Bola.com, Jakarta - Tak selamanya Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, menjadi tempat keberuntungan bagi Persija Jakarta. Di stadion legendaris yang diresmikan 21 Juli 1962 itu, Tim Macan Kemayoran pernah merasakan pahitnya kalah di laga final Piala Indonesia pada tahun 2005.
Piala Indonesia merupakan sebuah turnamen yang mempertemukan klub-klub lintas divisi. Pertama kali turnamen ini diadakan pada tahun 2005 dengan nama Copa Indonesia (Copa Dji Sam Soe untuk alasan sponsor).
Advertisement
Kali pertama digelar, purnamen Piala Indonesia 2005 melibatkan 92 tim yang terdiri dari 36 klub Divisi Utama, 40 klub Divisi Satu dan 16 klub Divisi Dua. Sebelumnya di era Galatama Pernah pula digelar semacam Piala Indonesia yang diikuti oleh klub-klub Galatama dengan nama Piala Galatama.
Final perdana turnamen citra rasa baru mempertemukan Persija kontra Arema Malang. Partai puncak Copa Dji Sam Soe 2005 benar-benar berakhir dramatis.
Arema tampil sebagai juara dengan mengalahkan Persija Jakarta 4-3 lewat perpanjangan waktu. Saling kejar gol hingga dalam pertarungan yang menarik membuat final di stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Sabtu (19/11/2005), benar-benar menguras emosi. Benar-benar tontonan seru.
Kedua tim harus bermain hingga dua kali perpanjangan waktu dengan sama-sama kehilangan satu pemain. SUGBK terbelah dua pada malam itu, massa The Jakmania (pendukung Persija) dan Aremania (Arema) tumpah ruah di tribune stadion.
The Jakmania lebih dahulu bersorak setelah Adolfo Fatecha mencetak gol di menit ke-12. Gol ini terjadi setelah tendangan bebas Ismed Sofyan terlepas dari tangkapan kiper Silas Ohee. Fatecha yang sudah siap di depan gawang langsung menyodok bola ke dalam gawang.
Namun keunggulan Persija tidak bertahan lama. Penetrasi Erol Iba dari sisi kiri lapangan di menit 20 menjadi awal gol penyama Tim Singo Edan. Operannya dengan cerdik diolah Franco Hitta Martin hingga bebas menghadapi kiper Mukti Ali Raja.
Tanpa ragu bomber asal Cile itu melepaskan tendangan sangat keras sampai membentur Mukti dan bola mantul ke dalam gawang.
Gol Franco Hitta membuat tempo permainan semakin tinggi. Wasit kembali harus mengeluarkan dua kartu kuning karena pelanggatan keras yang dilakukan Deca dan mantan bek Pesija Warsidi.
Di babak kedua kedua tim bermain lebih terbuka. Solo run Firman Utina dari setengah lapangan tidak mampu dihentikan pemain-pemain persija. Dengan tenang sontekannya melewati kiper Mukti dan membuat kedudukan 2-1 untuk Arema.
Namu hanya selang beberapa menit terjadi insiden kontrovesial. Wasit Jajat Sudrajat memberikan hadiah penalti kepada Persija karena menilai pemain belakang Arema melakukan handsball, meski gambar ulang terlihat tidak demikian.
Batoum Roger yang mengeksekusi penalti berhasil melakukan tugasnya dengan baik.
Nasib sial Arema bertambah karena selanjutnya Alexander Pulalo menerima kartu kuning kedua setelah menekel kasar, Ortizan Solossa. Bek asal Papua itupun harus meninggalkan lapangan. Kondisi ini membuat kubu Arema yang marah besar, mereka menilai wasit berat sebelah, cenderung memihak Persija Jakarta.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Mogok Bertanding
Nakhoda Arema, Benny Dollo langsung mengistruksikan para pemainnya keluar dari lapangan, sehingga pertandingan terhenti. Awak Kera-kera Ngalam sempat masuk ruang ganti, menolak melanjutkan laga.
Mantan pelatih Timnas Indonesia ini melampiaskan amarahnya dengan membanting tiang penyangga atap banch. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, wasit dan dua asistennya Sukisno dan Riswanda yang awalnya menunggu di titik kickoff, berjalan meninggalkan lapangan.
Uniknya saat wasit akan meninggalkan lapangan, para pamain Arema sudah siap kembali. Akhirnya setelah komisi pertandingan melakukan diskusi dengan tim Arema serta wasit, pertandingan pun dilanjutkan kembali.
Beberapa tahun belakangan, Bendol mengakui keputusannya saat itu menarik para pemain Arema sebagai bentuk psywar.
"Kalau kami tidak melakukan gertakan, wasit tetap memimpin pertandingan yang cenderung berat sebelah. Hal enggak adil buat Arema. Dan benar saja setelah kami mengancam mogok, wasit tersengat dan kemudian memimpin laga dengan adil," ucap arsitek asal Manado itu.
Jumlah pemain kembali berimbang. Aris Indarto menekel Franco Hitta dan diganjar kartu kuning kedua. Dengan demikian kapten Persija ini juga harus meninggalkan lapangan karena terkena hukuman kartu merah.
Dengan jumlah pemain yang seimbang, pertandingan pun kembali berjalan seru.
Tim Singo Edan membuat suporter Persija terdiam saat Firman Utina membobol gawang Rim Ibu Kota. Skor berbalik 3-2 buat Arema.
Advertisement
Dua Final, Dua Kali Kalah
Pelatih Persija saat itu, Arcan Urie, melakukan terobosan memasukkan Kurniawan Dwi Yulianto untuk menambah daya dobrak. Ia memperpanjang nafas Persija lewat gol sundulan memanfaatkan umpan lambung Ismed Sofyan. Skor 3-3 tersaji hingga babak normal usai.
Sesuai dengan peraturan Copa Dji Sam Soe, pertandingan akan dilanjutkan dengan sistem silver goal classic. Artinya berapapun gol yang tercipta selama waktu tambahan, pertandingan akan terus berlangsung dalam 2x15 menit.
Akhir drama yang menarik ini pun ditutup oleh akhir heroik Utina dengan hattrick-nya di extra time di paruh pertama. Lagi-lagi pergerakannya di antara pemain Persija tidak terdeteksi. Umpan terobosan di dalam kotak penalti dengan cermat sambarnya dan dilesakkan ke dalam gawang. Skor 4-3 buat Arema.
Kekalahan ini terasa menyesakkan bagi Persija mengingat mereka juga sebelumnya gagal juara di Liga Indonesia 2005, setelah kalah 2-3 dari Persipura Jayapura di partai final yang juga dihelat di SUGBK.
Cerita tidak mengenakkan ini bisa jadi pembakar semangat penggawa PSM Makassar yang menjadi lawan Persija di leg pertama Piala Indonesia 2018-2019 di SUGBK pada Minggu (21/7/2019). Mitos bahwa Senayan selalu membawa keberuntungan bagi Tim Macan Kemayoran tidak selamanya benar.