Bola.com, Jakarta - Almarhum, Choirul Huda memiliki hasrat kuat kuliah untuk mengejar gelar sarjana. Selain ingin menambah ilmu, pemain idola bagi penggila sepak bola Kota Soto ini berharap ijazah sarjana bisa mengangkat pangkat dan golongannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemkab Lamongan. Sayang mimpinya kandas.
Advertisement
Baca Juga
Selain menjadi pesepak bola Huda juga sudah sejak tahun 2002 menjadi PNS. Ketika itu, Choirul Huda masuk PNS hanya dengan bermodalkan ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Awalnya masih status honorer tapi sekarang saya sudah diangkat dengan golongan IIC. Sekarang jika ingin menaikkan golongan, saya harus kuliah dan berijazah sarjana, ucap Choirul Huda dalam sesi wawancara dengan Bola.com pada 8 Februari 2016.
Rencana kuliah itu sebenarnya sudah beberapa tahun terakhir ingin dilakukan Choirul Huda. Namun kesibukan mengawal gawang Laskar Jaka Tingkir membuat ia belum bisa melanjutkan studi.
Bersama klub yang bermarkas di Stadion Surajaya itu, peran kiper gaek berusia 38 tahun ini tak tergantikan.
"Selain kewajiban bekerja di Pemkab Lamongan, saya punya tugas sebagai kiper Persela. Jadi agak susah juga mengatur waktu bila ingin kuliah. Jika kompetisi ISC berjalan, rencana itu bisa batal lagi," tutur Choirul yang bertugas di Dinas Parpora Pemkab Lamongan itu.
Jika jadi kuliah, Choirul Huda ingin mengambil jurusan ekonomi atau sosial politik. "Kebetulan ada keluarga yang jadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Lamongan. Dia yang terus menyarankan saya agar kuliah dan saya pikir saran itu ada benarnya mengingat saya masih muda serta anak-anak belum membutuhkan banyak biaya. Semoga rencana itu bisa terwujud," ucap Huda.
Namun takdir berkata berbeda pada Minggu (15/10/2017) Choirul Huda menghembuskan nafas yang terakhir. Ia merenggang nyawa setelah mengalami benturan dengan bek Persela, Ramon Rodrigues saat pertandingan melawan Semen Padang dalam lanjutan Liga 1 2017 yang dihelat di Stadion Surajaya, Lamongan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Penyebab Kematian
Huda sempat dilarikan ke RSUD dr. Soegiri Lamongan, namun nyawanya tak tertoling. Dokter Yudistiro Andri Nugroho, Spesialis Anastesi (Kepala unit Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Soegiri Lamongan), memberikan penjelasan terkait penyebab meninggalnya Choirul Huda.
"Choirul Huda mengalami trauma benturan dengan sesama pemain, sehingga terjadi apa yang kita sebut henti napas dan henti jantung. Oleh teman-teman medis di Stadion sudah dilakukan penanganan pembebasan jalan nafas dengan bantuan napas," katanya.
"Kemudian dirujuk ke UGD RSUD dr Soegiri. Di ambulan juga ditangani secara medis untuk bantuan napas maupun untuk penanganan henti jantung. Sesampainya di UGD segera ditangani. Kami lakukan pemasangan alat bantu napas yang sifatnya permanen," jelas Yudistiro.
Tim dokter lalu melakukan inkubasi dengan memasang alat semacam pipa napas. "Itu yang menjamin oksigen bisa 100 persen masuk ke paru-paru. Dengan itu kami harapkan bisa melakukan pompa otak sama jantung. Sempat ada respons dari Choirul Huda dengan adanya gambaran kulit memerah, tetapi kondisnya tetap semakin menurun," ia menambahkan.
"Pompa jantung dan otak itu dilakukan selama 1 jam tidak ada respons. Tidak ada reflek tanda-tanda kehidupan normal. Kemudian kami menyatakan meninggal pada pukul 16.45. Kami sudah mati-matian untuk mengembalikan fungsi vital tubuh Choirul Huda," katanya.
Tim dokter RSUD sudah melakuka analisis penyebab, namun mereka tak sempat melakukan tes radiologi karena mengutamakan pertolongan darurat untuk menyelamatkan nyawa Choirul Huda.
"Sesuai analisis awal, benturan ada di dada dan rahang bawah. Ada kemungkinan trauma dada, trauma kepala, dan trauma leher. Di dalam tulang leher itu ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak. Di batang otak itu ada pusat-pusat semua organ vital, pusat denyut jantung dan napas. Mungkin itu yang menyebabkan Choirul Huda henti jantung dan henti napas.
"Itu analisis awal kami, karena tim tidak sempat melakukan scanning, karena mas Huda tidak layak transport dengan kondisi kritis seperti itu. Kami tidak bisa mengkondisikan untuk dibawa ke Radiologi. Kami lebih menangani kondisi awal," ungkap Yudistiro Andri Nugroho.
Advertisement