Sukses


Teja Paku Alam dan Misi Meneladani Tradisi Masyarakat Minang

Bola.com, Palembang - Tradisi merantau yang dilakukan masyarakat Minang, juga diteladani Teja Paku Alam, kiper andalan Sriwijaya FC.

Teja Paku Alam bisa saja menjadi pemuda biasa. Duduk di bangku kuliah, bercengkerama dengan teman sebaya, atau mengikuti jejak sang ayah menjadi polisi. Tetapi, Teja memilih jalur lain setelah memasuki usia remaja, yakni sepak bola. Seperti apa cerita perjalanan karier kiper Sriwijaya FC itu?

"Awalnya hanya iseng main bola saat umur sembilan tahun, keterusan lalu saya masuk PPLP Sumbar setelah MTS. Bagi saya tidak ada rencana untuk jadi pesepak bola karena saya melihat ayah saya seorang polisi, jadi cita-cita sewaktu kecil ya jadi polisi. Semua mengalir begitu saja," kata Teja.

Sebagai remaja, pemain kelahiran Surantih, Pesisir Selatan, Sumbar, 14 Maret 1994, tetap mengikuti jejak keluarga, terutama sang ayah. Teja tumbuh dalam lingkungan keluarga berpendidikan. Ayah Teja adalah pelatih karate yang kini berprofesi sebagai polisi. Karate menjadi olahraga favorit keluarga Teja.

"Saya sudah sampai karateka pemegang sabuk coklat Inkanas. Tapi, tidak tahu kenapa akhirnya ke sepak bola dan serius sampai sekarang," tutur anak kedua dari empat bersaudara pasangan Yusman ZK dan Haldihpul Dewi Putri.

Teja Paku Alam bergabung PPLP Sumbar pada tahun 2009. Dua tahun kemudian, ia berguru ke Uruguay, bergabung SAD selama dua tahun. Sepulang dari Uruguay, Tahun 2011 hingga 2013, ia terpilih dalam tim SAD yang berguru di Uruguay.

Pada 2013 ia mulai memperkuat Sriwijaya FC dan bergabung tim U-21. Dari situlah kariernya melesat. Bersama Sriwijaya FC U-21, Teja meraih gelar juara ISL U-21 2013. Teja bertahan di Palembang sejak saat itu. Ia merasa perlu merantau lebih lama demi meneruskan karier.

"Tradisi orang Minang, merantau. Jadi saya pikir mencari pengalaman di luar Sumatra Barat juga bagus. Walau masih di Sumatra juga, tapi tetap berbeda rasanya," katanya.

Bagi Teja Paku Alam, ilmu dan rezeki yang melimpah bisa didapat dari luar kampung halaman dan kelak akan kembali dengan sebuah kesuksesan. 

Darah Minang yang mengalir dalam tubuhnya juga melahirkan etos kerja keras dan visi dalam merencanakan masa depan. "Di samping sepak bola saya juga sudah memikirkan bisnis. Sudah ada nanti yang akan dijalankan," tegas kiper yang naik daun setelah gabung Sriwijaya FC U-21.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 2 halaman

Konsisten pada 2016

Teja Paku Alam tidak menyangka akan menjadi andalan Sriwijaya FC pada musim 2016. Pada awalnya ia menjadi kiper ketiga setelah Dian Agus dan Yogi Triana. Pada awal musim, skuat Laskar Wong Kito melepas Dian Agus.

Sementara, Yogi Triana hanya beberapa kali tampil pada awal musim. Teja lalu mendapat kesempatan menjadi starter dan terus tampil konsisten hingga akhir musim saat usianya baru 22 tahun. Teja mengaku, tak ada strategi khusus menembus skuat inti SFC pada saat itu.

"Saya tidak menyangka dimainkan terus karena pada waktu itu masih ada kiper senior. Yang jelas saya tidak jadikan hal itu beban supaya bisa main lepas di setiap pertandingan," imbuhnya.

Berkat penampilannya yang konsisten, Teja masuk dalam jajaran kiper top Indonesia pada ajang TSC 2016. Ia pun memikat tim pelatih Timnas Indonesia.

Bersama Kurnia Meiga dan Andritany Ardhiyasa, Teja jadi bagian dari skuat Garuda pada Piala AFF 2016. Pijakan karier itu sangat penting bagi Teja. Meski masih duduk di bangku cadangan, Teja mengakui momen bersama Timnas Indonesia membuatnya semakin percaya diri.

"Masuk timnas? Tidak menyangka sama sekali. Saya menganggap itu adalah rezeki," tegasnya.

Teja saat ini belum tergantikan sebagai orang nomor satu di bawah mistar gawang Sriwijaya FC. Banyak fans SFC menyamakan Teja dengan kiper legendaris, Ferry Rotinsulu. Bagi Teja, ia merasa masih sangat jauh bila dibandingkan dengan seniornya itu.

"Saya masih harus banyak belajar karena ini baru tahun kedua di tim profesional (senior)," ungkapnya.

Teja pun mengakui persaingan kiper di Indonesia sangat ketat. Dari tahun ke tahun, selalu muncul nama-nama baru yang langsung menjadi andalan klub profesional. Di timnas juga demikian. Indonesia tak pernah kehabisan stok kiper dan selalu ada regenerasi.

"Itu tantangan buat saya dan kiper-kiper lain di Indonesia. Yang penting saat ini fokus yang ada di depan mata, baik itu klub maupun timnas," ujar Teja Paku Alam.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer