Bola.com, Phnom Penh - Kamboja tuan rumah Piala AFF U-22 2019 dikenal sebagai negara yang memiliki sejarah kelam dalam hal pembantaian masyarakat pada masa silam.
Setelah beberapa waktu lalu mengunjungi Pusat Genosida Choeung Ek, kali ini Bola.com mendapatkan kesempatan untuk datang ke Pusat Genosida Tuol Sleng. Aktivitas berkunjung ke objek wisata berbau sejarah ini dilakukan jelang laga final yang mempertemukan Timnas Indonesia U-22 kontra Thailand.
Advertisement
Baca Juga
Terletak di pusat kota Phnom Penh tepatnya pada jalan St 113, sepintas tak ada yang aneh dengan bangunan kusam berlantai 3 dengan dominasi cat putih luntur keabu-abuan.
Namun, ternyata bangunan bergaya mirip sekolahan itu menyimpan sejarah kelam yang akan melekat di dalam hati dan pikiran masyarakat Kamboja. Bangunan tersebut adalah Pusat Genosida Tuol Sleng.
Tempat ini dulunya merupakan kamp tahanan rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot. Sebelum menjadi penjara, tempat ini merupakan sekolahan Tuol Svay Prey Secondary School.
Kemudian tempat ini digunakan sebagai lokasi penahanan dari orang-orang yang tidak sepaham dengan Pol Pot. Nama Tuol Sleng diadaptasi dari Bahasa Khmer yang berarti “Bukit Pohon Beracun”
Untuk menikmati tempat bersejarah ini, Anda harus membayar tiket masuk seharga Rp 5 Dolar AS. Anda bisa mendapatkan alat bantu informasi audio dengan tambahan 5 Dolar AS.
Aura mistis langsung terasa begitu melewati pintu masuk. Anda akan disambut 14 petak putih yang merupakan kuburan dari orang tidak dikenal yang jadi korban di Tuol Sleng. Beralih ke sebelah kiri, terdapat bangunan A yang jadi tempat singgah perdana para tahanan setelah didata oleh sipir.
"Anda akan memasuki tempat yang memiliki sejarah kelam dan penyiksaan yang di luar akal sehat Anda sebagai manusia. Selamat datang di Tuol Sleng, tempat yang pernah menjadi mimpi buruk untuk masyarakat Kamboja," kata pemandu wisata melalui alat bantu audio.
Pada bangunan tiga tingkat itu terdapat puluhan kamar yang masing-masing terdiri dari satu buah ranjang untuk introgasi. Jadi, para tahanan akan dibaringkan dengan kondisi kaki dan tangan diikat besi panjang. Kemudian selama proses introgasi akan dilakukan penyiksaan fisik berupa cambukan hingga setruman listrik.
Suasana makin mencekam ketika Anda memasuki Bangunan B. Di sana terpajang puluhan foto para tahanan ketika didata hingga foto terakhir ketika mengembuskan nyawa. Terdapat wajah kepolosan yang bingung akan apa yang bakal menimpa mereka.
Tak hanya foto tahanan dewasa, terdapat pula para anak kecil dengan wajah penuh kepolosan.
Beranjak ke Bangunan C, atmosfer keseraman semakin menjadi ketika masuk bangunan tiga lantai. Ini merupakan tempat para tahanan menghabiskan waktu di dalam sel. Lantai 1 merupakan sel dengan jeruji besi, lantai dua merupakan sel dengan dengan dinding batu bata, dan lantai tiga merupakan sel dengan dinding kayu.
Adapun Bangunan D merupakan tempat pameran alat-alat penyiksaan di Tuol Sleng. Berbagai benda yang dipajang dan menjadi saksi bisu kekejaman rezim Khmer Merah itu bahkan masih terlihat darah para korban.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Dibantai di Killing Field Choeung Ek
Masyarakat Kamboja yang sudah menjadi tahanan di Tuol Sleng tampaknya hanya tinggal menunggu ajal menjemput saja. Sebab, setelah mengalami penyiksaan yang teramat besar maka tujuan akhir mereka adalah ke Killing Field Choeung Ek.
Tempat hamparan hutan dan rawa yang berjarak 10 km dari kota Phnom Penh itu menjadi saksi bisu akan pembantaian para tahanan Tuol Sleng. Mereka akan dieksekusi dengan berbagai cara seperti ditembak, ditebas pedang, hingga memakai benda tumpul
Diperkirakan sebanyak 17 ribu masyarakat Kamboja para tahanan Tuol Sleng meregang nyawa di Killing Field. Mereka akan disatukan pada kuburan massal.
Jadi, menikmati Piala AFF U-22 2019 sembari berwisata sejarah menjadi salah satu pengalaman berharga yang Bola.com dapatkan di Kamboja. Tak hanya itu, selama 10 hari berada di Tanah Khmer, Bola.com juga berkesempatan mencicipi makanan lokal yang masih terasa janggal di lidah orang Indonesia.
Advertisement