Bola.com, Surabaya - Ada spekulasi mundurnya Edy Rahmayadi dari kursi Ketum PSSI meninggalkan masalah besar, yakni merebaknya kasus pengaturan skor di berbagai level kompetisi nasional. Namun pelatih senior, Ruddy Keltjes dengan tegas menolak spekulasi itu.
"Meledaknya kasus pengaturan skor hingga Kapolri membentuk Satgas Anti-Mafia Bola kan terjadi di akhir kompetisi. Sementara tekanan agar Edy Rahmayadi agar mundur beberapa bulan sebelum kasus match fixing terbongkar. Jadi, tak bisa ditarik kesimpulan Edy Rahmayadi mundur karena kasus itu (pengaturan skor)," kata Ruddy Keltjes.
Advertisement
Pelatih Tim PON Jatim 2020 ini mengungkapkan fakta di beberapa era sebelum Edy Rahmayadi jadi Ketua Umum PSSI, kasus pengaturan skor pernah merebak di Indonesia. Tetapi, berita dan penanganan kasus terdahulu tidak semasif saat ini.
"Pada Ketum-Ketum PSSI dulu, teknologi tak secanggih sekarang. Saat ini berita apa pun akan cepat menyebar di medsos dan langsung ditanggapi publik. Jadi, dulu kasus suap sering menguap," jelasnya.
Bahkan, lanjut Ruddy Keltjes, saat dia masih jadi pemain pada tahun 1980-an di era Galatama, pernah merebak kasus suap.
"Tapi, saat itu kan tak ditangani kepolisian seperti sekarang ini. Jadi, kasus dulu itu hanya berputar di PSSI dan persepakbolaan Indonesia. Saya masih ingat teman-teman seangkatan yang pernah disebut-sebut makan suap. Tapi, sampai sekarang hanya jadi perbincangan di antara kami," ungkapnya.
Ruddy Keltjes juga menyebut kasus suap tak hanya terjadi di kompetisi, tetapi juga Timnas Indonesia.
"Coba buka arsip berita-berita sepak bola kita zaman dulu. Anda pasti temukan indikasi terjadi suap di timnas kita. Jadi, sebenarnya soal suap dan pengaturan skor itu tak hanya terjadi di zaman Edy Rahmayadi saja. Cuma kebetulan di bawah kepemimpinan Edy Rahmayadi, soal suap ini ditangani Kepolisian lebih serius," tuturnya.