Bola.com, Jakarta - Posisi Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2022 kritis, seiring dua kekalahan kandang beruntun melawan Malaysia dan Thailand. Simon McMenemy harus putar otak lebih keras untuk memperbaiki situasi.
Peluang Timnas Indonesia lolos ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2022 masih terbuka, walau tipis. Tim Merah-Putih wajib mendulang sebanyak-banyaknya poin di enam laga sisa Grup G kualifikasi Piala Dunia 2022, termasuk laga tandang melawan Uni Emirat Arab (UEA) di Al Maktoum Stadium, Kamis (10/10/2019).
Advertisement
Selain menjaga asa lolos ke Piala Dunia, laga kontra UEA juga penting untuk menjaga peluang tampil di Piala Asia 2023. Jika tak mampu lolos otomatis ke putaran final dengan status juara atau runner-up Grup G, Timnas Indonesia setidaknya bisa bersaing di fase kualifikasi dengan dengan berada di posisi ketiga atau empat klasemen akhir grup ini.
Bukan pekerjaan mudah bagi pelatih asal Skotlandia itu membalikkan keadaan. Timnas Indonesia tampil lesu darah di dua laga melawan Malaysia dan Thailand, di mana Andritany dkk. kalah 2-3 dari Malaysia dan 0-3 dari Thailand.
Simon menyorot stamina para pemainnya yang kepayahan karena imbas jadwal kompetisi Liga 1 2019 yang amat padat. Dalam dua laga yang dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut, Timnas Indonesia hanya bisa tampil bagus di paruh pertama pertandingan. Begitu stamina ambruk mereka jadi bulan-bulanan lawan di 45 menit kedua.
Publik sepak bola Tanah Air tak menerima begitu saja alasan yang diapungkan Simon. Mereka mengkritik pilihan strategi yang diterapkan sang mentor.
Tim Garuda tampil dengan pakem dasar formasi 3-4-3 atau 3-5-2 dalam dua laga awal kualifikasi. Strategi ini dinilai punya lubang besar di sisi pertahanan. Menghadapi Thailand dan Malaysia yang bermain agresif terlalu berisiko memancang tiga bek di pertahanan.
Sejatinya, saat bertahan, skema 3-4-3 atau 3-5-2, amat membutuhkan sosok dua fullback berstamina prima. Mereka harus segera turun ke belakang untuk membantu duet stoper. Kondisi itu tak berjalan mulus. Dua fullback sering terlambat turun karena faktor stamina.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Rombak Total Skuat Timnas Indonesia
Pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy, merombak skuatnya besar-besaran untuk matchday ketiga dan keempat Grup G putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia.
Arsitek berdarah Skotlandia itu melakukan perubahan dengan memanggil 12 wajah berbeda dibanding materi pemain pada partai pertama dan kedua melawan Malaysia serta Thailand.
Pelatih berusia 41 tahun itu menepikan total 11 pemain yang menghiasi skuat Timnas Indonesia sebelumnya dan digantikan oleh 12 wajah berbeda. Tiga di antaranya berstatus pemain fresh di timnas senior yaitu Wawan Hendrawan (Bali United), Wawan Febrianto (Tira Persikabo), dan Dendi Santoso (Arema FC).
Selain itu, McMenemy juga kembali mencatumkan sejumlah muka lama Timnas Indonesia seperti Abduh Lestaluhu, Bayu Pradana, Riko Simanjuntak, dan Lerby Eliandry.
Selain menepikan 11 pemain lama dan memanggil 12 wajah berbeda, McMenemy mempertahankan beberapa pemain yang dipanggil ketika berjumpa Malaysia dan Thailand. Di antaranya ialah Andritany Ardhiyasa, Hansamu Yama, Evan Dimas Darmono, dan Alberto Goncalves.
Kecuali Wawan Hendrawan, Wawan Febrianto, dan Dendi Santoso, yang dipanggil untuk pertama kalinya, pencantuman kali ini merupakan yang pertama bagi I Putu Gede, Abduh Lestaluhu, Bayu Pradana, dan Lerby Eliandry sejak McMenemy menjadi pelatih Timnas Indonesia pada tahun ini.
Yang paling mengejutkan pada daftar pemain terbaru Timnas Indonesia ini adalah nihilnya nama Ilija Spasojevic. Padahal, penyerang naturalisasi Montenegro itu berhasil masuk dalam jajaran pencetak gol terbanyak di Shopee Liga 1 2019 dengan jumlah sembilan dari 19 penampilannya.
Advertisement
Formasi yang Aman Buat Timnas Indonesia
Catatan sejarah menunjukkan 10 pertandingan melawan tim asal Timur Tengah yang terjadi dalam 7 tahun terakhir, Timnas Indonesia tak pernah menang.
Tim Garuda menelan delapan kekalahan dan dua kali imbang. Kekalahan paling menyakitkan terjadi dalam laga tandang melawan Bahrain yang terbaik 29 Februari 2012 lalu.
Timnas Indonesia ketika itu dipecundangi kekalahan 0-10. Adapun pada laga terakhir melawan tim asal Timur Tengah terjadi pada 11 Juni 2019. Ketika itu, Timnas Indonesia kalah telak 1-4 dari Yordania dalam sebuah laga uji coba.
