Nusa Dua - Pro dan kontra penyelenggaraan Kongres Luar Biasa mengemuka setelah Edy Rahmayadi mengundurkan diri dari jabatan ketua umum PSSI. Beberapa pemilik suara mendesak KLB digelar dalam waktu dekat.
Advertisement
Baca Juga
Desakan satu di antaranya datang dari Ketua Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta, Uden Kusuma Wijaya. Dia menilai KLB harus segera digelar demi pembaruan di tubuh federasi tertinggi sepak bola Indonesia itu.
"Saya kira itu harus diajukan demi pembaruan PSSI. Tidak ada jalan ke luar lain," kata Uden di sela-sela Kongres Tahunan PSSI di Hotel Sofitel Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019).
Bukan tanpa alasan Uden menyatakan demikian. Menurutnya, PSSI dalam situasi darurat karena para petingginya di jajaran Komite Eksekutif terjerat kasus hukum pengaturan skor. Beberapa di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sosok Berkompeten
Uden berharap dengan disegerakannya KLB, PSSI bisa menemukan sosok berkompeten untuk memimpin roda organisasi.
"Saya rasa pilihan paling rasional adalah mengganti anggota Komite Eksekutif PSSI. Jangan memercayakan organisasi kepada orang-orang lama yang kita tahu terlibat dalam masalah hukum. Biarkan mereka menyelesaikan persoalannya," tutur Uden.
Meski begitu, tak semua pemilik suara sependapat dengan Uden. Wakil Ketua Asprov PSSI Papua Rocky Bebena lebih memilih memberikan keleluasaan waktu kepada jajaran pengurus PSSI saat ini untuk menyelesaikan tugasnya hingga batas yang ditentukan.
Advertisement
Sesuai Statuta
Rocky menilai apa yang terjadi setelah pengunduran diri Edy Rahmayadi sudah sesuai dengan statuta PSSI. "Kita hanya merujuk pada statuta. Jika ketua mengundurkan diri, maka yang melanjutkan tongkat kepemimpinan itu adalah anggota Exco, dalam hal ini wakil ketua umum," ucap Rocky.
Apalagi, saat ini situasi dianggap tidak memungkinkan untuk menggelar KLB lantaran Indonesia memiliki hajatan besar yakni Pemilu 2019 pada April. "Harus juga diingat, jika ingin menggelar KLB, waktu dan situasinya tidak tepat, karena bersamaan dengan musim politik," katanya.
"Agenda negara itu jauh lebih penting dibanding KLB. Lagi pula akan menguras tenaga, menguras pikiran dan lain-lain, selain masyarakat sedang menyiapkan diri menghadapi pilpres," tutup Rocky.