Bola.com, Jakarta - Persib Bandung menghebohkan jagat sepak bola Tanah Air, setelah pada Selasa (14/3/2017) memperkenalkan mantan pemain Chelsea dan Real Madrid, Michael Essien, sebagai pemain mereka.
Gelandang jangkar asal Ghana tersebut dikontrak selama setahun oleh Tim Maung Bandung.
Rekam jejak karier Michael Essien menunjukkan kalau ia turut membantu Chelsea meraih dua gelar juara Premier League, yaitu pada musim 2005-2006 dan 2009-2010.
Empat trofi Piala FA pun dipersembahkannya untuk The Blues. Sementara tiga trofi lainnya, masing-masing Piala Liga pada 2006-2007, Community Shield 2009, dan Liga Champions pada 2011-2012.
Ia kemudian sempat diboyong Real Madrid. Sayang karena cedera kambuhan pemain yang kini berusia 34 tahun gagal masuk skuat utama.
Advertisement
Baca Juga
Ia kemudian bergabung bersama klub raksasa Yunani, Panathinaikos, dengan status bebas transfer. Kesepakatan bersama klub tersebut membuatnya menjadi pemain termahal yang pernah dikontrak oleh klub tersebut, dengan gaji tahunan mencapai 800 ribu euro.
Namun, saat itu ia menghabiskan tiga bulan pertamanya di Panathinaikos untuk pemulihan dari cedera kaki. Essien direncanakan menjalani debutnya bersama klub itu pada 21 November 2015 dalam laga menghadapi rival utama Panathinaikos, Olympiacos. Namun, laga tersebut dibatalkan dan Essien baru memainkan laga debut pada satu pekan kemudian.
Setelah satu musim di Yunani, Essien mulai tersingkir dari skuat utama klub pada musim 2016-2017. Harapannya adalah ia dilepas. Pembatalan kontraknya oleh Panathinaikos dikonfirmasi tiga bulan kemudian setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan bersama pada 29 Desember 2016.
Essien pun kemudian mulai mencari pelabuhan baru. Ia sempat berlatih bersama tim cadangan Chelsea pada Februari 2017 sebelum kabar berikutnya menyatakan bahwa ia ditolak oleh tiga klub Swedia pada awal Maret 2017, yaitu AIK, Hammarby, dan IFK Goteborg.
Keputusannya kemudian merapat ke Persib Bandung pada awal tahun 2017 agak mengherankan. Sempat muncul tudingan kalau kondisi kebugaran Essien parah karena cedera sehingga ia mau bermain di Indonesia. Nyatanya ia lolos tes medis.
Sepanjang sejarah sepak bola Indonesia, Bola.com mencatat sekurangnya ada tujuh pemain top dunia singgah di negeri kita. Baik sebagai pemain atau pelatih. Siapa-siapa saja mereka?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Roger Milla
1. Roger Milla
Roger Milla tampil fenomenal di Piala Dunia 1990. Di usia yang tidak lagi muda (kala itu 38 tahun), ia mengantar Kamerun menembus fase perempat final turnamen paling elite sejagat. Kamerun mencetak sejarah sebagai negara Afrika pertama yang menembus babak tersebut. Tim Singa Afrika tersingkir dengan kekalahan skor tipis 2-3 dari tim Inggris.
Pada gelaran Piala Dunia 1990, Roger Milla mengoleksi empat gol. Ia hanya tertinggal dua gol dari Salvatore Schillaci, yang jadi top scorer turnamen. Empat tahun berselang penyerang kelahiran Yaounde, 20 Mei 1952, tampil kembali membela negaranya. Ia mencetak sebiji gol sekaligus mencatatkan diri sebagai pemain tertua yang mencatatkan nama di papan skor ajang Piala Dunia.
Publik sepak bola nasional dibuat heboh kala Pelita Jaya merekrutnya di Liga Indonesia edisi pertama 1994-1995. Ia diboyong bos Pelita, Nirwan Dermawan Bakrie, dari klub Tonnere Kamerun, dengan kontrak yang kabarnya menembus angka Rp 500 juta.
