Bola.com, Jakarta - PSSI sudah secara resmi memilih Simon McMenemy sebagai pelatih Timnas Indonesia, Kamis (20/12/2018). Pelatih asal Skotlandia itu dikontrak untuk durasi dua tahun.
Buat Simon, ini seperti mimpi jadi kenyataan. Sebelum diresmikan jadi pelatih Timnas Indonesia, Simon memang sudah menyatakan ketertarikan melatih Tim Garuda dalam beberapa kesempatan.
Baca Juga
Advertisement
Ini akan jadi tantangan sekaligus beban buat Simon. Pasalnya, menyandang jabatan sebagai pelatih Timnas Indonesia bukan tugas enteng. Khususnya di tengah dahaga pencinta timnas akan tuntutan prestasi serta lingkungan yang terkadang tak mendukung.
Namun, dibandingkan pelatih asing yang berkiprah bersama Timnas Indonesia, Simon terbilang sudah punya modal berupa pengetahuan perihal Tim Garuda maupun sepak bola Indonesia.
Bandingkan saja dengan pelatih-pelatih seperti Luis Milla maupun Alfred Riedl, yang "ujug-ujug" melatih Timnas Indonesia tanpa sebelumnya terjun di sepak bola Indonesia.
Simon, setara semisal dengan Jacksen F. Tiago maupun Ivan Kolev, yang mendapat kepercayaan menjadi nakhoda Tim Garuda setelah membuktikan kapasitasnya dengan membawa klub yang mereka besut, bersinar di Liga Indonesia.
Jacksen moncer bersama Persipura Jayapura sedangkan Kolev mencatatkan prestasi bersama Sriwijaya FC. Simon? tentu dengan membawa Bhayangkara FC menjuarai Liga 1 2017.
Meski gagal mempertahankan gelar pada Liga 1 2018, the Guardians tetap berada di papan atas dengan finis di peringkat ketiga klasemen akhir.
Pelatih berusia 41 tahun itu kali pertama mulai dikenal publik sepak bola Indonesia saat membesut Timnas Filipina di Piala AFF 2010. Ketika itu the Azkals menjadi kuda hitam, tampil mengejutkan dengan mampu menembus semifinal sebelum akhirnya kiprah mereka dihentikan Timnas Indonesia.
Kiprah the Azkals ketika itu masih dianggap bak dongeng dan Simon dielu-elukan sebagai pahlawan. Filipina, yang semula kurang diperhitungkan di level Asia Tenggara, mendadak ramai jadi sorotan, terutama di negara sendiri yang lebih menyukai cabang olahraga lain ketimbang sepak bola.
"Sepulang dari Piala AFF, ada kerumunan orang menanti kami, banyak kamera mengarah ke kami, permintaan wawancara ke seluruh anggota tim. Terasa seperti kelahiran olahraga baru di Filipina," kata Simon dalam wawancara dengan BBC pada Maret 2018.
BBC menulis, Simon mengetahui ada lowongan menjadi pelatih Filipina dari bekas pemainnya di Burgess Hill Town, klub kasta kedelapan di Liga Inggris, kakak beradik Simon dan Paul Greatwich, yang memiliki darah Filipina.
Proposal Simon pun diterima Federasi Sepak Bola Filipina (PFF), kendati saat itu Simon belum memiliki banyak pengalaman melatih. Tugas pertama Simon ketika itu, menyiapkan dan mendampingi Timnas Filipina di Piala AFF 2010. Dan sisanya, jadi sejarah.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pelatih Enerjik
Meski memberikan dongeng buat Filipina di Piala AFF 2010, Simon McMenemy harus rela menerima kenyataan, posisinya di kursi pelatih Timnas Filipina digantikan Michael Weiss, hanya beberapa pekan setelah Piala AFF 2010. Makin pahit, karena ia mengetahui kabar itu dari internet.
Ia lantas bertualang di Vietnam. Pada 8 Maret 2011, Simon meneken kontrak berdurasi dua tahun di klub Dong Tam Long An. Target yang diberikan kepadanya ketika itu adalah membawa Dong Tam ke posisi lebih baik di V-League.
Dong Tam, klub juara V-League 2005 dan 2006, namun finis di peringkat keenam pada musim 2010. Alhasil, pada musim 2011, manajemen klub ingin mengembalikan prestasi, satu di antaranya dengan mendatangkan Simon.
Namun, kontrak tak berjalan seperti yang diharapkan. Pada 1 Oktober 2011 atau jelang Liga Indonesia 2011-2012, namanya muncul di berita nasional. Ia diperkenalkan jadi pelatih Mitra Kukar.
Ketua Umum Mitra Kukar, Endri Erawan, ketika itu berujar manajemen Naga Mekes memilih Simon karena menginginkan pelatih muda yang enerjik, yang bisa menularkan sprit semacam itu ke tim.
Banyak kenangan yang dimiliki Simon bersama Mitra Kukar, mengingat itu adalah klub pertama yang dibesutnya di Indonesia. Negara di mana kelak ia memimpin tim nasionalnya.
Kepada BBC, Simon menceritakan, ketika itu Mitra Kukar melakoni derbi. "Jelang akhir pertandingan, wasit memberi lawan tendangan sudut. Namun, fans menyerbu masuk ke lapangan karena mereka menilai semestinya itu handsball dan diganjar penalti," ujarnya.
"Polisi bisa mengendalikan mereka, namun wasit lantas mengubah keputusan jadi penalti. Kiper kami bisa menepis penalti itu, namun tentu saja, ada serbuan lagi ke lapangan," lanjutnya.
