Bola.com, Jakarta - Tak mudah untuk jadi pelatih sepak bola buat tim yang berlaga dalam sebuah kompetisi. Apalagi jika kompetisi tersebut berada di strata atau kasta teratas. Termasuk di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Seorang pelatih dituntut untuk membawa timnya meraih target yang diinginkan manajemen klub. Sesuai dengan kodratnya, ia sudah pasti akan berurusan dengan tetek bengek yang menyangkut tim dan pemain. Tambahan lagi, terkadang tekanan juga datang dari suporter yang menuntut tim bisa tampil bagus, selalu menang, dan tentu saja berprestasi.
Bukti sahih beratnya tugas pelatih bisa dilihat pada kompetisi Liga 1 2018 yang digelar di Indonesia. Sebelum kompetisi resmi diputar, bahkan sudah ada dua orang pelatih yang terpental dari kursinya. Pelatih pertama adalah Gomes de Oliveira (Madura United). Pelatih PSIS Semarang, Subangkit, kemudian menyusul jejak Gomes.
Saat kompetisi mulai, pelatih yang dipecat bertambah lagi. Baru satu kali mendampingi tim dalam pertandingan, Iwan Setiawan harus lengser karena dipecat dari kursi pelatih Pusamania Borneo FC.
Manajemen klub yang mengontrak pelatih memang memiliki hak dan kuasa untuk menentukan nasib sang juru taktik. Namun terkadang kasus pemecatan bisa dipicu oleh hal-hal yang unik. Bahkan terkadang hasil kerja yang pernah dibuat oleh pelatih pada tim asuhannya seperti tak dianggap dan tak bisa menjadi faktor yang bisa menyelamatkan si pelatih.
Gomes dan Subangkit mungkin bisa jadi contoh bagaimana pahitnya keputusan pemecatan yang mereka alami. Apalagi jika merujuk pada apa yang sudah mereka bangun buat tim masing-masing.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Lengser Sebelum Kompetisi Dimulai
Gomes adalah pelatih pertama tim Madura United yang dibentuk pada 2016, hasil akuisisi dari Persipasi Bekasi. Meski merupakan tim baru, Madura United langsung menjelma menjadi tim tangguh lantaran manajemen tim mendatangkan pemain-pemain papan atas.
Pada musim pertamanya, Gomes membawa Madura United nangkring di posisi tiga klasemen akhir ISC A, ajang yang dibuat untuk mengisi kekosongan turnamen akibat Indonesia berada dalam sanksi FIFA. Musim lalu, Madura United sempat menjadi juara paruh musim sebelum menempati peringkat lima di akhir kompetisi.
Namun pencapaian itu sirna menjelang Liga 1 2018 digelar. Gomes dipecat Madura United setelah klub tersebut meraih hasil yang tak terlalu bagus dalam ajang pramusim. Sebelum tampil di Liga 1 2018, Greg Nwokolo dkk. turun di turnamen pemanasan Suramadu Super Cup, Piala Presiden, dan Piala Gubernur Kaltim.
Total, Madura United melakoni 10 pertandingan dengan rincian tiga kali menang, dua seri, dan lima kali kalah. Apes buat Gomes, pada turnamen Piala Gubernur Kaltim yang diikuti sebelum tampil di Liga 1 2018, tim asuhannya kalah tiga kali berturut-turut. Hasil ini agaknya yang membuat manajemen tim memutuskan untuk menghentikan kerja sama dengan Gomes yang sebelumnya pernah menangani Perseru, Persiwa, Persela dan Persiram.
Cerita Subangkit di PSIS kurang lebih sama. Pelatih berusia 58 tahun itu juga dilengserkan sebelum kompetisi Liga 1 2018 dimulai. Padahal Subangkit adalah pelatih yang membawa PSIS promosi ke Liga 1, setelah menduduki peringkat tiga pada kompetisi Liga 2 2017.
Sama dengan Madura United, PSIS juga tampil di Piala Presiden dan Piala Gubernur Kaltim. Hasilnya, dari enam kali main PSIS menang dua kali dan kalah empat kali. Kabar yang berhembus menyebut Subangkit dilengserkan karena ada sejumlah ketidakcocokan dengan manajemen PSIS, terutama dalam hal pemilihan pemain.