Di usia yang sudah amat tua untuk ukuran pesepak bola profesional, Milla masih terlihat kompetitif di level persaingan Liga Indonesia. Di Pelita pemain yang dikenal dengan aksi selebrasi goyang pinggul itu tampil di 23 laga dengan koleksi 13 gol.
Karena Pelita gagal juara kontraknya tak diperpanjang. Milla kemudian digaet Putra Samarinda. Bermain di 12 laga, Milla masih terlihat produktif dengan catatan koleksi 18 gol. Indonesia jadi pelabuhan terakhir karier Milla dan ia memutuskan gantung sepatu pada 1996.
Advertisement
Mario Kempes
2. Mario Kempes
Mario Kempes merupakan salah satu legenda bagi Timnas Argentina. Ia memperkuat tim berjulukan Tim Tango tersebut di tiga edisi Piala Dunia yakni 1974, 1978, dan 1982.
Namun, prestasi terbaik Kempes bersama timnas terjadi pada Piala Dunia 1978 di negara asalnya. Ketika itu ia berhasil menjadi pencetak gol terbanyak, dengan raihan enam gol. Tak hanya itu, bomber kelahiran 15 Juli 1954 tersebut juga terpilih sebagai pemain terbaik di dalam ajang empat tahun ini. Argentina yang dibela Kempes jadi yang terbaik di dunia pada 1978.
Sempat memutuskan gantung sepatu pada tahun 1995 seusai membela klub Fernandez Vial, Kempes tergiur mencoba peruntungan di Indonesia pada musim 1999.
Saat bergabung ke Pelita Jaya, Kempes diragukan bisa bersinar. Selain usianya sudah melewati masa emas, postur tubuh Kempes yang tambun tak mencerminkan dirinya sebagai pesepak bola profesional. Nyatanya, legenda hidup River Plate itu tetap tajam. Di Liga Indonesia 1999 ia mencetak 10 gol dari 15 laga.
Sayangnya ia hanya semusim di Indonesia. Selepas membela Pelita sang pemain memutuskan benar-benar pensiun dari gemerlap sepak bola.
Peter Withe
3. Peter Withe
Peter Withe datang ke Indonesia sebagai pelatih setelah mempersembahkan dua kali gelar untuk Timnas Thailand di turnamen Piala AFF 2000 dan 2002.
Kehadiran pria yang kini berusia 64 tahun tersebut membawa perubahan besar bagi sepak bola Indonesia. Ia juga merupakan orang yang menemukan talenta hebat dari Boaz Solossa yang bersinar di Piala AFF 2004. Walau Indonesia hanya jadi runner-up di Piala AFF, publik sepak bola nasional puas pada performa Tim Garuda yang tampil trengginas sepanjang turnamen sebelum dikalahkan oleh Singapura di laga puncak.
Sebelum banting setir jadi pelatih, Peter Withe terhitung pesepak bola tenar di Inggris. Bermain sebagai seorang striker, ia dikenal amat haus gol. Sepanjang kariernya ia mencetak 178 gol (satu di antaranya buat timnas Inggris).
Ia membawa timnya Aston Villa meraih gelar Piala Champions di tahun 1982 setelah mengalahkan Bayern Munchen. Kemenangan Aston Villa atas Bayern Munchen di final itu tak lepas dari peran Withe. Ia menjadi orang yang mencetak gol semata wayang kemenangan timnya di laga tersebut.
Selain di Aston Villa, Peter pernah bermain di klub-klub populer di Inggris macam, Birmingham City, Nottingham Forest, dan Newcastle United. Sayang. di Indonesia mantan penyerang yang dikenal jago dalam duel-duel udara kariernya berakhir tragis. Ia didepak sebagai pelatih Timnas Indonesia, karena gagal membawa Tim Merah-Putih melaju ke semifinal Piala AFF 2007.
Advertisement
Lee Hendrie
4. Lee Hendrie
Pemain kelahiran 18 Mei 1977 tersebut merupakan salah satu gelandang yang digadang-gadang menjadi bintang besar di timnas Inggris pada era awal tahun 2000-an. Namun, entah kenapa karier Lee Hendrie macet saat memasuki level senior. Berbanding terbalik dengan rekan seangkatannya David Beckham atau Paul Scholes.