"Kami terdesak hingga ke tengah lapangan dan polisi bersenjata mengelilingi kami karena kericuhan massal dengan 15 ribu fans di sekitar kami. Just another day in the Indonesia League!" imbuhnya.
Advertisement
Tak Silau dengan Bintang
Masih ada cerita lain seputar musim perdananya di Indonesia. Ketika itu, ia mendatangkan pemain top, Marcus Bent. Keputusannya itu kelak akan memengaruhi dirinya dalam hal kebijakan transfer pemain asing di klub yang dibesutnya.
"Dia pria yang luar biasa, sangat menyenangkan. Tapi, dia butuh banyak waktu untuk adaptasi di dalam dan luar lapangan karena dia baru di Indonesia dan mendapati sesuatu di sekitarnya sangat sulit," ucapnya perihal Marcus Bent.
"Saya ingin menghindari hal semacam itu lagi. Mengapa mendatangkan Robin van Persie jika Anda harus fokus memberikan waktu Anda untuk membantu Robin van Persie beradaptasi di Indonesia? Itu tak adil buat pemain lain," kata Simon.
Pelajaran semacam itu yang dipetik Simon, yang membuatnya berani merekrut pemain gaek semacam Herman Dzumafo di Bhayangkara FC pada musim 2018. Dianggap hampir "habis", pemain 38 tahun itu bisa kembali menemukan permainan apiknya bersama the Guardians.
Hal itu bisa diartikan, Simon McMenemy tak silau dengan pemain bintang, atau setidaknya hanya punya rekam jejak mentereng, namun kesulitan menyatu dengan tim.
Jelang akhir 2012, Simon mendapatkan pelabuhan baru. Lepas dari Mitra Kukar, ia hinggap di Pelita Bandung Raya. Namun, di klub yang kini Madura United itu, nasib Simon tak jauh beda dengan karier di klub sebelumnya. Ia dibebastugaskan alias diputus kontraknya di tengah jalan untuk kali kedua.
Simon lantas memilih keluar dari Indonesia. Ia berlabuh di klub Maladewa, New Radiant. Ia tercatat gabung klub itu hanya dua bulan, 13 Maret hingga 10 Mei 2014.
Kemudian pada 26 Agustus 2014, namanya muncul di pemberitaan media Filipina lagi. Ia dikenalkan sebagai pelatih anyar Loyola Meralco Sparks.
Yahoo Sports menulis, di klub itu, ia kembali bekerja sama dengan pemain-pemainnya semasa menangani the Azkals di Piala AFF 2010, seperti kakak beradik James dan Philip Younghusband, serta orang yang "berjasa" membawanya ke Filipina, Simon Greatwich.
Motivasi dan Asa Pencinta Timnas
Dua tahun berkiprah bersama Loyola, Simon kembali ke Indonesia. Pada akhir Desember 2016, Bhayangkara FC mengumumkan penunjukkan Simon sebagai pelatih anyar untuk musim 2017.
Kepada Bola.com, Simon berujar ada beberapa alasan mengapa ia kembali ke sepak bola Indonesia, khususnya melatih Bhayangkara FC.
"Saya dua kali melatih di Indonesia, dua kali pula saya mengalami akhir pahit. Hal itulah yang membuat saya penasaran. Secara pribadi, saya ingin memperbaiki catatan karier saya di Indonesia," ujarnya dalam wawancara yang diunggah Bola.com pada 16 Januari 2017.
Simon pun kembali menghadirkan "dongeng", kali ini ke Bhayangkara FC. Ia membawa Evan Dimas dkk. menutup musim 2017 dengan status juara, meski menyisakan cerita kontroversial.
"Tak ada yang mengira kami mampu bersaing dalam perebutan gelar, tapi saya tak akan bilang ini seperti kisah Leicester City yang lain. Kami bukan tim yang suka serangan balik. Kami memainkan sepak bola atraktif dan mendominasi permainan. Kami selalu punya keyakinan," tuturnya kepada BBC.
Rupanya, Simon memiliki motivasi lain, di luar rasa penasaran mengapa ia bersedia melatih di Indonesia lagi, hingga akhirnya mampu membawa Bhayangkara FC menjuarai Liga 1 2017.
"Saya masih punya tweet dalam ponsel saya, yang saya simpan pada hari di mana saya tiba di Bhayangkara. Tweet itu berbunyi: 'Coach, Anda pernah di sini (kompetisi Indonesia) dua kali. Mengapa Anda kembali?#loser'. Itu membakar motivasi saya. Semua yang saya pelajari selama tujuh tahun, kegagalan dan kesuksesan, dengan berbagai kebudayaan dan ide berbeda, menjadi satu membantu saya memenangi gelar," tuturnya.
Kontrak Simon dengan Bhayangkara FC berakhir pada Januari 2019. Namun, sebelum itu, pelatih yang bahkan namanya kurang dikenal di negara asalnya itu, berhasil memenuhi keinginannya menduduki jabatan prestius: pelatih Timnas Indonesia.
Menurut statistik Labbola, pencapaian Simon bersama tiga klub berbeda di Indonesia sejak musim 2011-2012 terbilang apik. Ia mencatatkan 47 kemenangan, 30 hasil imbang, dan 16 kekalahan, dengan jumlah gol memasukkan 140, gol kebobolan sebanyak 113, serta clean sheet sebanyak 23 pertandingan.
Asa penggemar Tim Garuda untuk melihat tim kesayangan berprestasi di masa mendatang pun, kini berpindah ke bahu pelatih kelahiran 6 Desember 1977 ini. Mampukah Simon McMenemy menghadirkan "dongeng" seperti yang pernah dilakukannya pada beberapa tim besutannya?
Sumber: Berbagai sumber
Advertisement