Bola.com, Jakarta - Mantan Plt Ketum PSSI, Joko Driyono divonis bersalah melakukan tindak pidana merusak barang bukti terkait kasus pengaturan skor sepak bola. Jokdri divonis 1,5 tahun penjara. Hukuman ini jadi terasa menyesakkan bagi pria asal Ngawi, perjalananya di sepak bola Indonesia selama 15 tahun berujung pahit.
Demikian petikan keputusan pengadilan Jakarta Selatan:
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Â
"Menyatakan terdakwa Joko Driyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menggerakkan orang, merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu dimuka penguasa yang berwenang, akta akta, surat surat, atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan yang masuk ke tempat kejahatan dengan memanjat atau memakai kunci palsu," tutur ketua majelis hakim Kartim Haeruddin di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).
Advertisement
Â
Hakim menyatakan Jokdri terbukti bersalah melanggar Pasal 235 juncto Pasal 233 dan Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap Joko Driyono dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata Kartim.
Adapun hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa mempersulit proses penyidikan lain yang ditangani penyidik Polda Metro Jaya. Sedangkan hal yang meringankan, Jokdri dinilai hakim bersikap sopan dan menyesali perbuatannya serta dianggap ikut berjasa membangun sepakbola di PSSI.
"Hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan dan menyesali perbuatannya, terdakwa telah berjasa membangun sepakbola di PSSI," kata Kartim.
Hakim menyatakan perbuatan Joko Driyono tidak terkait dengan kasus pertandingan sepak bola di Banjarnegara sebagaimana laporan polisi atas nama Lasmi Indaryani.
Hakim mengungkapkan bahwa Joko terbukti menggerakkan atau menyuruh saksi Muhamad Mardani Morgot alias Dani dan Mus Muliadi mengambil barang-barang di kantornya. Adapun barang yang diambil berupa DVR server CCTV dan satu unit laptop merek HP Notebook 13 berwarna silver, yang sebagian atau seluruhnya dalam penguasaan penyidik Satgas Antimafia Bola.
Padahal ruangan kantor PT Liga Indonesia di gedung Rasuna Office Park (ROP) DO-07 sudah dipasangi garis polisi sejak Rabu, 30 Januari 2019. Namun sehari berselang, Jokdri memerintahkan sopirnya, Muhammad Mardani Morgot, masuk ke ruangannya lewat pintu khusus untuk mengambil dokumen dan barang-barang.
Mardani pun berhasil masuk ke ruangan Jokdri pada 31 Januari pukul 23.30 WIB. Dia mengambil notebook dan semua kertas yang ada di atas rak serta yang ada di dalam laci meja terdakwa. Tak hanya itu, Mardani Morgot bersama saksi Mus Mulyadi juga mengambil rekaman CCTV dengan cara mencabut DVR (digital video recorder).
Kemudian Mardani mengganti DVR CCTV yang rusak dengan DVR CCTV yang masih bagus (terdapat rekamannya). Selanjutnya DVR CCTV tersebut beserta laptop dan dokumennya dibawa ke mobil terdakwa Jokdri. Setelah itu, Jokdri juga meminta agar barang-barang tersebut dipindahkan dari mobilnya.
Menyikapi vonis hukum ke Joko Driyono, PSSI memastikan akan menghormati proses hukum dan putusan pengadilan
Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Media dan Promosi Digital PSSI, Gatot Widakdo, saat dikonfirmasi Kompas.com pada Selasa (23/7/2019). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sendiri telah menjatuhkan vonis kepada Joko Driyono pada hari ini.
"PSSI menghormati proses hukum dan putusan pengadilan. Terkait langkah hukum, kami serahkan kepada tim kuasa hukum Pak Joko," kata Gatot Widakdo.
Dia adalah salah tokoh populer yang malang melintang di dunia sepak bola Tanah Air sejak pertengahan era 2000.
Sebelum jadi pengurus PSSI, Joko mengawali karier sebagai pesepak bola amatir. Ia bahkan pernah tampil di kompetisi usia muda Piala Soeratin saat masih memperkuat klub amatir dari tanah kelahirannya, Ngawi.
Joko juga pernah tercatat sebagai pemain Putra Gelora, klub internal Persebaya yang didirikan H.M. Mislan. Haji Mislan adalah ayah Vigit Waluyo, yang saat ini juga merupakan salah satu tersangka dalam kasus pengaturan skor di Liga 2, antara PSS Sleman melawan Madura FC.
Bakat tersebut membawa Joko hampir menjadi pesepak bola profesional di klub Arseto Solo. Namun, saat itu karena kepentingan studi, ia lantas meninggalkan dunia si kulit bundar dan konsentrasi kuliah di Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Kendati begitu, kecintaannya terhadap sepak bola tak hilang. Joko Driyono kemudian sempat menjalani profesi sebagai jurnalis olahraga. Bersinggungan dengan orang-orang sepak bola selama menjadi wartawan membuat Joko punya jaringan luas.
Saat bekerja di PT Krakatau Steel Joko kembali nyemplung dunia sepak bola. Ia diminta jadi perwakilan perusahaannya untuk mengelola klub Pelita Jaya KS pada 2004. Pelita Jaya merupakan klub milik pengusaha Nirwan Dermawan Bakrie, yang kerap berpindah-pindah markas. Mereka berkongsi dengan PT Krakatau Steel yang bermarkas di Cilegon.
Dua tahun mengelola klub tersebut nama Joko Driyono mulai populer di kalangan stakeholder sepak bola Tanah Air. Dia kemudian didapuk oleh petinggi-petinggi klub sebagai Ketua Asosiasi Klub Profesional (Akpro) pada 2005. Saat itu kepengurusan PSSI, Nurdin Halid, tengah menggodok formulasi kompetisi baru berkolaborasi dengan Akpro.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Awalnya Pesepak Bola Amatir
Joko Driyono adalah salah tokoh populer yang malang melintang di dunia sepak bola Tanah Air sejak pertengahan tahun 2000-an.
Sebelum jadi pengurus PSSI, Joko mengawali karier sebagai pesepak bola amatir. Ia bahkan pernah tampil di kompetisi usia muda Piala Soeratin saat masih memperkuat klub amatir dari tanah kelahirannya, Ngawi.
Joko juga pernah tercatat sebagai pemain Putra Gelora, klub internal Persebaya yang didirikan H.M. Mislan. Haji Mislan adalah ayah Vigit Waluyo, yang saat ini juga merupakan salah satu tersangka dalam kasus pengaturan skor di Liga 2, antara PSS Sleman melawan Madura FC.
Bakat tersebut membawa Joko hampir menjadi pesepak bola profesional di klub Arseto Solo. Namun, saat itu karena kepentingan studi, ia lantas meninggalkan dunia si kulit bundar dan konsentrasi kuliah di Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Kendati begitu, kecintaannya terhadap sepak bola tak hilang. Joko Driyono kemudian sempat menjalani profesi sebagai jurnalis olahraga. Bersinggungan dengan orang-orang sepak bola selama menjadi wartawan membuat Joko punya jaringan luas.
Saat bekerja di PT Krakatau Steel Joko kembali nyemplung dunia sepak bola. Ia diminta jadi perwakilan perusahaannya untuk mengelola klub Pelita Jaya KS pada 2004. Pelita Jaya merupakan klub milik pengusaha Nirwan Dermawan Bakrie, yang kerap berpindah-pindah markas. Mereka berkongsi dengan PT Krakatau Steel yang bermarkas di Cilegon.
Dua tahun mengelola klub tersebut nama Joko Driyono mulai populer di kalangan stakeholder sepak bola Tanah Air. Dia kemudian didapuk oleh petinggi-petinggi klub sebagai Ketua Asosiasi Klub Profesional (Akpro) pada 2005. Saat itu kepengurusan PSSI, Nurdin Halid, tengah menggodok formulasi kompetisi baru berkolaborasi dengan Akpro.
Â
Advertisement
Konseptor Kompetisi Pro Era Baru
Joko Driyono adalah salah tokoh populer yang malang melintang di dunia sepak bola Tanah Air sejak pertengahan tahun 2000-an.
Sebelum jadi pengurus PSSI, Joko mengawali karier sebagai pesepak bola amatir. Ia bahkan pernah tampil di kompetisi usia muda Piala Soeratin saat masih memperkuat klub amatir dari tanah kelahirannya, Ngawi.
Joko juga pernah tercatat sebagai pemain Putra Gelora, klub internal Persebaya yang didirikan H.M. Mislan. Haji Mislan adalah ayah Vigit Waluyo, yang saat ini juga merupakan salah satu tersangka dalam kasus pengaturan skor di Liga 2, antara PSS Sleman melawan Madura FC.
Bakat tersebut membawa Joko hampir menjadi pesepak bola profesional di klub Arseto Solo. Namun, saat itu karena kepentingan studi, ia lantas meninggalkan dunia si kulit bundar dan konsentrasi kuliah di Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Kendati begitu, kecintaannya terhadap sepak bola tak hilang. Joko Driyono kemudian sempat menjalani profesi sebagai jurnalis olahraga. Bersinggungan dengan orang-orang sepak bola selama menjadi wartawan membuat Joko punya jaringan luas.
Saat bekerja di PT Krakatau Steel Joko kembali nyemplung dunia sepak bola. Ia diminta jadi perwakilan perusahaannya untuk mengelola klub Pelita Jaya KS pada 2004. Pelita Jaya merupakan klub milik pengusaha Nirwan Dermawan Bakrie, yang kerap berpindah-pindah markas. Mereka berkongsi dengan PT Krakatau Steel yang bermarkas di Cilegon.
