Bola.com, Ngawi - Tamat sudah kiprah Persinga Ngawi di pentas ISC B 2016. Komisi Banding (Komding) ISC akhirnya menguatkan SK Diskualifikasi yang dikeluarkan Komdis ISC pada 15 Agustus 2016. Praktis langkah klub asal Ngawi, Jatim, itu terhenti hingga pertandingan ke-9 pada babak penyisihan Grup 5.
Otomatis pula peluang Laskar Ketonggo untuk bersaing ke babak 16 besar pupus di tengah jalan. Padahal, jika runner-up Piala Kemerdekaan 2015 itu tidak didiskualifikasi, mereka punya kesempatan besar mengukir prestasi di turnamen kasta kedua kompetisi garapan PT Gelora Trisula Semesta (PT GTS) itu.
Keputusan Komding ISC itu diikuti surat pemberitahuan dari PT GTS yang ditandatangani Direktur Joko Driyono. Manajer Persinga, Dwi Rianto Jatmiko, mengaku syok dengan kegagalan upaya manajemen mencari keadilan untuk membebaskan klub tersebut dari diskualifikasi.
"Saya terima surat dari Komding tadi malam (Rabu, 17/8/2016) jam 22.00 WIB. Upaya kami sudah maksimal. Kami sekarang pasrah dengan SK Komding tersebut karena banding jadi upaya terakhir kami mencari keadilan. Secara regulasi Komding merupakan peradilan tertinggi di sepak bola kita," tutur Dwi Rianto.
Advertisement
Baca Juga
Langkah berikutnya, lanjut Dwi Rianto Jatmiko, adalah menjelaskan dan terus mengimbau agar pemangku kepentingan sepak bola di Ngawi mulai manajemen, pelatih, pemain, hingga suporter bisa legawa menerima kenyataan ini.
"Secara faktual, kami belum bisa menerima keputusan ini. Kami akan cari celah dari kelemahan aturan yang ada. Terutama untuk memperbaiki nama baik Persinga. Secara internal, semua pihak legawa dan tidak frontal mengungkapkan kekecewaan mereka baik secara verbal maupun lewat media sosial," ujarnya.
Menurut manajer yang juga Ketua DPRD Kabupaten Ngawi tersebut, keputusan Komdis ISC dan Komding tidak mengandung unsur pembinaan terhadap klub. Apalagi Persinga sebagai klub baru di sepak bola profesional Indonesia yang sedang tumbuh dan ingin berprestasi.
"Ibarat seorang bayi yang baru lahir, Persinga Ngawi ini baru keluar dari rahim ibunya langsung dicekik dan dibunuh, kemudian dimatikan. Dari petinggi di sana, kami tak diberi kesempatan tumbuh menjadi dewasa. Itu yang kami sesalkan," ungkapnya.