Bola.com, Jakarta - Drama menguras emosi bak sinetron kembali terjadi di perhelatan sepak bola Tanah Air. PSSI telah menyatakan final leg kedua Piala Indonesia PSM Makassar Vs Persija Jakarta di Stadion Andi Mattalatta, Mattoanging, Makassar, pada Minggu (28/7/2019) diundur.
Pertemuan kedua tim terpaksa ditunda PSSI karena bus Persija diserang oleh oknum di stadion sehari sebelum laga. Pihak-pihak terkait sudah berusaha mencoba melobi tim Persija untuk tetap bertanding, namun gagal.
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Advertisement
PSSI belakangan juga memutuskan final leg kedua antara PSM vs Persija dijadwal ulang pada 6 Agustus 2019. Lokasi pertandingan ini ditetapkan di Stadion Andi Mattalatta.
Kepastian ini tertuang lewat surat PSSI yang ditandatangani Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria pada 29 Juli 2019. Surat ini ditujukan kepada manajemen klub PSM Makassar dan Persija Jakarta.
"Bersama ini disampaikan penetapan jadwal pertandingan final Piala Indonesia 2018/2019 leg kedua antara PSM Makassar melawan Persija Jakarta akan digelar pada 6 Agustus," demikian bunyi surat tersebut.
"Selanjutnya dimohon kepada Manajemen Klub PSM Makassar selaku tuan rumah penyelenggara pertandingan dapat mempersiapkan segala sesuatu terkait persiapan dan pelaksanaan pertandingan tersebut. Demikian hal ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih," kata Tisha.
Kasus penundaan ini menambah daftar hitam di perhelatan sepak bola nasional. Seringkali sebuah pertandingan batal digelar secara mendadak karena kasus kerusuhan suporter dan faktor-faktor nonteknis yang memanaskan tensi persaingan.
Bola.com merangkum enam kasus batal bertanding di Indonesia. Apa-apa saja dan apa dampaknya?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Persebaya di Liga Indonesia 2005
Persebaya Surabaya menggemparkan sepak bola nasional saat memutuskan Walk Out ketika bersua Persija di babak 8 besar Liga Indonesia 2005 pada 21 September 2005. Manajer Tim Bajul Ijo, H. Susanto (almarhum), jadi aktor utama di balik kasus balik badan tim yang kala itu berstatus sebagai juara bertahan kompetisi kasta elite.
Saat itu, Persebaya menempati urutan buncit Grup Barat, dengan hasil sekali imbang 2-2 (vs PSM) sekali kalah 0-1 (vs PSIS). Peluang Cristian Carrasco dkk. lolos ke partai puncak amat tipis.
Kubu Persebaya yang diarsiteki Jacksen F. Tiago melempar isu bila ada skenario memunculkan Persija, yang bertindak sebagai tuan rumah, sebagai juara kompetisi. Menjelang pertandingan antara Persebaya vs Persija, situasi memanas.
Gesekan antarkelompok suporter pendukung Persebaya, Bonek Mania dengan fans Persija, The Jakmania, terjadi di area Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan. Pihak Bajul Ijo merasa suporter mereka kurang mendapat pengamanan dari pihak kepolisian. Selain bentrok dengan The Jakmania, Bonek Mania juga terlibat perseteruan dengan ormas yang menghalang-halangi kedatangan suporter dari Surabaya ke Jakarta.
Sehari sebelum laga, di Surabaya, Ketua Umum Persebaya sekaligus Wali Kota Surabaya, Bambang D.H., mengumumkan pengunduran diri Bajul Ijo. H. Santo menambah gempar suasana saat menitipkan Piala Presiden ke PSSI Pers untuk diserahkan ke PSSI.
Keputusan Persebaya WO disesalkan PSM Makassar. Peluang mereka melenggang ke final tertutup. Apapun hasil pertandingan PSM dan PSIS, tidak memengaruhi posisi Persija sebagai pemuncak klasemen babak perempat final wilayah barat. Macan Kemayoran melaju tanpa hambatan ke partai final setelah menikmati kemenangan gratis 3-0.
Pada kenyataannya Persija tidak menjadi juara Liga Indonesia, setelah kalah 2-3 dari Persipura. Komite Displin PSSI pun langsung bereaksi atas ulah Persebaya yang melanggar fair play. PSSI langsung menjatuhkan sanksi berupa larangan mengikuti kompetisi liga nonamatir di lingkungan PSSI selama dua tahun berturut-turut serta denda sebesar Rp 25 juta kepada Persebaya. Setelah melalui banding, hukuman ini lalu dikurangi menjadi 16 bulan dan degradasi ke Divisi Satu.
