Bola.com, Surabaya - Sejak era kompetisi Perserikatan, Galatama, Liga Indonesia hingga Indonesia Super League, derby Jatim selalu berlangsung dengan tensi tinggi. Atmosfer laga pun terasa sangat panas. Saking panasnya, tak jarang jalannya laga diwarnai keributan antar pemain, perseteruan bahkan tak jarang melibatkan kedua suporter tim yang bertanding.
Pada masa Perserikatan, ada laga Persebaya versus Persema Malang. Sengitnya rivalitas kedua tim ini di kenal sebagai salah satu derby Jatim yang terpanas. Apalagi sejak salah satu bintang Persebaya 1990-an Nurkiman, menjadi korban ketapel pendukung Persema. Permusuhan antara kedua suporter pun kerap berujung bentrok yang mengakibatkan jatuhnya korban dari kedua belah pihak.
Derby Jatim lainnya juga tersaji dalam kompetisi Galatama antara NIAC Mitra melawan Arema pada 1980-an. Duel ini tak kalah panas dibanding Persebaya kontra Persema.
Advertisement
Baca Juga
Saat kompetisi Perserikatan dan Galatama dilebur pada 1994, dan hanya ada satu kompetisi dengan titel Liga Indonesia, panasnya derby Jatim tetap berlanjut, terutama ketika tim asal Surabaya dan Malang bertemu.
Tensi bentrok tim Jatim semakin meluas setelah memasuki Indonesia Super League 2008/2009. Kali ini tak hanya melibatkan Persebaya dan Arema, tapi juga tim-tim ISL lainnya. Sebut saja derby Jatim antara Persebaya vs Arema, Persebaya vs Persela, Arema vs Persik, dan Persekabpas Pasuruan vs Arema.
Namun suhu panas derby Jatim terasa menurun ketika dualisme Persebaya pecah tahun 2010. Ini menyusul terbelahnya dukungan Bonek. Maklum, mayoritas Bonek masih loyal terhadap Persebaya yang berkompetisi di IPL, sementara Bonek minoritas mendukung Persebaya yang berkiprah di Divisi Utama yang kini berganti nama menjadi Bhayangkara Surabaya United.
Api rivalitas derby Jatim semakin meredup seiring hilangnya Persebaya di pentas sepak bola nasional pada 2013. Memang masih ada derby Jatim lainnya yang tak kalah panas, seperti Persela kontra Madura United. Namun tetap tak sepanas saat Persebaya masih ada di orbit sepak bola Indonesia.
"Benar, sejak Persebaya tidak ada, derby Jatim seakan tidak sepanas saat Persebaya masih eksis," ujar Mursyid Efendi, mantan pemain Persebaya di era 1990-an sampai 2000-an.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Meredup Sejak Era ISL
Mursyid Effendi memang pelaku sejarah derby Jatim. Ia terlibat dalam banyak pertandingan panas antara Persebaya dengan selama tim asal Jatim lainnya. Selain Mursyid, Mantan tekan setim Mursyid di Persebaya, Mat Halil juga membenarkan perihal tersebut. "Kalau dulu, setiap derby Jatim yang melibatkan Persebaya atau Arema pasti panas," ujarnya.
Panasnya suhu derby Jatim tak lepas dari pendukung kedua tim yang sama-sama besar. Maklum, jika dipetakan, sebelum Jatim memiliki banyak tim yang berkompetisi di level teratas, pecinta sepak bola di Jatim terbelah menjadi dua, sebagian pendukung Persebaya, dan sebagian lainnya fans Arema.
"Pendukung Persebaya itu datang dari semua penjuru Jatim. Mungkin hanya di Malang Raya saja tidak. Tapi peta suporter berubah setelah banyak tim bermunculan di ISL," ujar Yusuf Ekodono, legenda hidup Persebaya.
Bicara derby Jatim yang akan tersaji antara Persela vs Bhayangkara SU, Jumat (19/8/2016), atmosfernya jauh berbeda. Suhu duel ini terbilang dingin kendati yang bertanding adalah tim asal Surabaya dengan Lamongan.
Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, terutama saat Persebaya masih eksis di ISL, suasana sebelum hingga hari H pertandingan sangat panas dan mencekam. Maklum, kedua suporter kerap terlibat bentrok yang mengakibatkan korban bertumbangan.
"Sangat berbeda. Apalagi Bhayangkara SU miliki polisi. Bonek juga tidak mendukung tim ini," sebut Choirul Huda, kiper senior Persela.
Advertisement