Semenjak didepak Aston Villa pada musim 2006-2007, Hendrie berpindah-pindah klub dengan level permainan yang menurun. Kegemarannya berjudi dan menikmati dunia malam disebut jadi salah satu penyebab hancurnya karier sang pemain.
Pada tahun 2011 ia bergabung dengan klub Liga Primer Indonesia, Bandung FC. LPI merupakan liga saingan kompetisi resmi PSSI, Indonesia Super League, yang didanai oleh pengusaha minyak Arifin Panigoro. Keputusan Hendrie menerima pinangan Bandung FC kabarnya karena terpaksa. Ia sedang bangkrut dan tak memiliki klub.
Saat membela Bandung FC Lee Hendrie berhasil mencetak tiga gol, dari 16 pertandingan yang dilakoninya. Namun, klub tersebut Hendrie tidak bertahan lama, karena kompetisi LPI akhirnya bubar jalan pasca tumbangnya rezim kepengurusan Nurdin Halid di PSSI.
Dalam sesi wawancara dengan media Inggris, Lee Hendrie buka kartu kalau keputusannya merumput di Indonesia merupakan kesalahan terbesar. Sempat melakukan upaya bunuh diri, Hendrie akhirnya memutuskan pensiun setelah berkiprah di klub amatir Basford United pada 2014.
Wim Rijsbergen
5. Wim Rijsbergen
Wim Rijsbergen memulai karier sepak bola lewat klub Leiden Roodenburg. Puncak karier Rijsbergen sebagai pesepak bola terjadi di Feyenoord Rotterdam pada musim 1973-1974. Saat itu, ia sukses meraih dua gelar yaitu Liga Belanda serta Piala UEFA.
Kariernya di timnas Belanda, bisa dikatakan cukup gemilang. Ia berhasil membawa Oranje ke final Piala Dunia 1974 dan 1978, meskipun harus puas di posisi runner-up. Rijsbergen juga membawa Belanda menjadi peringkat tiga Piala Eropa 1976.
Di zamannya Wim Rijsbergen adalah salah satu bek tengah terbaik dunia. Ia dikenal sulit dilewati penyerang-penyerang top dunia.
Memulai karier kepelatihan pada 1988 sebagai pelatih junior Ajax Amsterdam, pada 2005 ia menjadi asisten pelatih Timnas Trinidad dan Tobago. Wim mendampingi pelatih top Belanda, Leo Beenhakker, dan berhasil meloloskan negara tersebut ke putaran final Piala Dunia 2006 di Jerman.
Saat Leo berhenti dari Trinidad dan Tobago, Wim naik jabatan sebagai pelatih kepala. Belum sempat memberi prestasi apa-apa ia dipecat karena terlibat keributan fisik dengan salah satu pengurus Federasi Sepak Bola Trinidad dan Tobago.
Pada awal tahun 2011, ia menerima pinangan melatih klub Indonesia, PSM Makassar, yang kala itu berlaga di Liga Primer Indonesia. Hanya menangani Tim Juku Eja setengah musim karena kompetisi bubar jalan, Wim dapat tawaran menarik dari PSSI pada awal 2012.
Ia diminta menggantikan Alfred Rield menjadi pelatih Timnas Indonesia. Sayang saat memimpin Tim Merah-Putih di Kualifikasi Piala Dunia 2014.
Sayang saat menukangi timnas banyak pemain resistensi dengan gaya kerasnya. Imbasnya penampilan Indonesia di sepanjang penyisihan amat mengecewakan. Menjelang laga penuntup kualifikasi melawan Bahrain ia dipecat.
Wim digantikan Aji Santoso. Hasil buruk didapat Tim Garuda dengan kalah 0-10 dari Bahrain. "Hasil 0-10 ini tidak membuat saya kaget. Pemain-pemain terbaik Indonesia berlaga di kompetisi ilegal. Jadi kami tidak bisa menyeleksinya untuk timnas. Bagaimana saya bisa membangun tim, kalau saya tidak bisa mendapat pemain-pemain terbaik," tutur Wim dalam sebuah sesi wawancara dengan media Belanda pasca dipecat.