Dua tahun mengelola klub tersebut nama Joko Driyono mulai populer di kalangan stakeholder sepak bola Tanah Air. Dia kemudian didapuk oleh petinggi-petinggi klub sebagai Ketua Asosiasi Klub Profesional (Akpro) pada 2005. Saat itu kepengurusan PSSI, Nurdin Halid, tengah menggodok formulasi kompetisi baru berkolaborasi dengan Akpro.
Â
Masuk ke PSSI di Era Nurdin Halid
Dinilai memiki konsep yang bagus dalam urusan tata kelola kompetisi profesional, Joko kemudian ditarik Andi Darussalam Tabussala ke Badan Liga Indonesia (BLI).
Badan bentukan PSSI ini punya tugas utama mengelola kompetisi. Joko masuk ke PSSI sebagai Sekretaris BLI.
Pada musim 2008-2009 PSSI resmi meluncurkan kompetisi model baru berlabel Indonesia Super League (ISL), dengan Joko sebagai konseptornya. BLI kemudian berubah bentuk menjadi perseroan PT Liga Indonesia.
Joko kemudian didapuk sebagai CEO PT LI. Perseroan ini posisinya di luar PSSI, dengan klub sebagai pemegang saham utama. Mereka yang memutar kompetisi. Mulai dari membuat regulasi hingga pencarian sponsor.
PSSI kebagian jatah kepemilikan PT LI dengan status saham goldenshare. Pada 2011 kepengurusan PSSI Nurdin Halid tumbang. Sepak bola Indonesia mengalami kisruh yang akut.
Bersama Agum Gumelar, Joko Driyono diminta FIFA membentuk Komite Normalisasi untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa PSSI mencari Ketua Umum Baru PSSI.
Lewat forum itu mencuatlah sosok Djohar Arifin Husin sebagai nakhoda baru PSSI. Belum sampai setahun kepengurusan baru berjalan muncul kisruh baru.
Klub-klub anggota dan kepengurusan PSSI daerah melakukan pemberontakan ke PSSI. Mereka tidak setuju dengan sistem pengelolaan kompetisi Liga Primer Indonesia.
Muncul federasi tandingan, Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang digawangi anggota Komite Eksekutif PSSI, La Nyalla Mattalitti. Joko masuk kepengurusan KPSI sebagai sekjen.
KPSI menghelat kompetisi ISL 2013 yang menjadi tandingan IPL. Atas intervensi FIFA kemudian muncul Kongres Luar Biasa PSSI yang memunculkan duo kepengurusan baru Djohar Arifin dan La Nyalla. Penggabungan dua kekuatan ini untuk membuat kondisi sepak bola nasional kondusif.
Joko di kepengurusan PSSI ini menjadi Sekjen. Dalam Kongres Tahunan 2005 diputuskan pergantian kepengurusan PSSI. La Nyalla naik ke puncak sebagai orang nomor satu di federasi.
Kongres yang diselenggarakan di Surabaya itu tak direstui Menpora, Imam Nahrawi. Hasil kongres tidak diakui pemerintah. FIFA yang kemudian melihat adanya intervensi politik, menjatuhkan skorsing pembekuan sementara keanggotaan PSSI.
Â
Advertisement
Menggantikan Edy Rahmayadi
Di saat bersamaan La Nyalla Mattalitti tersandung kasus kriminal korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur. Ia sempat menjalani proses penahanan. Karena tak bisa menjalankan tugasnya kemudian yang bersangkutan mengundurkan diri.
PSSI atas restu pemerintah menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda pemilihan kepengurusan baru pada 2016. Pemilihan yang dilangsungkan di Ancol, Jakarta Utara, memunculkan Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. Joko dan sejumlah petinggi klub berperan memuluskan Edy (yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad) ke puncak singgasana.
Di kepengurusan baru PSSI, Joko Driyono diangkat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. Kepengurusan PSSI kembali goyah dalam Kongres Tahunan di Bali pada 20 Januari 2019.
Edy Rahmayadi yang saat itu sudah menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara mengundurkan diri. PSSI sejak akhir tahun lalu jadi sorotan, terutama setelah Timnas Indonesia gagal di Piala AFF 2018.
Isu soal adanya pengaturan skor di kompetisi profesional PSSI: Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 menghangat di masyarakat. Sepeninggal Edy, Joko Driyono jadi Plt. Ketua Umum PSSI.
Joko tak bisa duduk tenang menikmati jabatannya. Ia kena ciduk Satgas Antimafia Bola yang mendapat mandat menuntaskan kasus pengaturan skor di dunia sepak bola nasional.
Joko Driyono dijadikan sebagai tersangka dalam kasus penghilangan barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan kasus match fixing.
Beralasan ingin fokus mengurusi kasusnya, Joko kemudian menunjuk Gusti Randa sebagai penggantinya. PSSI disiapkan menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda utama membentuk kepengurusan PSSI.
Apakah hal ini jadi pertanda sangkakala karier Joko Driyono di dunia sepak bola Indonesia?