Pada musim yang sama juga terjadi insiden mogok bertanding yang dilakukan Arema Indonesia di final Piala Indonesia. Tim Singo Edan saat itu menggugat kinerja wasit yang mereka nilai cenderung memihak Persija. Hanya, setelah ditenangkan pengurus PSSI, Arema yang saat itu dilatih Benny Dollo bersedia melanjutkan pertandingan. Pada akhirnya Arema keluar sebagai juara setelah memenangi pertandingan dengan skor 4-3.
Advertisement
Persipura di final Piala Indonesia 2008-2009
Final Copa Dji Sam Soe Indonesia (Piala Indonesia) 2008-2009 ternoda dengan aksi walk out yang dilakukan Persipura Jayapura.
Tim Mutiara Hitam dinyatakan kalah WO saat dalam posisi tertinggal 0-1 dari Sriwijaya FC, Minggu (28/6/2009). Mereka memprotes keputusan wasit senior Purwanto yang tidak luput melihat insiden handsball di kotak penalti Sriwijaya FC pada menit ke-61.
Amarah pemain Persipura meledak setelah Purwanto melayangkan kartu merah buat Ernest Jeremiah karena melakukan aksi protes handsball pemain Tim Laskar Wong Kito diabaikan sang pengadil. Satu per satu pemain Persipura meninggalkan gelanggang. Pertandingan terhenti sampai 30 menit.
Upaya Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, dan Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin, membujuk Tim Mutiara Hitam gagal. Boaz Solossa dkk. telanjur emosi. Kubu Persipura sejak awal merasa keberatan dengan pemilihan lokasi menggelar pertandingan final di Stadion Gelora Sriwijaya, Jakabaring, Palembang. Mereka menilai venue cenderung menguntungkan bagi lawan mereka. Namun, pihak sponsor dan PSSI menolak memindahkan lokasi pertandingan.
Bagi Purwanto kasus WO Persipura terasa menyesakan, mengingat pertandingan Sriwijaya FC vs Persipura merupakan laga terakhirnya menjadi wasit sebelum pensiun. Wasit asal Kediri itu sejatinya dianggap salah satu hakim pertandingan terbaik di Tanah Air.
Timnas Libya di Final Piala Kemerdekaan 2008
Timnas Indonesia menjuarai Piala Kemerdekaan 2008 pada Minggu (28/8/2008) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, dengan cara yang kurang elegan. Lawan yang dihadapi di laga final, Libya, menolak melanjutkan pertandingan usai jeda paruh pertama pertandingan.
Saat Libya WO, Indonesia dalam posisi tertinggal 0-1. Kasus mogok kubu lawan terjadi setelah pelatih mereka, Gamal Adeen Nowara, dipukul oleh pelatih kiper Timnas Indonesia, Sudarno, di lorong menuju ruang ganti.
Sudarno melakukan tindakan tidak sportif karena panas melihat Gamal Adeen Nowara cerewet melakukan protes ke wasit Shahabuddin Moh Hamiddin asal Brunei Darussalam yang memimpin jalannya laga.
Gamal protes karena melihat pengadil lapangan berulangkali luput menangkap aksi kasar pemain Tim Merah-Putih. Ambil contoh aksi sikut striker Timnas Indonesia, Budi Sudarsono, ke salah satu bek lawan yang tertangkap kamera televisi. Pelanggaran keras dilakukan bek sayap kanan, Isnan Ali, ke pemain depan Libya juga didiamkan wasit.
Pandangan berbeda dirasakan Timnas Indonesia. Pelatih Benny Dollo dan para asistennya menilai para pemain Libya jago sandiwara. Mereka kerap berpura-pura kesakitan seakan-akan dikasari pemain Indonesia.
Upaya mendamaikan kedua tim dilakukan inspektur pertandingan. Namun, Libya tetap menolak melanjutkan pertandingan karena melihat mereka kurang mendapat perlindungan dari pihak keamanan.
Advertisement
Persija di Indonesia Super League 2009-2010
Persija Jakarta akhirnya dinyatakan kalah walk out (WO) dari Persiwa Wamena dan diganjar hasil 0-3 setelah gagal menggelar lanjutan Indonesia Super League (ISL) 2009-2010 pada Sabtu (13/3/2010). Keputusan ini dikeluarkan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI dalam sidang yang digelar Rabu (17/3/2010).
Ketua Komdis Hinca Panjaitan, menyebut Tim Macan Kemayoran dinyatakan kalah WO karena gagal mengantungi izin pertandingan dari pihak kepolisian. Administrator kompetisi, PT Liga Indonesia, sebenarnya memberi toleransi buat klub memindah lokasi pertandingan dengan syarat melayangkan pemberitahuan paling lambat 14 hari sebelum waktu pertandingan.
Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dipenuhi panpel Persija yang secara mendadak kesulitan mengurus izin keramaian di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ke Polda Metro Jaya. Padahal, Persiwa sudah datang ke Jakarta. Masalah pengurusan izin pertandingan menjadi momok yang menakutkan di ISL 2009-2010 karena saat penyelenggaraan kompetisi berdekatan dengan pelaksanaan Pemilu.
Persib di Indonesia Super League 2013
Beberapa pemain Persib terluka akibat bus yang mereka tumpangi ditimpuki batu. Kejadian itu terjadi di sekitar tempat Persib menginap, Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Sabtu (22/6).
“Beberapa pemain kami luka. Firman Utina luka di lututnya, Hariono dan Van Dijk terkena serpihan kaca,” kata Pelatih Persib, Djajang Nurjaman.
“Kami dikepung di dekat Hotel Kartika Candra. Mereka menimpuki bus dengan batu. Kondisi bus hancur parah bahkan, hampir dibakar,” ucap Djajang Nurjaman.
Atas kejadian ini, Persib memutuskan batal datang ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Sabtu (22/6) untuk menghadapi Persija. Maung Bandung memilih kembali ke Bandung menolak bertanding melawan Persija Jakarta dalam lanjutan Indonesia Super League 2013.
Komisi Disiplin PSSI kemudian mengukum Persija Jakarta dengan denda uang Rp50 juta plus hukuman percobaan lima pertandingan akibat insiden pelemparan bus Persib, 22 Juni lalu. Laga tunda Persija melawan Persib sendiri akan digelar di Stadion Maguwoharjo, Sleman, 28 Agustus 2013.
Advertisement
Persebaya Bonek FC United di Piala Presiden 2015
Dianggap bakal jadi salah satu laga perempat final yang seru di lapangan, sama seperti dua partai yang dimainkan pada Sabtu (26/9/2015), pertandingan Sriwijaya FC kontra Persebaya "Bonek FC" United di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, Minggu (27/9/2015) justru berakhir anti-klimaks.
Bonek FC, yang merasa mendapat perlakukan tidak adil atas keputusan penalti di menit ke-12 yang diberikan wasit Jerry Elly, tak bersedia keluar ruang ganti lagi. Pertandingan yang sudah terhenti setidaknya 20 menit akhirnya diputuskan selesai, dengan hasil kemenangan WO untuk Sriwijaya FC.
Dengan keputusan itu, praktis Laskar Wong Kito melaju ke semifinal Piala Presiden 2015 karena mengantongi agregat 3-1, kendati di laga leg kedua ini sebenarnya Bonek FC memimpin dengan skor 0-1 lewat gol Ilham Udin Armaiyn di menit ke-6.
Sesuai pernyataan pengawas pertandingan yang mengacu pada regulasi pertandingan, wasit tak bisa serta-merta diganti meski ada tuntutan dari salah satu tim. Keputusan wasit juga mutlak, tak bisa diganggu gugat, kendati pada akhirnya keputusan itu terbukti keliru.
"Selama wasit masih bisa memimpin, kami tak berhak menggantikannya," begitu pernyataan Abdullah, Pengawas Pertandingan asal Pekanbaru.
Kapten Sriwijaya FC, Titus Bonai, mengungkapkan setelah menunggu selama beberapa menit sesuai regulasi, termasuk berusaha membujuk kubu Bonek FC kembali ke lapangan, wasit akhirnya meniup peluit tiga kali tanda berakhirnya pertandingan.
"Ya, akhirnya kami diputuskan menang WO karena tim lawan tidak mau main lagi meski sudah dibujuk. Wasit juga sudah menunggu selama beberapa menit sesuai aturan," kata Tibo, seperti dikutip di Indosiar.
Insiden di Stadion GSJ berawal dari menit ke-11 kala gelandang Sriwijaya FC, Rizky Dwi Ramadana, melakukan penetrasi ke area pertahanan Bonek FC. Dalam satu kesempatan, tendangan Rizky sepintas terlihat mengenai tangan bek Bonek FC, M. Fatchu Rochman.
Wasit Jerry Elly tak ragu menunjuk titik putih. Namun, keputusan itu diprotes para pemain Bonek FC karena menganggap keputusan itu tidak tepat. Dalam tayangan ulang, bola terlihat mengenai bagian dada Fatchu Rochman.
Pemain, tim pelatih, dan ofisial Bonek FC lantas meninggalkan lapangan dan bangku cadangan menuju ruang ganti sebagai bagian dari aksi protes. Mereka tak keluar lagi untuk melanjutkan pertandingan.