Sukses


Wawancara Rahim Soekasah (Bagian 1): Tidak Semua Generasi Lama PSSI Itu Jelek

Bola.com, Jakarta - Dari sekian 'orang lama' yang kembali mencalonkan diri sebagai pengurus PSSI, terselip nama Rahim Soekasah. Ia pernah menjabat Kepala Badan Pembinaan Usia Muda PSSI pada 2010-2012 dan Wakil Ketua Umum (Waketum) PSSI versi Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) periode 2012-2016.

Selain itu, Rahim juga pernah menduduki posisi sebagai Manajer Timnas Indonesia U-23 di Asian Games 2006 Doha, Qatar dan Kepala Badan Tim Nasional (BTN) dalam kurun waktu 2006-2010.

Sejak 2015, Rahim dipilih Bakrie Grup sebagai Chairman Brisbane Roar dan dua kali kampiun A-League alias kompetisi teratas Liga Australia.

Sebagai generasi lama PSSI, Rahim tidak sendirian pada bursa pencalonan Ketua Umum (Ketum), Waketum, dan Exco PSSI. Ada La Nyalla Mattalitti (Ketum PSSI 2015-2016) dan Bernhard Limbong (Ketua Komisi Disiplin PSSI 2012).

Rahim termasuk calon yang diunggulkan pada Kongres Pemilihan PSSI mengingat historis panjangnya di kancah sepak bola nasional. Figur berumur 67 tahun ini pernah berkutat sebagai Manajer UMS 80 pada 1980-1985, Manajer Pelita Jaya 1985-1996, Chairman PSSI Primavera 1994-1996, Direktur Pelita Jaya 1996-2000, dan Direktur Teknik Pelita Jaya 2005-2012.

Rahim adalah sahabat dekat termasuk rekan bisnis Nirwan Bakrie, mantan Waketum PSSI era Nurdin Halid.

Khusus pencalonan ini, Rahim mengaku tidak mendapat dukungan dari Nirwan. Klub yang mendorongnya untuk maju merebut kursi PSSI 1 adalah Persitangsel Tangerang Selatan.

Mendekati Kongres Pemilihan PSSI di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat pada 2 November 2019, Bola.com membuat artikel khusus untuk membedah setiap calon ketum dan Rahim adalah calon pertama yang mendapat giliran.

Berikut wawancara eksklusif Bola.com dengan Rahim di kediamannya bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Selama prosesi yang memakan waktu dua jam lebih itu, Bola.com mengupas tuntas niatan Rahim mulai dari pernyataan standar hingga tajam.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Kenapa Ingin Kembali ke PSSI Lagi?

Apa yang melatarbelakangi dan memotivasi Anda maju pada bursa pencalonan Ketum PSSI?

Ketika itu, saya masih di Australia. Saya dihubungi oleh seorang wartawan. Begini katanya, "Pak Rahim sosok senior yang masih aktif. Berarti Pak Rahim tahu dong masalah-masalah di PSSI?" Saya bilang, "Bukan tahu lagi, saya tahu sekali."

Saya kaget juga ada masalah ini, masalah itu. Saya dulu tahu PSSI memang ada masalah. Tapi dari orang luar, bukan orang dari kepengurusan PSSI. Lalu wartawan itu kembali bertanya apakah saya tidak mau memperbaiki citra PSSI. Saya bilang mau saja. Saya lama di sana. Saya mengerti cara menyelesaikannya. Dia mengajak saya.

Saya tidak kenal yang menghubungi saya itu. Wartawan media online dia. Saya tak tahu dia dapat nomor telepon saya dari mana. Setelah itu, banyak yang menelepon saya. Saya bilang, saya siap. Saya mampu dari segi manajemen, organisasi, dan tim. Saya orang lapangan, bukan di belakang meja. Jadi saya tahu persis, di mana masalahnya. Saya mengerti, karena saya orang praktik. Beda sama orang teori, disuruh praktik, takut gagal. Kalau tidak mengerti, susah Karena sepak bola ini ada menang dan kalah.

Kalau organisasi ricuh, pasti timnas yang kena. Organisasi harus benar, jangan mementingkan kepentingan sendiri. Secara organisasi, PSSI tidak dipercaya oleh masyarakat. Pengurus PSSI dihujat terus, di mana wibawanya?

Ada anggapan kalau saya orang lama, PSSI akan sama saja. Memang, saya orang lama. Sama saja. Cuma, saya bukan orang yang seperti mereka-mereka. Saya belum pernah menjadi Ketum PSSI. Karena di lapangan, saya tahu masalahnya.

Apa visi dan misi serta program kerja yang Anda tawarkan untuk meyakinkan para pemegang suara?

Saya rasa hampir semua sama dengan calon yang lainnya. Kira-kira visi dan misinya sama. Pertama, membenahi organisasi. Berarti menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), program kompetisi, timnas, dan kita harus punya fasilitas latihan serta asrama. Menyiapkan budget juga. Kemudian, mencari sponsor dan bersinergi dengan pemerintah. Kalau tidak ada itu, bagaimana? Itu semua harus bersinergi. Tujuan kompetisi timnas. Tapi kalau kompetisi seperti sekarang, seolah-olah timnas mengikuti kompetisi, tak ada waktu bagi timnas untuk latihan. Sebetulnya, sebelum kompetisi dilakukan, operator kompetisi harusnya rapat dengan PSSI membahas program timnas. Berapa lama persiapan timnas. Lalu disesuaikan dengan keadaan. Jadi tidak tumpang tindih.

