Bola.com, Jakarta - Permainan di lini tengah Persija Jakarta pada Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo membuat nama Sutanto Tan menjadi familiar.
Ia pun disebut-sebut bisa meneruskan kisah legendaris para pemain Tiongha dalam persepakbolaan Indonesia. Satu hal yang pasti, Sutanto Tan bermain sepak bola karena kegembiraannya sejak kecil dan mimpinya untuk membela Indonesia dengan lambang Garuda di dada.
Sutanto Tan, atau yang akrab disapa Tanto, adalah pesepak bola muda Indonesia keturunan Tiongha yang kini tengah meniti karier di lapangan hijau. Namanya pun langsung dibanding-bandingkan dengan Tan Liong Houw, pemain legendaris Persija dan juga salah satu pemain penting Timnas Indonesia di Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia.
Advertisement
Baca Juga
Namun, Tanto yang saat ini masih berusia 22 tahun tentu saja masih jauh dari titik untuk menjadi seorang legenda. Pesepak bola kelahiran Pekanbaru ini baru saja memulai karier sepak bola yang diharapkan bisa terus berkembang di masa depan. Namun, Tanto pun sudah cukup merasakan asam garam kehidupan menjadi pesepak bola di Indonesia dengan sejumlah klub dari U-21 dijajalnya.
Sebagai anak muda keturunan Tiongha yang dibesarkan di Batam, memilih sepak bola sebagai jalur profesi tentu merupakan suatu hal yang sangat langka. Namun, Tanto memang mengejar keinginannya yang sejak kecil sudah bermain sepak bola walau bermain tanpa menggunakan alas kaki.
"Saya mulai bermain sepak bola sejak kecil di Batam, waktu sekolah dulu masih SD. Saya biasa bermain bersama teman-teman di kompleks rumah. Waktu itu kami bermain tujuh lawan tujuh, maksimal delapan lawan delapan karena lapangannya tidak terlalu besar. Saat itu saya bermain tanpa sepatu bola, kalau bahasa di sana kaki ayam (nyeker). Mau hujan atau panas pun jika sudah waktunya kami bermain sepak bola, kami tetap bermain," kisah Tanto saat berkunjung ke kantor redaksi Bola.com.
Namun, sepak bola bukanlah satu-satunya olahraga yang pernah dimainkan oleh Sutanto Tan di masa kecilnya. Sebagai seorang anak yang menimba ilmu akademik di sekolah internasional di Batam, dengan mayoritas muridnya merupakan keturunan Tiongha, bola basket menjadi olahraga yang lebih favorit di sana dan Tanto pun juga memainkannya.
Kendati demikian, Sutanto Tan tidak menyerah dengan sepak bola. Ia bahkan memulai untuk bergabung dengan klub sepak bola, seperti Pelita Jaya ketika masih duduk di bangku SMA. Pelita Jaya U-21 menjadi tim pertamanya untuk bisa mengejar keinginan menjadi pesepak bola di Indonesia.
"Ketika duduk di bangku SMP saya bersekolah di Mundial International School. Namun, karena di sana mayoritas muridnya orang Tiongha, olahraga basket menjadi lebih favorit. Jadi saya mulai memainkan bola basket dan sepak bola, tapi bola basket hanya untuk pergaulan saja," kisah Tanto
"Waktu saya sudah SMA, saya pun memulai karier di Pelita Jaya U-21, waktu di bawah Coach Rony Raymond, di mana saat itu kami berlatih di Sawangan," lanjutnya menceritakan awal ceritanya lebih serius dengan profesi sebagai pemain sepak bola.
Sejumlah klub yang memiliki tim U-21 pun dijajalnya. Setelah Pelita Jaya berganti nama menjadi Arema Cronus, Tanto mengikuti pelatihnya bergabung dengan Pelita Bandung Raya U-21. Bahkan Persib U-21 pun juga sempat dijajalnya walau hanya dalam hitungan hari. Malang melintang di tim muda sejumlah klub Indonesia, Tanto pun mencari peruntungan dengan mencoba melamar ke klub Singapura.
"Saya pindah ke Singapura dan bergabung dengan Hougang United. Batam dekat Singapura, saya pun mencoba komunikasi dengan klub di sana untuk bisa mengikuti trial. Selama seminggu saya bolak-balik Batam dan Singapura. Ada beberapa teman juga di sana, sehingga kadang saya menginap di sana."
"Setelah kurang lebih satu minggu berada di sana, Hougang United memberikan jawaban dan saya diberi kontrak selama setengah musim. Waktu saya masuk musim kompetisi memang sudah berjalan. Saya bermain cukup baik di sana dan bermain sebagai striker di tim U-23. Saya bermain dalam 14 pertandingan dan mencetak sembilan gol. Saya juga diberikan kesempatan bermain di tim senior. Pelatih di sana memaksakan anak-anak muda untuk naik ke tim senior dan ikut bertanding demi pengalaman. Itu bagus untuk pemain muda," ujar Sutanto Tan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Menemukan Persija Jakarta
Karier Sutanto Tan setelah bermain di Singapura tak langsung berjalan mudah. Tanto sempat bergabung dengan Bali United pada masa turnamen-turnamen awal, Piala Presiden. Sanksi dari FIFA untuk Indonesia dan lesunya persepakbolaan di Indonesia pun membuat turnamen-turnamen menjadi alternatif. Namun, saat itu Sutanto Tan pun jarang mendapatkan kesempatan bermain bersama Laskar Tridatu.