Advertisement
Kontroversi Iwan Setiawan
Sementara apa yang dialami Iwan Setiawan di Pusamania Borneo FC berbeda dengan dua koleganya yang lebih dulu kehilangan pekerjaan. Iwan dipecat karena berkonflik dengan suporter.
Usai laga kandang pertama Borneo FC lawan Sriwijaya FC yang berkesudahan dengan skor 0-0, Iwan murka lantaran sekelompok suporter meneriakkan protes dan meminta Iwan diganti. Tak hanya menantang suporter yang ada di tribun, Iwan meluapkan kekesalan pada sesi jumpa pers usai laga.
Eks pelatih Persija itu menyebutkan fakta bahwa ia yang membawa Borneo FC promosi ke level teratas pada 2015. Musim lalu, Iwan juga mengerek posisi tim dari urutan 15 saat ia masuk, menuju posisi 8 di akhir musim.
Namun fakta itu tak membuat Borneo FC ragu untuk memecat Iwan. “Sejujurnya ini berat buat saya, karena kedekatan saya dengan coach Iwan sangat luar biasa. Tetapi, di sisi lain saya juga tidak bisa juga kehilangan pendukung dan masyarakat,” kata Presiden Borneo FC, Nabil Husein.
Kejadian ini adalah ulangan apa yang dialami Iwan saat melatih Persebaya musim lalu di Liga 2. Kala itu Iwan juga dipecat manajemen tim di awal musim akibat berseteru dan mengacungkan jari tengah ke suporter Persebaya, menyusul hasil kurang memuaskan yang diraih tim Bajul Ijo.
Saya mengenal Iwan sejak ia menangani Timnas U-17 pada tahun 2005. Ia adalah pelatih yang punya modal lisensi A AFC dan sertifikat kepelatihan dari KNVB yang merupakan federasi sepak bola Belanda. Sebagai pelatih tim usia muda, Iwan punya kemampuan untuk berkomunikasi yang baik dengan pemainnya. Tak pernah terlihat Iwan marah-marah pada pemain.
Dalam hal pemahaman strategi dan kemampuan untuk menjelaskan taktik, Iwan juga cukup oke. Bahkan pada orang-orang yang awam sekalipun, cara penyampaian Iwan relatif mudah dimengerti. Hal itu terlihat dalam beberapa forum diskusi saat Iwan diminta untuk menjadi pembicara.
Butuh Peran Antagonis
Namun belakangan ini, Iwan menjadi sosok antagonis dalam beberapa momen. Ia kerap melontarkan psywar, sebuah hal yang belum terlalu lazim dalam dunia sepak bola Indonesia. Salah satunya adalah kala menebar komentar mengenai Djadjang Nurdjaman yang melatih Persib, jelang Borneo FC menantang Persib di semifinal Piala Presiden 2015.
Eks pemain Pelita Jaya itu juga berucap akan mundur dari jabatannya sebagai pelatih, jika Borneo FC yang dilatihnya kalah dari PS TNI pada Piala Jenderal Sudirman 2015. Iwan lalu termakan omongannya sendiri, karena Borneo benar-benar kalah melalui babak adu penalti lawan PS TNI.
Tak cuma di level klub, Iwan juga mengeluarkan komentar kontroversial menyangkut timnas. Kala Timnas U-18 berlaga di Piala AFF U-18 2017, Iwan berharap Egy Maulana cs. gagal. Ia merasa dirinya pantas menduduki posisi pelatih kepala Timnas U-18 yang saat itu diisi Indra Sjafri.
Perilaku dan komentar Iwan terkadang memang kontroversial. Namun harus diakui, sosok seperti Iwan terkadang menjadi bumbu yang membuat sisi lain sepak bola menjadi menarik buat dicermati. Layaknya psywar atau perang komentar ala Sir Alex Ferguson, Jose Mourinho, atau Arsene Wenger yang membuat Liga Inggris makin berwarna.
Sepak bola butuh bumbu penyedap. Tak hanya dari sisi protagonis, namun juga sosok antagonis seperti Iwan. Hanya saja, Iwan mungkin terkadang kebablasan. Sehingga akhirnya dia sendiri yang harus menanggung akibat berupa kehilangan pekerjaan.
Buat sebagian orang, bisa jadi sosok Iwan yang dibalut kontroversi akan dirindukan di pentas sepak bola Indonesia. Menarik buat ditunggu, drama apa lagi yang akan terjadi di pentas Liga 1 2018 yang masih akan digelar hingga bulan Desember.
Advertisement