Bola.com, Surabaya - Maraknya pengaturan skor dalam sejumlah pertandingan Liga 2 dan Liga 3 musim ini masih menjadi perbincangan. Belum lama ini, beberapa praktik itu mulai terkuak.
Paling anyar, PSSI memutuskan menghukum PS Mojokerto Putra dengan tidak diperbolehkan berkompetisi pada 2019. Klub berjulukan Laskar Majapahit itu dinyatakan terlibat dalam pengaturan skor pada beberapa pertandingan Liga 2 2018.
Kapten Timnas Indonesia era 1990-an, Ferril Raymond Hattu mengaku tidak terkejut dengan fenomena ini. Menurutnya, pengaturan skor di Indonesia sudah terjadi sejak sebelum dia berkarier sebagai pesepak bola.
Advertisement
Baca Juga
“Sebelum era Pak Kardono (ketum PSSI era 1983-1991), pengaturan skor sudah terjadi. Hal-Hal seperti sudah sejak lama ada. Mulanya, para bandar itu hanya mengincar pemain tanpa melibatkan pengurus klub. Tapi, lama-lama pengurus klub juga ikut masuk dan membuat sekarang jadi seperti ini,” kata Ferril kepada Bola.com belum lama ini.
Ferril dikenal sebagai pemain yang pernah membela Persebaya Surabaya, NIAC Mitra, dan Petrokimia Putra. Pria kelahiran Surabaya itu merupakan kapten Timnas Indonesia yange meraih medali emas SEA Games 1991.
“Saat masih bermain, saya tahu beberapa pemain yang merupakan teman saya juga ikut terlibat. Tapi, saya tidak pernah ditawari atau disuap bandar atau siapapun dalam pertandingan. Lagipula, gak ono sing wani karo aku (bahasa Jawa: tidak ada yang berani sama saya),” ucap Ferril.
Selama ini, mantan pemain yang paling vokal menyuarakan dugaan pengaturan skor adalah Rochi Putiray. Mantan striker Timnas Indonesia itu sejak lama mengaku pernah disuap dan menerima sejumlah uang untuk tidak mencetak gol dalam pertandingan liga Indonesia.
“Rochi itu sudah menjadi salah satu bukti bahwa sepak bola Indonesia memang bobrok. Dia mau terang-terangan karena memang hal itu yang terjadi. Jadi jangan kaget kalau tiba-tiba ada pertandingan sudah diatur sebelum pertandingan,” ujar Ferril.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sejak Dulu Sudah Marak
Ferril mencontohkan saat dirinya menjadi pemain sekaligus asisten pelatih Petrokimia Putra pada Liga Indonesia 1994-1995. Saat itu, timnya berhasil menembus babak final berhadapan dengan Persib Bandung.
Laga final itu menjadi salah satu pertandingan kontroversial yang pernah terjadi di Indonesia. Penyebabnya, striker Petrokimia, Jacksen F. Tiago berhasil mencetak gol, namun dianulir oleh wasit karena dianggap telah terjebak off side terlebih dahulu.
Persib akhirnya berhasil menang tipis 1-0 berkat gol tunggal Sutiono Lamso dan berhak meraih gelar juara. Petrokimia kemudian dijuluki sebagai “juara tanpa mahkota” karena dianggap lebih pantas menang dibanding Persib.
“Saya yakin pertandingan itu juga sudah diatur sedemikian rupa sehingga wasit memutuskan tidak mengesahkan gol kami. Era dulu, teknologi memang masih kurang. Tapi suara publik dan pengamatan masyarakat sudah tahu bahwa ada yang tidak beres di pertandingan itu,” imbuh Ferril.
Berbicara soal pengaturan skor saat ini selalu diminta untuk menunjukkan bukti. Masalahnya, Ferril mengaku memang tidak memiliki bukti nyata banyaknya pengaturan skor. Tapi, dia menjamin bahwa praktik ini memang selalu terjadi setiap tahun.
“Buktinya gampang saja sebenarnya. PSSI kalau memang serius memberantas pengaturan skor seharusnya hadir di acara Mata Najwa (Rabu, 19 Desember 2018). Kenyataannya kan tidak ada satu pun perwakilan mereka yang hadir. Kapolri dan Menpora saja datang. Mungkin mereka (PSSI) takut,” tutur pria berusia 56 tahun itu.
“Sekarang mulai dibongkar satu-satu. Saya yakin itu juga tebang pilih. Seperti Hidayat (mantan anggota Exco PSSI) misalnya yang dihukum dua tahun tidak boleh beraktivitas sepak bola. Seharusnya dihukum pemiskinan atau seumur hidup,” terang Ferril.
Advertisement
Revolusi PSSI
Bobroknya sepak bola Indonesia itulah yang membuat Ferril sudah enggan berkecimpung dalam dunia sepak bola. Terakhir, dia menjadi manajer Petrokimia pada Ligina 2004.
Setelah itu, klub juara Ligina 2002 itu merger dengan Persegres Gresik dan kini menjadi Gresik United. Ferril kini mengabdikan hidupnya sebagai Direktur Utama PT Graha Sarana Gresik yang merupakan perusahaan milik Petrokimia.
“Saya sudah capek melihat sepak bola kita jadi seperti ini. Kalau mau bagus, klub harus keluar uang banyak. Setiap klub Indonesia harus mau terlibat dalam praktik kotor seperti ini. Kalau tidak mau, degradasi menjadi akibatnya. Ada beberapa teman saya yang sekarang jadi pelatih karena terlalu idealis malah dikucilkan PSSI,” ungkap pria berdarah Maluku itu.
Ferril cukup yakin permasalahan ini bisa diselesaikan. Apalagi, Polri telah membentuk satgas khusus untuk menanganinya. PSSI juga telah membentuk Komite Ad Hoc sebagai wadah memerangi pengaturan skor.
“Saya optimis hal ini bisa dibersihkan. Ada dua caranya. Pertama, biarkan saja secara alami semuanya akan hilang. Tapi, tentu itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akan jadi bertahun-tahun,” ucapnya.
“Kedua, tangkap saja semuanya satu per satu. Bersihkan semuanya tanpa ada yang tersisa dan harus mau melakukannya. Masalahnya, kalau cara ini dipilih, saya yakin PSSI benar-benar bersih. Tidak hanya bersih pengaturan skor, tapi bersih dalam artinya kantornya. Karena saya yakin hampir semua orang di PSSI juga terlibat,” tutup Ferril.