Mitra Kukar pun sempat dijajal Sutanto Tan selepas satu tahun bersama Bali United. Namun, kondisinya justru lebih memburuk. Dari tiga pertandingan yang dijalani Mitra Kukar saat dirinya berada di sana, Sutanto Tan hanya mendapatkan satu kali kesempatan saat Naga Mekes kalah dari Pusamania Borneo FC. Melalui ajakan dari seorang teman yang memiliki hubungan dengan dunia sepak bola, Tanto pun diperkenalkan kepada Persija Jakarta yang akan menjalani Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo.
"Setelah setengah musim di Hougang United selesai, saya pindah ke Bali United. Selama setahun saya di sana, tapi yang sangat disesalkan waktu saya di sana Indonesia kena sanksi FIFA. Jadi saya hanya bermain di turnamen-turnamen selama satu tahun dan jarang mendapatkan kesempatan bermain. Akhirnya saya memutuskan untuk pindah dari Bali ke Mitra Kukar. tapi saya di sana hanya bermain satu pertandingan dari tiga pertandingan selama saya di sana," kisah Tanto.
Sempat tidak mendapatkan kepercayaan untuk bermain di awal turnamen, pelatih Persija saat itu, Paulo Camargo, akhirnya menjajal kemampuan Sutanto Tan. Dari situ, Persija pun memberikan kontrak kepada pemain berusia 22 tahun itu untuk tampil di TSC 2016. Tanto pun mengaku sangat termotivasi untuk bisa masuk skuat Macan Kemayoran karena terpukau dengan dukungan luar biasa Jakmania terhadap tim.
"Saya mengenal Persija juga karena melihat suporternya, Jakmania. Saya melihat setiap kali Persija tampil, para penontonnya begitu luar biasa. Itulah salah satu yang menjadi motivasi kuat saya untuk bisa lolos seleksi di ini. Saya masuk Persija dengan keinginan membawa tim ini bisa meraih prestasi lebih baik dari sebelumnya," ujar Tanto.
Sayang, Tanto harus menerima kenyataan bahwa Persija Jakarta tidak tampil baik di TSC 2016. Klub ibu kota itu bahkan hanya finis di posisi ke-14 dari 18 tim dengan 35 poin dari 34 pertandingan yang mereka jalani. Namun, Tanto mengerti dan memahami alasan tim ibu kota yang terkenal itu harus finis di papan bawah turnamen.
"Kami memiliki kendala sepanjang TSC 2016. Kami mengalami sejumlah kekalahan di awal turnamen dan kami harus menjalani tur ke luar kota lebih sering dari tim-tim lain karena kami juga harus menggelar pertandingan kandang di Solo. Persija tidak bisa menggunakan SUGBK. Namun, sebenarnya itu bukan masalah yang besar juga karena kami tetap bisa meraih tiga poin tanpa bermain di SUGBK," katanya.
Advertisement
Timnas Indonesia pun Jadi Impian
Pengalaman bersama Persija di tahun perdananya cukup mengesankan bagi Sutanto Tan. Namun, harus diakui bahwa kehadirannya atau pun pemain-pemain penting lainnya tidak cukup untuk membantu Macan Kemayoran tampil mengesankan sepanjang TSC 2016.
Namun, harapan tetap bersama Persija pun masih ada di dalam dirinya. Tanto bahkan masih memiliki mimpi yang lebih besar, yaitu menyusul dua rekan setimnya, Andritany Ardhiyasa dan Gunawan Dwi Cahyo, untuk bisa berseragam Timnas Indonesia dan tampil di level internasional.
Harapan Tanto dalam hitungan jangka pendek adalah membantu Persija, atau pun tim lain yang mungkin dibelanya untuk menjadi juara di Indonesia. Setelah itu, jersey dengan lambang Garuda di dada pun menjadi salah satu impian terbesarnya yang telah mengawali perjalanan sepak bola sejak masih berada di sekolah dasar.
"Orang tidak boleh berhenti bermimpi. Bahkan untuk menjadi seorang pemain legenda pun pemain sepak bola harus berusaha untuk terus tampil maksimal dalam setiap pertandingan. Tentu saja itu pun akan saya lakukan bersama Persija. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dalam satu hingga lima tahun ke depan. Namun, saya ingin membawa Persija bisa menjadi juara dan melihat rekan-rekan setim saya yang telah bekerja keras bersama saya di lapangan hijau bisa menikmati hasil kerja keras itu," papar Sutanto.
"Bicara soal jangka panjang, tentu sebagai pemain sepak bola saya ingin bisa membela negara ini. Itu sudah pasti. Saya ingin bisa menjadi pemain Timnas Indonesia suatu saat nanti," lanjutnya.
Jika mimpi-mimpinya tersebut tercapai, pemain muda yang mengidolakan Cristiano Ronaldo dan Xavi Hernandez ini pun akan layak disejajarkan dengan Tan Liong Houw sebagai pemain legendaris Persija dan Timnas Indonesia. Kini ia tengah merintis untuk bisa membuktikan bahwa pemain Tiongha layak untuk ikut berjuang membela Timnas Indonesia. Dan seandainya Tanto benar-benar bisa menembus skuat Garuda di masa yang akan datang, itu adalah saat di mana dirinya sudah mencapai level yang pernah didapatkan Tan Liong Houw.