Sukses


Gedung Tua Saksi Lahirnya PSSI dalam Kondisi Menyedihkan

Bola.com, Yogyakarta - Tanggal 19 April 1930 jadi tonggak sejarah sepak bola Tanah Air. Bertempat di Gedung Handeprojo (Soceiteit Handeprojo), Yogyakarta, organisasi bernama Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) berdiri saat itu. Hari ini, tepat 86 tahun berlalu, gedung yang berubah nama menjadi Museum PSSI itu masih berdiri.

Sayang, kondisi monumen yang terletak di utara Stadion Mandala Krida Yogyakarta tersebut seperti kurang terurus. Dari pantauan bola.com, beberapa bagian monumen yang dibuat oleh seniman Yogyakarta, Jayeng Asmoro tahun 1955 untuk memperingati 25 tahun berdirinya PSSI rusak.

Sejumlah atap bangunan di berbagai sisi jebol dan rusak. Kolam di halaman depan juga cukup lama tak berisi air. Dua tahun lalu, revitalisasi tahap pertama monumen tersebut dilakukan.

Memprihatinkan memang, karena bagaimana pun bentuknya sekarang, bagi PSSI, monumen itu tetap punya nilai sejarah tersendiri sebagai saksi bisu berdirinya otoritas tertinggi sepak bola Indonesia. Apalagi, semangat berdirinya PSSI adalah untuk mempersatukan Indonesia dan memperjuangkan kemerdekaan.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) saat itu, Roy Suryo meresmikan revitalisasi gedung utama termasuk Wisma Ir Soeratin Sosrosoegindo yang jadi mess tim PSIM Yogyakarta.

"Selama ini Monumen PSSI digunakan untuk rapat maupun pertemuan agenda sepak bola di Yogyakarta. Saat ada pertandingan sepak bola, temu teknik juga dilakukan di gedung ini," kata Sekretaris PSIM, Jarot Kastowo saat berbincang dengan bola.com.

Jauh sebelum itu, Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIY telah melakukan renovasi besar tahun 2009. Saat itu, Asprov DIY mendapat kucuran dana dari PSSI pusat sebesar Rp 100 juta untuk pembenahan dan renovasi. Tahun itu juga renovasi selesai bersama kantor Asprov PSSI DIY.

Gedung tempat PSSI dilahirkan, tepatnya di gedung Handeprojo, Yogyakarta dalam kondisi menyedihkan. Beberapa bagian rusak, mulai atap dan jendela. (Bola.com/Rommi Syahputra)

Dalam buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebangsaan karangan Eddi Elison, berawal dari penoalakan NIVB (Nederlansche Indische Voetbal Bond) soal keinginan pribumi mengikuti kejuaraan mendorong tokoh sepak bola Yogyakarta untuk bergerak.

Soeratin, Daslam, Anwar Noto, dan lainnya berkumpul membuat sebuah panitia sementara awal april 1930. Ketua ditunjuk H.A Hamid, sekretaris Noto, sementara Soeratin bertugas menghubungi Bond di luar kota seperti Jakarta dan Bandung.

Panitia sementara itu akhirnya mengadakan rapat di Gedung Handeprojo (sekarang Gedung Batik). Pertemuan semacam itu terus dilanjutkan dan berhasil membentuk organisasi PSSI, yang diketuai Ir Soeratin Sosrosogoendo, seorang intelektual yang studi di Jerman.

Patung Soeratin, pendiri PSSI di depan Balai Persis Solo, tempat digelarnya Kongres PSSI pertama periode 1930-1940. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Selain Gedung Handeprojo, Balai Persis Solo yang kini menjadi kantor Persis Solo juga menjadi penanda lahirnya PSSI. Di sanalah tempat digelarnya Kongres PSSI pertama, di mana Soeratin menjadi Ketua Umum periode 1930-1940.

Berbeda dengan Gedung Handeprojo yang kurang terawat, Balai Persis tetap terjaga apik karena saat ini digunakan sebagai kantor manajemen Persis Solo. Di Balai Persis juga dikumpulkan ratusan piala turnamen yang digelar sejak 1923.

''Kami berharap banyak yang lebih memperhatikan perawatan bangunan ini. Keberadaan Monumen PSSI sebagai penanda sejarah sepak bola Indonesia,'' tutur Jarot.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer