek langsung menurun drastis.
Di lini serang, penciptaan peluang mereka turun hingga hanya menciptakan 6,3 peluang per pertandingan. Kala bersua Persib, Borneo FC bahkan gagal menciptakan satupun tembakan tepat sasaran. Posisi Salampessy tidak mampu digantikan dengan baik oleh Hisyam Tolle yang sebenarnya adalah seorang gelandang.
Rataan 6 tembakan tepat sasaran yang harus diterima oleh Galih Sudaryono menjadi bukti rapuhnya pertahanan Borneo FC pada ajang Torabika Bhayangkara Cup. Dapat ditarik kesimpulan bahwa gagalnya para juara turnamen di keikutsertaan berikutnya bukan semata-mata karena mitos belaka. Ada faktor teknis yang mempengaruhi, khususnya dalam hal komposisi pemain.
Advertisement