Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia kembali menunjukkan tajinya seusai mengalahkan Thailand 2-1 pada leg pertama final Piala AFF 2016 di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (14/12/2016). Gol tendangan jarak jauh dari Rizki Pora dan sundulan Hansamu Yama Pranata memberikan modal positif bagi skuat asuhan Alfred Riedl dalam menatap leg kedua di Bangkok, 17 Desember.
Timnas Indonesia tak melakukan perubahan apapun menghadapi laga ini. Tim Garuda tetap memakai formasi 4-2-3-1 dengan mengandalkan duet gelandang bertahan Manahati Lestusen dan Bayu Pradana.
Advertisement
Baca Juga
Kurnia Meiga tetap mengisi pos kiper mendampingi kuartet Abduh Lestaluhu, Fachrudin Aryanto, Hansamu Yama, dan Beny Wahyudi. Sedangkan Andik Vermansah dan Rizki mengisi posisi sayap untuk menopang kinerja Lilipaly sebagai gelandang serang dan Boaz sebagai striker tunggal.
Di sisi lain. secara mengejutkan Thailand tampil tidak dengan formasi favorit 3-4-1-2 yang sukses memberikan 5 kemenangan beruntun sepanjang Piala AFF 2016. Juru racik formasi, Kiatisuk Senamuang justru menampilkan formasi 4-2-3-1.
Kawin tetap mengawal gawang menopang empat bek sejajar, yakni Theerathon Bunmathan, Adison Promrak , Koravit Namwiset, dan Tristan Do. Dua gelandang bertahan dipercayakan kepada Sarach Yooyen dan Pokklaw Anan yang berada di belakang Chanathip Songkrasin. Kroekrit Thaweekarn dan Sarawut Masuk bermain sebagai sayap bersama Teerasil Dangda sebagai striker tunggal.
Entah apa alasan Kiatisuk mengganti winning formation. Ada indikasi Tanaboon Kesarat, bek tengah andalan Thailand tidak bisa dimainkan sehingga Kiatisuk kurang yakin dengan komposisi lini belakangnya.
Indikasi lain adalah ketakutan Kiatisuk terhadap solo play Rizki dan Andik. Saat penyisihan grup, Timnas Indonesia sempat mencuri dua gol melalui permainan sayap. Menempatkan hanya wingback di area pinggir sepertinya tak membuat Kiatisuk nyaman.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
1v1 di Semua Lini
1v1 di Semua Lini
Konsekuensi dari perubahanan taktik yang dilakukan Kiatisuk adalah kedua tim jadi memainkan formasi serupa. Efeknya terjadi situasi 1 melawan 1 hampir di setiap lini lapangan.
Kecuali bek tengah, semua pemain memiliki direct opponent. Gelandang bertemu gelandang dalam format 3 lawan 3. Sementara itu, pemain fullback bertemu pemain sayap. Situasi yang menyenangkan untuk Timnas Indonesia, mengingat mereka gemar dengan cara bertahan yang lebih man oriented.
Kondisi ini membuat serangan Thailand menjadi kurang tajam. Thailand tetap menguasai bola, memainkan kombinasi umpan pendek, tetapi sulit melakukan progresi melalui ruang antarlini.
Di babak penyisihan, Songkrasin selalu menjadi pemain bebas di tengah dan depan, tanpa harus banyak melakukan rotasi dan transposisi. Bisa dibilang Thailand selalu memiliki outlet untuk progresi serangan ke depan.
Tanpa freeman, overload menang jumlah pemain di suatu sektor lapangan tidak terjadi secara alami. Thailand kemudian berusaha menciptakan jumlah orang lebih di area flank sampai halfspace, di mana Yooyen menjaga halfspace kiri bawah, Bunmathan menjaga lebar lapangan, lalu Thaweekarn masuk ke halfspace kanan bawah. Dari overload tersebut, Songkrasin kemudian melihat respon Timnas Indonesia. Dengan sigap, ia akan mengeksploitasi ruang yang tercipta.
Advertisement
2
Model ini sukses membuahkan gol. Satu momen saat Zulham terlambat menghentikan Bunmathan, terjadilah duel 2 melawan 1 yang dihadapi Beny. Ketika ia berusaha menutup Bunmathan, Thaweekarn menjadi bebas. Kompensasi kemudian dilakukan dengan Hansamu keluar mengantisipasi Thaweekarn. Situasi inilah yang membuat Fachrudin dan Abduh tersisa di kotak penalti dan harus menjaga area besar.
Situasi ini beberapa kali terus dibuat oleh Thailand. Hanya saja, dalam beberapa momen bisa dinetralisir bila salah satu dari Manahati dan Bayu mengisi ruang besar antara center back dan full back. Kerja kedua holding midfield akan memastikan Hansamu dan Fachrudin tetap bisa berdiri fokus melindungi area di kotak penalti.
Serangan Sporadis Timnas Indonesia
Usaha Kiatisuk bermain dengan formasi 4-2-3-1 plus menempatkan dua pemain (fullback dan winger) di area flank diyakini untuk meredam Rizki dan Andik. Usaha itu tampaknya sia-sia. Bunmathan terlihat sulit mengadang solo play Andik. Beruntung, Andik keluar dan Zulham tak terlalu tajam di pertandingan ini.
Di kanan, Tristan habis menjadi bulan-bulanan Rixki. Belum lagi kebiasaan Boaz yang kerap melebar menciptakan situasi duel 2 melawan 1 dengan fullback lawan.
Artinya, perubahan struktural yang dilakukan Kiatisuk ternyata tidak efektif. Sama seperti di babak penyisihan, soal aspek bertahan kontra solo play winger, Thailand kalah kualitas.
Bedanya di babak penyisihan, kelebihan kualitatif winger Indonesia tertutupi dengan kualitas penyerangan Thailand yang lebih baik. Sama-sama kebobolan dua gol, tetapi mampu mencatat empat gol.
Timnas Indonesia sendiri tak memiliki suatu patron serangan yang konsisten. Gol tercipta dari sebuah tendangan spekulasi dari luar kotak penalti yang berbelok karena terkena pemain Thailand. Sedangkan gol kedua tercipta melalui skema bola mati dari sepak pojok. Sebuah rancangan umpan lambung ditujukan ke tiang jauh yang diselesaikan dengan baik oleh Hansamu.
Hasil pertandingan leg pertama ini menyisakan suatu teka-teki besar. Apakah Kiatisuk akan kembali ke formasi 3-4-1-2 pada leg kedua atau memilih tetap memakai formasi 4-2-3-1.
Takdir yang sulit diantisipasi Thailand adalah keunggulan penetrasi solo play Rizki dan Boaz. Sudah dua cara dicoba Kiatisuk dan gagal. Mungkin Kiatisuk lebih baik fokus ke sektor penyerangan agar bisa mencetak banyak gol.
Sebaliknya untuk Riedl, ia harus memikirkan cara agar Thailand tak dapat mencetak banyak gol. Ia punya modal besar, mengingat Boaz dan Rizki sedang on fire dan sulit untuk dihentikan.
Advertisement