Bola.com, Jakarta - Sejak era kepemimpinan Nurdin Halid pada 2010, PSSI doyan menaturalisasi pemain asing. Tujuan awalnya, kehadiran mereka diharapkan mendongkrak prestasi Timnas Indonesia. Namun, pada faktanya hanya sedikit di antara mereka yang kontinu membela Tim Merah-Putih.
Tercatat sudah 15 pemain asing asal Eropa, Afrika, serta Amerika Latin, telah resmi jadi WNI. Mereka, yakni Cristian Gonzales (Uruguay), Greg Nwokolo (Nigeria), Raphael Maitimo (Belanda), Diego Michiels (Belanda), Victor Igbonefo (Nigeria), Sergio van Dijk (Belanda), Bio Paulin (Kamerun), Kim Jeffrey Kurniawan (Jerman), Stefano Lilipaly (Belanda), Tonnie Cussel Lilipaly (Belanda), Ruben Wuarbanaran (Belanda) ;Jhonny van Beukering (Belanda), Ezra Walian (Belanda), Guy Junior (Kamerun), serta Illija Spasojevic (Montenegro).
Nama terakhir diketahui jadi WNI pada Rabu (25/10/2017) malam. Faktor utama yang mendorong Spaso berganti paspor karena istrinya merupakan wanita asal Indonesia. Dua anaknya juga WNI.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, Spaso, mencintai budaya, keindahan Indonesia serta ingin membela Timnas Indonesia, setelah lebih dari lima tahun berkarier di kompetisi kasta elite Tanah Air.
"Saya berharap suatu saat saya akan memakai seragam Merah Putih kebanggaan Garuda di Timnas Indonesia. Saya mohon dukungan seluruh masyarakat dan pencinta sepak bola di Tanah Air," tulis Ilija Spasojevic di akun Instagram pribadinya.
Striker berusia 30 tahun ini memulai petualangannya di Indonesia bersama klub Liga Primer Indonesia, Bali Devata pada 2011. Spasojevic yang sempat membela klub Malaysia, Melaka United, kini memperkuat klub papan atas Liga 1 2017, Bhayangkara FC.
Menurut Gabriel Budi, agen Spaso, pemain binaannya memenuhi persyaratan untuk bisa mengajukan sebagai warga negara Indonesia. Bomber kelahiran 11 September 1987 itu telah tinggal selama lima tahun berturut-turut di Indonesia dan fasih berbahasa Indonesia.
Dalam proses menjadi WNI, pemain yang sempat membela Persib Bandung tersebut tidak dibantu PSSI.
Program naturalisasi terakhir yang ditangani PSSI adalah Ezra Walian. Striker didikan Akademi Ajax Amsterdam itu, mengantongi paspor Garuda jelang SEA Games 2017.
Sang pemain didatangkan untuk mengatasi keterbatasan stok penyerang tengah di Timnas Indonesia U-22 besutan Luis Milla. Di SEA Games 2017 ia bermain bergantian dengan striker lokal asal Persipura Jayapura, Marinus Wanewar.
Mengandalkan 15 pesepak bola naturalisasi, pelatih Timnas Indonesia, Luis Milla, bisa membentuk satu kesebelasan sendiri. Jika mau, pelatih asal Spanyol tersebut bisa langsung memainkan mereka dalam laga uji coba internasional lanjutan melawan Guyana pada 25 November 2017 karena mayoritas dari pemain-pemain tersebut masih aktif bermain, baik di liga lokal atau luar negeri.
Mau tahu seperti apa Timnas Indonesia yang disesaki pemain naturalisasi? Simak grafis di bawah ini.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tanpa Kiper
Praktis hanya di posisi kiper saja, tak ada pemain asing yang dinaturalisasi. Hal ini wajar saja terjadi, karena rata-rata klub di Indonesia jarang mengontrak penjaga gawang asing.
Persipura Jayapura jadi satu-satunya klub Liga 1 yang punya kiper asing, yakni Yoo Jae-hoon. Kiper tersebut sudah bermain di Tim Mutiara Hitam sejak musim 2010-2011.
Yoo Jae-hoon, sempat menguntarakan keinginannya berganti paspor dari Korea Selatan menjadi Indonesia. Namun, hingga saat ini proses pengurusan naturalisasinya mengambang.
