Bola.com, Jakarta - Duet bek tengah Timnas Indonesia, Rudolf Yanto Basna dan Fachrudin Aryanto jadi kambing hitam kekalahan Tim Merah-Putih 2-4 dari Thailand pada duel perdana penyisihan Grup A Piala AFF 2016 di Philippine Sports Stadium, Bocaue, Sabtu (19/11/2016). Mereka dituding tidak kokoh, mudah ditembus pemain-pemain Tim Negeri Gajah Putih.
Thailand langsung unggul 2-0 pada babak pertama. Gol pertama Thailand tercipta pada menit keempat melalui sepakan keras pemain sayap Thailand, Peerapat Notchaiya. Kemudian gawang Kurnia Meiga kembali bobol oleh Teerasil Dangda pada menit ke-36. Dalam dua gol yang diraih Thailand itu, semua berawal dari kesalahan Yanto Basna yang gagal menutup ruang di area pertahanan.
Advertisement
Baca Juga
Situasi hampir sama ketika Teerasil Dangda kembali menjebol gawang Tim Garuda. Sementara itu, Fachrudin juga terlihat gelagapan saat menghadapi counter attack cepat di menit terakhir pertandingan. Bisa dibilang Timnas Indonesia kebobolan empat gol dengan cara yang terhitung mudah.
Pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl, sempat berujar kalau tim asuhannya kebobolan dua gol 'gila' yang semestinya tidak terjadi.
Koordinasi antara dua stoper ini di empat pertandingan uji coba Timnas Indonesia menjadi sorotan. Keduanya dinilai kurang komunikatif.
"Komunikasi menjadi vital, terutama saat tim mendapat gempuran bertubi-tubi tim lawan. Komunikasi tidak antarmereka berdua saja tetapi juga ke pemain lain, terutama saat koordinasi antarlini," ungkap Sudirman, bek andalan Timnas Indonesia di era 1990-an.
Saat pertandingan Tim Merah-Putih kontra Thailand komentaror Fox Sports, John Wilkinson, menyoroti begitu renggangnya jarak antarbek tengah. "Thailand dengan leluasa masuk ke area pertahanan karena begitu banyak ruang kosong," ungkapnya saat diminta menganalisis pertandingan.
Menurut Ganesha Putera, analis taktik dari KickOff! Indonesia Yanto Basna dan Fachrudin tidak bisa bisa dijadikan kambing hitam hasil akhir pertandingan yang berujung kekalahan telak Tim Garuda. "Mereka terlihat gampang ditembus karena lini tengah yang renggang," ungkap Ganesha.
Pernyataan pria yang juga berstatus sebagai Direktur Akademi Villa 2000 tersebut mengacu pada game plan 4-4-2 yang dipakai Alfred Riedl. Di sektor tengah Timnas Indonesia kalah pemain dibanding Thailand yang mengusung 3-3-1-3.
"Thailand punya tiga gelandang tengah yang mobil, sementara kita hanya punya dua saja. Konsentrasi mereka terpecah saat menyerang dan bertahan. Ketika mereka tidak bisa menahan laju trio gelandang Thailand maka lini belakang lha yang akhirnya jadi korban," ucap Ganesha.
Soal pemilihan skema bermain, mantan pelatih Timnas Indonesia U-17, Iwan Setiawan, mengkritisi keputusan Alfred Riedl memaksakan pola permainan usang. "Menghadapi persaingan berat grup A, timnas harus kuat di tengah. Komposisi dua gelandang jangkar yang melapisi pertahanan harga mati," ungkap Iwan.
Sejatinya dengan komposisi pemain yang ada pola 4-2-3-1 amat memungkinkan buat dimainkan Tim Merah-Putih. "Setelah Irfan Bachdim cedera, ada opsi untuk memasukkan Stefano Lilipaly sebagai gelandang serang. Boaz Solossa bisa bermain sendirian didampingi dua gelandang sayap agresif. Sementara Evan Dimas dan Bayu Pradana bisa fokus menjadi pemain jangkar," papar Iwan yang kini mengarsiteki tim Pusamania Borneo FC U-21.