Bola.com, Jakarta - Sukses Persipura Jayapura mendominasi kompetisi kasta elite Tanah Air dalam 12 tahun terakhir tak lepas dari kontribusi pemain-pemain alumnus tim sepak bola Papua 2004. Mereka jadi poros kekuatan Tim Mutiara Hitam selama belasan tahun.
Tim sepak bola Papua PON 2004 Palembang menjadi generasi emas jilid dua di Persipura, setelah sebelumnya Bumi Cendrawasih menghentak sepak bola nasional lewat aksi pemain-pemain berbakat di PON 1993.
Advertisement
Baca Juga
Christ Leo Yarangga, Ronny Wabia, Aples Techuary, Alexander Pulalo, Ritham Nabubun, Izak Fatary, yang mengantar Papua juara PON 1993 kemudian menjadi tulang punggung Persipura mengarungi persaingan pentas Liga Indonesia di era pertengahan 1990-an.
Jejak itu diulangi oleh juniornya, Boaz Solossa, Imanuel Wanggai, dan Ricardo Salampessy. Bahkan lebih hebat lagi mereka mengharumkan Persipura dengan seabrek gelar juara.
Persipura sendiri saat ini mencatatkan diri sebagai pengoleksi gelar juara terbanyak kompetisi kasta elite. Mereka jadi tim terbaik pada musim 2005, 2008-2009, 2010-2011, 2013, serta 2016 (non resmi Torabika Soccer Championship).
Boaz Solossa dkk. berperan besar pada pencapaian itu.
"Sekarang kami tinggal bertiga, pemain-pemain lain yang membela tim Papua di PON 2004 sudah banyak yang berpindah klub atau bahkan gantung sepatu," cerita Boaz dalam obrolan santai saat ia tampil membela Timnas Indonesia di Piala AFF 2016.
Cristian Worabay, Korinus Fingkreuw, Gerald Pangkali, Elyas Korwa, deretan anggota skuat generasi emas kedua Papua yang sempat singgah di Persipura, untuk kemudian berpetualang ke klub berbeda.
Dari tiga figur yang tersisa praktis hanya Ricardo Salampessy satu-satunya pemain yang tak pernah pindah klub. Ia pernah berkelana ke Persebaya versi ISL (kini berganti nama Bhayangkara FC) pada musim 2014.
Boaz sempat berkostum Pusamania Borneo FC, namun di ajang tak resmi Piala Presiden 2015. Serta Imanuel Wanggai di klub Timor Leste, Carsae, pada tahun 2016 lalu. Akan tetapi ia belum sempat bermain karena hantaman cedera lutut.
Loyalitas di Persipura bukan tanpa sebab. "Manajemen klub amat kekeluargaan. Kami nyaman bermain di Persipura. Tidak ada cerita gaji telat. Selain itu, ada kebanggaan sebagai warga Papua juga membela klub satu ini," cerita Ricardo yang sejatinya berdarah Maluku tersebut.
Selain konsistensi penampilan di lapangan, ketiga pemain bisa awet di Persipura juga karena faktor jiwa kepemimpinan yang mereka miliki. Manajemen Tim Mutiara Hitam menilai Boaz, Ricardo, dan Wanggai, figur yang mendapat respeks dari para pemain muda.
"Manajemen ingin kami membimbing para pemain muda. Tidak mudah melakukan itu. Kami harus memberi contoh, bagaimana menjadi pesepak bola profesional yang baik," cerita Ricardo Salampessy.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Hantu Cedera
Hubungan Ricardo-Boaz-Wanggai amat dekat dalam keseharian. "Di antara mereka saya yang paling tua. Walau begitu hubungan kami tetap setara. Kami saling curhat satu sama lain jika ada masalah. Prinsip keterbukaan kami pegang teguh," papar Ricardo.
Uniknya ketiganya pernah mengalami masa-masa sulit didera cedera berat, yang memaksa mereka menepi lama dari lapangan hijau.
Untuk urusan satu ini, Boaz Solossa jadi sosok yang dikagumi. "Boaz pemain yang luar biasa. Ia tiga kali cedera patah kaki, tapi setelah itu mampu bangkit. Mentalitasnya amat tangguh. Saya pribadi banyak belajar dari dia," ucap Ricardo yang dua musim terakhir kerap diganggu cedera lutut.
"Pace Boaz sosok panutan. Ia selalu memberi semangat kepada saya atau teman-teman yang lain saat menghadapi cobaan cedera parah," timpal Wanggai.
Imanuel Wanggai jadi sosok paling liar di antara ketiganya. Sang pemain dikenal cuek baik dalam urusan penampilan atau dalam berinteraksi. Jika kali pertama jumpa, orang akan berfikir gelandang jangkar kelahiran 23 Februari 1988 itu paling sombong atau belagu. "Kalau sudah kenal dekat tidak seperti itu. Manu (panggilan akrabnya) doyan melucu," papar Boaz.
Bola.com melihat langsung kekocakan Wanggai saat syuting rubrik prigram "Duels" pada Jumat (7/7/2017) siang di Hotel Aston, Bekasi, bareng Ricardo Salampessy. Banyak canda di antara mereka berdua. Menegaskan kedekatan satu dengan yang lain.
Wanggai yang kalah dalam adu tebak lagu dari seniornya melantunkan suara merdunya. Dengan memainkan gitar lele, ia menyanyikan lagu Topeng milik Peterpan. "Lumayan kan suara saya," ujar Manu diiringi tawa.
Lantas apa kegiatan santai yang kerap mereka lakukan saat sedang tidak bertanding? "Biasanya kami suka ramai-ramai mancing di laut. Tidak hanya bertiga tapi juga mengajak pemain lain macam macam Luis Kabes atau Ferinando Pahabol. Memancing menghilangkan stres," cerita Ricardo.
Keakraban ini mereka tularkan di tim. Jangan heran tim-tim lawan yang menghadapi Persipura, sering dibuat kagum dengan kolaborasi antarpemain. Ricardo-Wanggai-Boaz mengajarkan kepada para juniornya arti menjadi tim yang sesungguhnya.
"Jago tapi kalau individualis tak ada guna. Pesepak bola bagus harus bisa bermain buat timnya, bukan bermain untuk dirinya sendiri," ujar Ricardo.
Ricardo, yang saat ini sudah berusia 33 tahun, kini bersiap meretas karier baru. "Saya sadar diri tidak lagi muda. Saya akan ikut kursus kepelatihan. Saya ingin menularkan ilmu saat aktif bermain ke para pesepak bola belia," ungkap stoper kelahiran 18 Februari 1984 itu.
Di sisi lain Imanuel Wanggai masih memendam hasrat bermain untuk beberapa tahun ke depan, mengingat usianya masih muda baru memasuki 30 tahun. Ia berharap bisa pensiun di Persipura. Tak ada hasrat pindah klub.
Advertisement