Sejatinya ada kiper berdarah Indonesia yang berkiprah di kompetisi Eropa, Emil Audero Mulyadi. Penjaga gawang didikan Akademi Juventus tersebut memiliki darah Indonesia dari Bapaknya, Edy Mulyadi.
Lahir di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 18 Januari 1997, Emil sempat masuk skuat inti Juventus di era Antonio Conte. Ia jadi kiper ketiga Juventus pelapis Guanligi Buffon dan Neto.
Sayang, secara tegas Emil menolak kemungkinan untuk berpindah kewarganegaraan.
"Benar saya lahir di Indonesia, tetapi saya tidak memiliki paspor Indonesia. Saya hanya akan membela Timnas Italia," tutur Emil.
Interval tahun 2012-2017 Emil jadi pelanggan skuat Timnas Italia Junior, mulai dari level U-15 hingga U-21. Gagal bersaing menembus skuat inti Juventus, ia kini dipinjamkan ke klub Venezia.
Bisa dibayangkan jika Emil mau membela Tim Merah-Putih, komposisi starting eleven jadi lengkap di semua posisi.
Advertisement
Banjir Striker
Dari 15 pemain yang ada mayoritas pemain asing yang direkrut jadi WNI berposisi sebagai penyerang. Cristian Gonzales, Greg Nwokolo, Sergio van Dijk, Jhonny van Beukering, Ezra Walian (Belanda), Guy Junior, dan Ilija Spasojevic, nama-nama bomber impor yang memegang paspor berlambang Garuda.
Banjir striker asing yang dinaturalisasi bisa dipahami. Beberapa tahun belakangan Timnas Indonesia kering melahirkan penyerang haus gol.
Setelah era Bambang Pamungkas, praktis hanya Boaz Solossa, seorang striker lokal yang bisa unjuk konsistensi menjebol gawang lawan saat membela Tim Garuda. Selebihnya, tak ada predator-predator lokal yang bisa awet tajam di Timnas Indonesia.
Patrich Wanggai, Titus Bonai, Ferdinand Sinaga, Lerby Eliandry adalah barisan bomber elite Tanah Air yang kerap jadi andalan timnas periode 2010-2017. Namun, jumlah gol yang mereka cetak tak ada yang benar-benar wah.
Akhirnya striker-striker naturalisasi jadi alternatif pilihan. Ironisnya, hanya sedikit juga di antara mereka yang bisa unjuk kegarangan.
Striker berdarah Uruguay, Cristian Gonzales, jadi pemain naturalisasi yang tokcer. Memulai debut di Piala AFF 2010, El Loco tercatat mengoleksi 11 gol dari 25 pertandingan yang ia lakoni bersama Timnas Indonesia.
Gonzales yang kini berusia 41 tahun sejatinya belum pernah mengumumkan pensiun dari timnas. Namun, sejak terakhir kali di panggil di ajang Piala AFF 2014, ia belum lagi dapat kesempatan membela Indonesia.
Bagaimana dengan striker lainnya? Minimnya jam terbang bermain di Timnas Indonesia membuat mereka tak punya banyak kesempatan mencatatkan namanya di papan skor laga resmi internasional.
Sergio van Dijk, striker yang matang pengalaman di Liga Australia, baru menyumbang sebiji gol saja. Ia hanya enam kali dapat kesempatan enam kali turun berperang bareng Timnas Indonesia pada interval 2013-2014.
Demikian pula dengan Greg Nwokolo, yang saat ini mentereng bersama Madura United. Striker berdarah Nigeria itu juga baru enam kali mengantongi caps bersama timnas, dengan torehan satu gol. Semenjak bersiteru dengan Alfred Riedl di Piala AFF 2014, Greg tak pernah lagi dipanggil ke Tim Merah-Putih.
Padahal di level usia 31 tahun, tenaga Greg yang berposisi sebagai penyerang sayap, masih bisa diberdayakan.