Pencapaian buruk Timnas Indonesia tak bisa dibilang salah Wim Rijsbergen sepenuhnya. Kompetisi profesional Indonesia terbelah. Klub-klub anggota Indonesia Super League melepas pemainnya karena berseteru dengan PSSI. Timnas tampil dengan pemain hanya bersumber dari klub-klub Indonesia Primer League.
Advertisement
Marcus Bent
6. Marcus Bent
Mitra Kukar secara sensasional mendatangkan bomber asal Inggris, Marcus Bent pada Indonesia Super League 2011/2012 dengan nilai kontrak Rp 3 miliar. Sang pemain sebelumnya berkiprah di Liga Inggris. Ia bahkan sempat tercatat membela Timnas Inggris U-21.
Bent yang kelahiran 19 Mei 1978 itu didepak oleh Tim Naga Mekes di pertengahan musim. Penyebabnya, ia dianggap tidak memberikan kontribusi besar kepada tim sepanjang putaran pertama kompetisi.
Keputusan memecat Bent ini dilakukan menjelang laga perdana putaran kedua tim Nagas Mekes melawan Persiram Raja Ampat di Stadion Aji Imbut, Selasa (17/4/2011). Bent dipecat setelah manajemen Mitra Kukar melakukan evaluasi tertutup.
Selain mandul gol, striker yang pernah berkiprah di Everton dan Leicester City tersebut kerap bertindak indispliner. Tuntutannya sebagai pemain macam-macam.
Seperti salah satunya minta jatah tiket pesawat pulang pergi London-Jakarta setiap sebulan sekali, saat kompetisi berjalan.
Jika Mitra Kukar jeli, mereka semestinya mencermati rekam jejak Marcus Bent di negaranya. Ia seringkali diputus kontrak karena prilakunya yang tidak disiplin.
Sebelum pindah ke Tenggarong, ia membela Sheffield United dengan status pinjaman dari Wolverhampton Wanderers. Ia jarang dapat kesempatan bermain karena tak juga unjuk ketajaman.
Eric Djemba-Djemba
7.Eric Djemba-Djemba
Pemain asal Kamerun yang satu ini menarik perhatian penikmat sepak bola dunia saat bergabung ke Manchester United pada musim panas 2003. The Red Devils saat itu harus mengeluarkan dana 3,5 juta poundsterling kepada Nantes agar bersedia melepas pemain kelahiran 4 Mei 1981 tersebut.
Namun harapan tinggal harapan. Datang dengan ekspektasi besar sebagai suksesor Roy Keane yang saat itu semakin menua, Eric Djemba-Djemba hanya bertahan dua tahun di sana dan bermain dalam 20 pertandingan tanpa mencetak gol, sebelum dijual ke Aston Villa pada Januari 2005.
Setelah dari Aston Villa, karir Djemba-Djemba terus menurun. Setelah sempat dipinjamkan Aston Villa ke Burnley pada 2007, Djemba-Djemba dilepas Villa dan mencoba peruntungan di liga Qatar bersama Qatar SC selama semusim.
Meskipun hanya satu musim di Qatar, Djemba-Djemba mampu menghidupkan kembali karirnya sebelum menandatangani kontrak tiga tahun bersama klub Denmark, Odense BK. Setelah di Denmark selama empat tahun, dia bergabung dengan klub Israel, Hapoel Tel Aviv dan bermain 28 kali sebelum karirnya kembali menurun dengan bermain di tim yang tak terkenal seperti FK Partizan dan St Mirren.
Pada Oktober 2014, Djemba-Djemba bergabung dengan klub Indian Super League, Chennaiyin FC sebelum lima bulan kemudian terbang ke Indonesia untuk bergabung dengan Persebaya Surabaya versi ISL (kini bernama Bhayangkara FC).
Hanya saja, belum sempat menunjukkan aksinya di klub tersebut, kompetisi kasta tertinggi Indonesia musim 2015 dibekukan oleh Menpora, Imam Nahrawi. Sang menteri terlibat konflik panas dengan PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti.
Eric Djemba-Djemba kemudian sempat bermain di klub amatir Persipa Padalarang pada awal tahun 2016 untuk menyambung hidup.
Advertisement