Bola.com, Jakarta - Persija Jakarta baru saja kalah di final Piala Indonesia 2018-2019 melawan PSM Makassar. Hasil negatif ini mempertegas adanya persoalan yang mendera Tim Macan Kemayoran belakangan ini.
Persija musim 2018 amat perkasa, tim ibu kota meraih double gelar Liga 1 dan Piala Presiden. Jejak superioritas Persija seperti tak berbekas memasuki musim 2019 ini.
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Advertisement
Di mulai dengan kegagalan mereka mempertahankan gelar Piala Presiden dan selanjutnya performa jelek di Piala AFC. Persija terpental dari persaingan di fase penyisihan. Kontradiksi dengan pencapaian musim sebelumnya, di mana Persija sempat lolos ke semifinal Piala AFC zona Asia Timur.
Tren negatif tak berhenti hanya sampai di situ. Persija mengawali Shopee Liga 1 2019 dengan langkah gontai. Marko Simic dkk. saat ini ada di zona degradasi.
Masih ada harapan mereka untuk bisa juara kompetisi kasta elite, karena Liga 1 baru berjalan seperempat jalan. Persija pun saat ini memainkan laga lebih sedikit dibanding tim kompetitor.
Tapi, jika Persija tak juga bisa bangkit dari keterpurukan dalam waktu dekat, mereka dipastikan kehilangan kesempatan untuk mengulang kisah sukses musim lalu.
Ada apa gerangan dengan Persija? Bola.com mencoba mengulas aneka persoalan yang mendera Tim Macan Kemayoran. Mereka harus menyelesaikannya segera jika ingin bisa eksis Shopee Liga 1 2019. Simak detailnya di bawah ini:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kedalaman Skuat yang Tipis
Usai menjadi juara Liga 1 2018, Persija ditinggal sejumlah pemain kunci yang dibajak pesaing. Deretan pemain yang hengkang antara lain: Jaimerson Xavier (Madura United), Rudi Widodo, Asri Akbar (Borneo FC), Valentino Telaubun (Persipura Jayapura), Alua Septianus (PSIS Semarang), Renan Silva (Borneo FC), Gunawan Dwi Cahyo (Bali United).
Sayangnya, kepergian pemain-pemain di atas tidak diikuti dengan belanja pemain yang agresif untuk menutup lubang. Ya benar, pemain-pemain yang disebut di atas tak semuanya berstatus pemain inti, namun kehadiran mereka menjaga kedalaman skuat.
Saat ada pemain pilar yang cedera atau akumulasi kartu, mereka siap jadi pengganti. Skuat Persija amat tipis. Hampir di setiap laga Persija tampil dengan pemain yang itu-itu saja. Julio Banuelos tak bisa leluasa berkreasi karena memang stok pemain yang ada sedikit.
Advertisement
Blunder Kepergian Teco
Keputusan blunder dilakukan manajemen Persija dengan melepas pelatih, Alessandro Stefano Cugurra Rodrigues, ke Bali United. Teco sukses membangun kekuatan tim, menyulap Persija menjadi tim super yang sulit dikalahkan.
Kepergian Teco rumornya karena konflik dengan CEO Persija, Gede Widiade. Ironisnya, usai pelatih asal Brasil itu pergi, Gede mundur dari jabatannya.
Sepeninggal Teco, Persija mendatangkan pelatih asing senior, Ivan Kolev. Nakhoda asal Bulgaria itu punya cerita sukses di Indonesia di era tahun 2000-an. Ia bahkan sempat jadi pelatih Timnas Indonesia dalam beberapa kesempatan. Cuma itu dulu.
Kolev datang ke Indonesia dengan rapor jelek. Ia sempat lama menganggur di negaranya usai didepak Slavia Sofia. Sebelum ke Persija, arsitek kelahiran 14 Juli 1957 itu sempat menukangi PS TNI (sekarang bernama PS Tira Persikabo). Kariernya juga tak panjang di sana.
Dan benar saja di Persija, Kolev gagal menyajikan kestabilan. Performa tim ibu kota turun naik bak yoyo. Ia kemudian didepak dan digantikan mantan asisten Luis Milla di Timnas Indonesia, Julio Banuelos.
Di tangan Julio penampilan Persija membaik, walau belum bisa dibilang stabil. Sang mentor tak leluasa mengembangkan style permainan karena ia mengandalkan pemain-pemain yang bukan rekrutannya.