Berikut ini rekor Timnas Indonesia menghadapi tim-tim Timur Tengah:
- (11/6/2019) Yordania 4-1 Timnas Indonesia (Pertandingan Persahabatan)
- (14/7/2014) Qatar 2-2 Timnas Indonesia (Pertandingan Persahabatan)
- (9/9/2014) Timnas Indonesia 0-0 Yaman (Pertandingan Persahabatan)
- (15/11/2014) Timnas Indonesia 0-2 Suriah (Pertandingan Persahabatan)
- (5/3/2014) Arab Saudi 1-0 Timnas Indonesia (Pertandingan Persahabatan)
- (31/1/2013) Yordania 5-0 Timnas Indonesia (Pertandingan Persahabatan)
- (6/2/2013) Irak 1-0 Timnas Indonesia (Kualifikasi Piala AFC)
- (23/3/2013) Timnas Indonesia 1-2 Arab Saudi (Kualifikasi Piala AFC)
- (19/11/2013) Timnas Indonesia 0-2 Irak (Kualifikasi Piala AFC)
- (29/2/2012) Bahrain 10-0 Timnas Indonesia (Kualifikasi Piala Dunia)
Dengan kata lain, jangan remehkan UEA, negara Timur Tengah yang pernah merasakan kerasnya persaingan Piala Dunia. Simon McMenemy tak bisa memaksakan diri bermain dengan skema tiga bek. Berbekal stamina pemain yang tak bisa stabil sepanjang 90 menit pertandingan, hal itu sama dengan bunuh diri.
Pilihan paling realistis yang bisa diambil sang pelatih adalah memainkan skema 4-2-3-1. Formasi ini relatif aman dari sisi keseimbangan dalam menyerang dan bertahan. Kuartet bek di poros belakang bakal dibantu dua jangkar di sektor tengah.
Melihat komposisi 25 pemain yang diboyong ke UEA, Timnas Indonesia tidak akan kesulitan memainkan formasi ini. Faktanya formasi satu ini kerap diterapkan di era kepelatihan Alfred Riedl dan Luis Milla. Mayoritas pemain Tim Merah-Putih terbiasa dengan skema yang dipopulerkan pelatih kharismatik, Jose Mourinho, pada pertengahan 2000-an silam.
Bayu Pradana, Hanif Sjahbandi, Manahati Lestusen, Zulfiandi, Arthur Bonai, adalah figur-figur yang cocok menjalankan tugas sebagai gelandang tukang angkut air. Mereka bakal jadi sosok pertama yang diandalkan meredam agresivitas serangan UEA mulai dari lini kedua.
Dengan pakem 4-2-3-1, ada tiga alternatif starting eleven Timnas Indonesia yang sama-sama solid. Simak detail analisisnya di bawah ini:
Formasi Alternatif Pertama: Duo Jangkar yang Krusial
Peran Zulfiandi, Evan Dimas, dan Stefano Lilipaly akan amat krusial. Seperti biasanya, Stefano akan jadi sosok pemecah kebuntuan yang selalu muncul sebagai penyerang alternatif bila striker utama, Alberto Goncalves dimatikan.
Sementara itu Evan bakal jadi gelandang bertahan pengatur tempo permainan. Ia jadi figur yang diharapkan bisa mempermulus transisi permainan dari bertahan ke menyerang. Kekuatan Evan dalam penguasaan bola akan sangat membantu Timnas Indonesia melambatkan tempo laga. Ia diharapkan banyak menyajikan kejutan lewat umpan-umpan terukurnya.
Sebaliknya Zulfiandi bakal bekerja keras sebagai benteng pertama pertahanan. Ia bakal jadi tektokan sehati Evan saat memulai permainan. Selain punya kemampuan menekel yang bagus, Zulfiandi, juga punya skill individu mumpuni saat menguasai bola.
Advertisement
Formasi Alternatif Kedua: Pasok Umpan ke Lerby
Lerby Eliandry bakal jadi sosok penyerang yang ideal untuk mendorong sistem permainan langsung yang diperagakan Timnas Indonesia. Pemain Borneo FC tersebut punya karakter kuat sebagai target man.
Lerby amat kuat dalam duel-duel udara. Ia seringkali mencetak gol lewat sundulan dalam skema set piece. Ia juga pintar membaca arah permainan dan menempatkan diri.
Untuk membuat permainan sang penyerang maksimal, para winger, Abduh Lestaluhu, Putu Gede, Saddil Ramdani, diharapkan intens memasok umpan diagonal yang bisa dimakan oleh Lerby.
Formasi Alternatif Ketiga: Maksimalkan Evan dan Irfan
Evan Dimas jadi pemain yang amat produktif saat ada di Timnas Indonesia U-19 besutan Indra Sjafri. Ia dipasang sebagai gelandang serang atau penyerang lubang untuk memecah kebuntuan.
Namun, saat naik kelas ke Timnas Indonesia level senior, posisi Evan berganti. Ia lebih sering diplot sebagai gelandang bertahan. Ia berperan sebagai deep lying playmaker.
Terlepas dari skill individu yang memang di atas rata-rata, perubahan posisi ini membuat Evan kehilangan taji produktivitas. Mengembalikan Evan ke posisi kitahnya mungkin bisa dicoba Simon McMenemy.
Begitu pula dengan Irfan Bachdim. Pada awal kemunculannya di Piala AFF 2010, ia diplot sebagai penyerang tengah berduet dengan Cristian Gonzales oleh Alfred Riedl. Irfan yang sejak level akademi di Utrecht FC biasa bermain di berbagai posisi, memulai karier sebagai gelandang serang atau sayap.
Tapi ternyata ia punya bakat terpendam sebagai striker. Hal itu dibaca dengan baik oleh Alfred Riedl. Kelebihan lain Irfan adalah ia tipikal big games player, selalu punya kecenderungan tampil bagus di laga-laga sarat tekanan.
Advertisement