Striker asal Kamerun, Guy Junior, yang resmi jadi WNI pada 2016 belum pernah dapat kesempatan membela Timnas Indonesia. Demikian pula dengan Jhonny van Beukering yang hanya sempat mencicipi Tim Garuda di Piala AFF 2012 sebagai cadangan. Punya masalah dengan berat badan dan perilaku indisipliner, pemain keturunan Belanda itu kini sudah pensiun dari lapangan hijau.
Terkini Ilija Spasojevic yang tengah naik daun bersama Bhayangkara FC, digadang-gadang jadi Cristian Gonzales versi baru di Timnas Indonesia. Di usia 30 tahun, pemain kelahiran 11 September 1987 itu, dinilai banyak pengamat tenaganya amat dibutuhkan untuk mengatasi paceklik pemain depan berkualitas di skuat Timnas Indonesia. Bisakah sang pemain menjawab tantangan tersebut?
Kurang Diminati
Dari semua pemain naturalisasi, hanya seorang Stefano Lilipaly yang belakangan posisinya stabil di jajaran inti Timnas Indonesia. Berkilau di Piala AFF 2016 dengan torehan dua gol, pemain serba bisa yang matang jam terbang di kompetisi Belanda itu, tetap jadi pilihan utama di era Luis Milla yang menggantikan figur Alfred Riedl.
Padahal, banyak di antara pesepak bola naturalisasi yang punya rapor bagus di level klub. Ambil contoh Victor Igbonefo.
Stoper andalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2014 dan Asian Games 2014 itu kini jadi andalan di Osotspa, Siam Navy, hingga Nakhon Ratchasima, klub-klub Thailand yang dibelanya.
Perlu diketahui, Victor Igbonego meninggalkan kompetisi Indonesia karena sanksi FIFA pada 2015. Waktu itu dia dilepas Arema FC ke Osotspa dengan status pinjaman. Lantaran penampilannya yang oke, Igbonefo bisa eksis di kompetisi pro di Negeri Gajah Putih yang jadi raja sepak bola Asia Tenggara.
Nasib apes yang dialami Igbonefo juga dirasakan rekan-rekannya macam Kim Jeffrey Kurniawan (Persib Bandung), Greg Nwokolo (Madura United), Raphael Maitimo (Persib), atau Bio Paulin (Sriwijaya FC). Nama terakhir disebut bahkan belum sekalipun membela Timnas Indonesia.
Padahal, bek asal Kamerun itu jadi salah satu pemain belakang terbaik di pentas kompetisi kasta elite Tanah Air. Ia menyumbangkan tiga gelar buat Persipura Jayapura. Alasan utamanya pindah kewarganegaraan karena ingin turun di laga internasional.
Mantan pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl, sempat bersuara berkaitan keengganannya memasukkan banyak pemain naturalisasi ke skuatnya.
"Belajar dari Piala AFF 2014, saya tak mau lagi memanggil beberapa nama pemain naturalisasi. Mereka susah diatur dan tidak memiliki semangat juang. Beberapa di antaranya hitung-hitungan," ucap Alfred blak-blakkan ke Bola.com jelang Piala AFF 2016.
Pernyataan kurang lebih sama sempat dilontarkan Jacksen F. Tiago, caretaker Timnas Indonesia pada tahun 2013.
"Saya tidak mau sebut nama, tapi ada pemain naturalisasi belum apa-apa sudah tanya berapa besar bayaran ia dapat sebelum tampil memperkuat Timnas Indonesia. Saya tidak mau pakai pemain bermental seperti itu," ujar arsitek asal Brasil itu.
Bicara tentang perilaku negatif di luar lapangan, sejumlah pesepak bola naturalisasi terlibat kasus hukum. Misalnya Diego Michiels yang sempat masuk bui jelang Piala AFF 2012 gara-gara kasus penganiayaan. Jhonny van Beukering, sempat ditangkap kepolisian Belanda karena kasus kepemilikan narkotika jenis ganja.
Catatan-catatan ini layak diperhatikan PSSI. Mereka kudu melakukan seleksi ketat terhadap pesepak bola asing yang ingin dinaturalisasi. Paling tidak pastikan secara kualitas ia bisa memberi kontribusi nyata pada Timnas Indonesia dan juga moralitasnya baik sehingga tidak memunculkan kasus-kasus yang mencoreng wajah federasi dan juga sepak bola nasional.
Advertisement