Lini Belakang yang Keropos
Musim lalu Persija dikenal sebagai tim yang memiliki pertahanan yang kuat. Tim Macan Kemayoran jadi tim paling sedikit kebobolan (36 gol). Kombinasi Maman Abdulrahman, Gunawan Dwi Cahyo, Jaimerson Xavier, Michael Orah di jantung pertahanan sulit ditembus penyerang-penyerang kubu lawan.
Komposisi pertahanan Persija berubah musim ini. Jaimerson Xavier hengkang ke Madura United. Sementara koleganya Michael Orah dan Gunawan Dwi Cahyo ikut bedol desa bareng Teco ke Bali United.
Persija mendaratkan eks stoper PSM Makassar, Steven Paulle, untuk menambal kepergian tiga bek tengah. Ironisnya pemain asal Prancis itu lebih banyak absen karena gangguan cedera. Persija belakangan kerap tampil dengan duo Maman dengan Tony Sucipto.
Tony yang didatangkan dari Persib Bandung sejatinya berposisi sebagai bek sayap. Ia terlihat keteteran memainkan perannya. Sadar lini pertahanannya keropos, Persija membidik bek Madura United, Fachruddin Aryanto.
Ya, Persija butuh injeksi bek baru secepatnya untuk kembali membangun kerapatan lini belakang yang jadi salah satu senjata utama memenangi persaingan juara Liga 1 2018 lalu.
Â
Advertisement
Krisis Kreativitas Lini Depan
Musim lalu lini depan Persija amat menakutkan. Mengandalkan Marko Simic sebagai predator penjebol gawang lawan, skema ofensif 4-2-3-1 amat tajam.
Simic amat tajam karena intens mendapat pasokan bola dari Riko Simanjuntak, Novri Setiawan, dan Renan Silva. Kombinasi lini serang ini tak banyak berubah musim ini, namun jadi tak berjalan maksimal karena terlalu mudah terbaca.
Produktivitas Simic terlihat menurun karena pasokan bola dari Riko dan Novri seringkali dimatikan lawan. Apesnya karakter permainan Bruno Matos sebagai gelandang serang berbeda dengan Renan Silva.
Bruno lebih individualis dan sering memaksakan diri untuk mengeksekusi peluang emas. Beda dengan Renan yang lebih sering bertindak sebagai pelayan. Di beberapa laga terakhir terlihat jelas ketidakompakan Simic dan Bruno. Banyak peluang emas yang semestinya berbuah gol akhirnya sia-sia karena Bruno terlalu ngotot untuk mengeksekusinya sendiri.
Persoalan ini sejatinya bisa diatasi jika Persija punya stok pemain pelapis. Pada kenyataannya, stok pemain depan menipis.
Praktis untuk posisi Simic, Persija hanya punya seorang serep siap pakai, Bambang Pamungkas. Sang striker sudah amat uzur dan sudah melewati masa emas. Persija butuh penyerang muda yang segar.
Demikian pula di sektor sayap dan gelandang serang. Untuk posisi Bruno, Persija hanya punya Ramdani Lestaluhu, yang belakangan jarang dalam kondisi fit karena cedera punggung. Di sektor winger tak ada figur kuat untuk melapis Novri dan Riko. Jangan heran produktivitas Persija musim ini melorot tajam.
Â
Belanja Pemain Asing yang Tak Cermat
Dari empat pemain asing Persija yang ada saat ini, praktis hanya Marko Simic dan Rohit Chand yang performanya terhitung bagus. Sementara itu, Bruno Matos dan Steven Paulle jauh dari harapan.
Bruno pada awal kedatangannya dielu-elukan. Ia mencuat jadi gelandang serang yang amat produktif. Ia dengan ciamik bisa menambal produktivitas Marko Simic yang sempat harus absen lama karena kasus hukum di Australia.
Namun, kinerja ciamik gelandang asal Brasil di turnamen pramusim melorot tajam begitu kompetisi sesungguhnya mulai bergulir. Tak hanya kehilangan produktivitasnya, ia dikritik kurang bisa menjalankan peran sebagai pemain tim.
Aksi individu Bruno menawan tapi terasa tak berguna karena tak membawa dampak nyata buat tim. Lini tengah Persija terlihat lesu darah karena sikap individualis Bruno.
Bagaimana dengan Steven Paulle? Cedera membuat sang bek absen di pertandingan penting. Dampak langsung ketidakhadirannya poros belakang gampang dijebol lawan.
Rumor berhembus karier kedua pemain bakal segera berakhir di Persija pada bursa transfer tengah musim ini.
Â
Advertisement