Bola.com, Bandung - Claudio Ranieri pernah mendapat label selama kariernya sebagai pelatih kepala di beberapa klub Eropa sampai 2016. Pelatih asal Italia itu dijuluki sebagai "Mr. Runner-up". Penyebabnya, dia tak pernah berhasil mendapat titel juara ketika menangani klub. Paling mentok hanya posisi kedua.
Semua bermula saat hanya membawa Chelsea di posisi kedua Premier League 2003-2004. Pulang ke Italia, Ranieri membawa Juventus di peringkat serupa Serie A 2008-2009, di bawah Inter Milan. Satu musim berselang, giliran AS Roma yang dibawanya hampir meraih scudetto.
Advertisement
Hijrah ke liga Prancis, Ranieri mengarsiteki AS Monaco, yang sedang membangun tim dengan dana besar pada Ligue 1 2013-2014. Lagi-lagi, dia harus puas dengan peringkat kedua di bawah Paris Saint-Germain.
Semua pencapaian runner-up itu didapatnya saat menangani klub yang sedang berkompetisi di kasta tertinggi. Di level bawahnya, kasta kedua atau ketiga, Ranieri sebenarnya pernah juara bersama Fiorentina, Cagliari, dan AS Monaco.
Ditambah, pelatih yang kini berusia 67 tahun itu juga pernah memulangkan trofi Copa Del Rey untuk klub Spanyol, Valencia, pada 1998-1999. Tetapi, semua itu runtuh mengingat dia tak pernah menjadi juara, untuk penegasan sekali lagi, di liga kasta tertinggi.
Julukan "Mr. Runner-up" kemudian terlepas darinya di musim 2015-2016 di Premier League. Musim ini menjadi sangat fenomenal buatnya.
Menangani klub semenjana seperti Leicester City, dia justru berhasil menjadi juara, mengalahkan big six Manchester United, Manchester City, Liverpool, Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Tottenham Hostpur yang selama ini masuk perburan gelar.
Raihan yang pernah dialami oleh Ranieri itu juga terjadi pada pelatih asal Austria, Alfredi Riedl. Bedanya, catatan serupa didapat Alfred saat menangani timnas di negara Asia Tenggara.
Catatan diawali Alfred Riedl meraih lima "gelar" runner-up bersama Timnas Vietnam. Pertama, dia tampil di Piala AFF 1998 saat timnya menjadi tuan rumah. Keuntungan itu tidak dapat dimanfaatkannya.
Singapura justru kemudian keluar sebagai juara setelah menumbangkan Vietnam dengan skor tipis 1-0 di partai puncak.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Piala AFF 2010 dan 2014
Bahkan untuk kejuaraan Piala Raja Thailand, juga gagal dimenangkannya. Di edisi 2006, Alfred Riedl harus puas kembali mendapat status runner-up setelah dikalahkan Thailand 3-1.
Raihan runner-up itu belum termasuk SEA Games 1999, masih bersama Timnas Vietnam. Lalu, pada 2003 dan 2005, Alfred yang menangani Timnas Vietnam U-23, juga hanya puas dengan medali perak.
Jangan lupakan juga kiprahnya bersama Timnas Indonesia di Piala AFF 2010, 2014, dan 2016. Hijrah ke Indonesia, Alfred sempat menjadi harapan banyak pencinta sepak bola nasional pada 2010.
Dia mengawalinya di Piala AFF 2010 saat Tim Garuda memunculkan nama Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim.
Di ajang itu, Firman Utina dkk. menumbangkan Malaysia 5-1 dan Laos 6-1. Di partai final, Timnas Indonesia malah tampil melempem dengan kalah agregat 4-2 dari Malaysia.
Berikutnya, edisi 2014, pelatih yang kini berusia 69 tahun itu malah gagal total. Timnas Indonesia hanya mencapai fase grup. Dua tahun berselang, dia memutuskan kembali ke Timnas Indonesia, saat kompetisi Indonesia masih dibekukan.
Alfred menghadapi Piala AFF 2016 dengan banyak keterbatasan. Satu di antaranya adalah persiapan mepet. Belum lagi, jadwal kompetisi tidak resmi, ISC A 2016, digelar bersamaan dengan agenda turnamen itu.
Dengan latar belakang itu, Alfred tidak leluasa memilih putra terbaik Indonesia untuk masuk ke timnya. Klub-klub konstestan ISC A 2016 hanya mengizinkan maksimal dua pemain untuk masuk tim arahan Riedl.
Advertisement
Membesut Persebaya
Nmaun, Alfred mampu membuat kejutan seperti yang pernah dilakukannya pada 2010. Sempat kalah 2-4 dari Thailand di fase grup Piala AFF 2016, Riedl kemudian berhasil membawa Timnas Indonesia ke partai puncak setelah menumbangkan Vietnam dengan agregat 4-3 di semifinal.
Di final, Timnas Indonesia lagi-lagi berjumpa Thailand. Harapan untuk menjadi juara membumbung tinggi. Masyarakat Indonesia sudah menantikan momen Tim Merah-Putih meraih mengangkat trofi, hal yang selama ini belum pernah dilakukan.
Di leg pertama, Timnas Indonesia memang sukses menang 2-1. Tetapi, Thailand membalasnya dengan skor 2-0 pada leg kedua. Agregat 3-2 sudah cukup untuk membuat publik sekali lagi kecewa. Alfred lagi-lagi hanya menjadi runner-up.
Dari segi pengalaman, Alfred yang lebih tua dua tahun dari Ranieri sebenarnya juga tidak kurang. Dia telah malang melintang di berbagai negara menangani beberapa timnas dan klub. Kedua pelatih ini juga dikenal memberi dampak penting untuk tim dengan melakukan rotasi.
Petualangan baru kini siap menyambut Alfred yang bersedia menerima pinangan dari Persebaya. Untuk kali pertama, dia akan menangani klub Indonesia setelah gagal bersama PSM Makassar pada 2015. Apakah catatan prestasi juara bakal menghampiri Alfred Riedl seperti yang dialami oleh Ranieri?