Terkait kepelatihan, pelatih itu jangan asal punya sertifikat ini atau itu. Pelatih itu guru. Harus bisa mengajar. Harus betul-betul dipilih, sekarang banyak pelatih muda yang bagus-bagus. Jangan pelatih yang sudah berumur dan habis. Cari pelatih yang masih mau punya karier. Mungkin kalau di Indonesia sukses, dia bisa ke Jepang atau Turki. Kalau kita mau ambil pelatih luar negeri, asosiasi pelatih harus aktif. Mereka bertanya, kenapa kita memilih pelatih luar negeri. Kita harus bisa bicara. Jadi banyak yang harus diperbaiki dari segi teknis dan non teknis.

Fasilitas latihan juga harus punya. Dari dulu, janji-janji pengurus PSSI sama saja. Dulu, ada yang sudah membuat perencanaan mengenai fasilitas latihan. Tapi belum tahu bisa dibangun atau tidak. Berapa Ketum PSSI yang sudah menjanjikan itu? Dibikin tidak? Dari zaman bahela, tak ada. Sekarang zaman berbeda. Tak bisa angin surga lagi.

Saya? Tak usah ditanya. Saya sudah punya idenya. Cuma saya tak akan banyak omong kalau saya tak terpilih. Kalau saya terpilih, saya akan lakukan. Ide seperti itu sudah ada. Tapi saya tak perlu koar-koar. Kalau saya ditanya, duit dari mana? Saya belum berani berbicara karena saya belum terpilih. Saya belum bicara dengan pemerintah. Kalau soal konsep, jelas. Tapi saya tidak mau koar-koar.

Bagaimana Anda melihat kinerja PSSI dalam tiga tahun belakangan yang sempat diwarnai tiga kali pergantian ketum?

PSSI sekarang tak mengerti apa-apa. Ada yang mengerti, tapi mendiamkan saja kalau ada yang salah. Bayangkan, Pak Edy Rahmayadi dulu Jenderal TNI bintang tiga. Kalau mengadakan rapat PSSI, kerap di Makostrad Gambir dengan mengenakan baju loreng. Waktu saya lihat di televisi, kalau saya menjadi pengurus PSSI, saya akan bilang, kalau bisa rapat tak usah di Makostrad, tapi di kantor PSSI saja.

Coba kalau diingatkan, Pak Edy paham. Bukan rahasia umum lagi ketika beliau mempertanggungjawabkan tugasnya di Kongres PSSI di Bali, Januari 2019, voters PSSI dikumpulkan di Kuningan, untuk mendorong mosi tidak percaya. Tapi Pak Edy tahu. Pidato pertama dia langsung soal pengunduran dirinya. Itu hal-hal yang menurut saya, ada apa di PSSI? Kok bisa sampai begitu.

Bayangkan. Jenderal TNI bintang tiga, seorang Pangkostrad, mau dikudeta oleh anak-anak kemarin sore. Nanti voters kan bisa lihat pertanggungjawabannya seperti apa. Kalau timnas kalah, yang disalahkan Ketum PSSI-nya. Kalau timnasnya kalah tapi dipersiapkan secara baik, bukan salah Ketum PSSI itu. Dia tak berikan strategi, tak memasang pemain. Tapi. Ketum PSSI-nya yang salah. Di situ orang senang kalau Ketum PSSI salah.

Saya pikir olahraga ini harus dipimpin orang-orang yang memajukan olahraga ini, bukan kepentingan sesaat. Olahraga itu bukan hanya menyenangi, tapi juga harus menjiwai. Kalau kalah, sebel orang. Tak ingin nonton. Itu kalau menyenangi. Tapi kalau kita menjiwai, kita fight back, berusaha lagi supaya maju. Itu menjiwai. Itu banyak orang-orang kita yang hanya menyenangi. Kalau saya terpilih menjadi Ketum PSSI, organisasi, SDM, kompetisi, teknik kepelatihan, budget, fasilitas latihan, dan bersinergi dengan pemerintah akan menjadi prioritas saya.

3 dari 3 halaman

Tidak Didukung Keluarga Bakrie

Anda sering dikonotasikan sebagai barisan orang lama yang gagal mengurus sepak bola. Bagaimana Anda menjawab keraguan beberapa pihak, termasuk voters?

Saya tak pernah menjadi pengurus teras PSSI. Saya pernah jadi Waketum PSSI (versi KPSI) saat kepengurusan Pak La Nyalla. Tapi sebentar. Hanya sebulan atau dua bulan karena saya sakit waktu itu. Sehingga, saya hanya melaksanakan tugas sebanyak 20 persen. Kalau saya dikasih budget Rp5 miliar, hasilnya Rp5 miliar. Saya orang lama? Iya. Tapi, tak semua orang lama itu jelek. Orang baru belum tentu bagus. Pengurus-pengurus yang ada sekarang, dulu kan juga baru. Ini kan kepengurusan PSSI yang paling di bawah sekali. Saya tak pernah menjadi Ketum PSSI yang melaksanakan. Waketum PSSI (versi KPSI) saya hanya sebentar. Tapi kalau saya di lapangan, di timnas, kan saya Ketua BTN. Pegang timnas.  Siapa pemain-pemain yang tak saya bina? Anak PSSI Primavera, SAD Uruguay hingga Pelita Jaya.

Kemarin ada kawan datang ke saya. "Him, kamu mundur saja dari bursa pencalonan. Karena kamu hanya tahu putihnya." Bagaimana saya tak tahu putihnya, orang saya puluhan tahun berkecimpung di sepak bola Indonesia. Bukan hitam lagi yang saya tahu, tapi, hitam-sehitamnya saya tahu. Tapi kan saya tak berbicara. Saya bukan pimpinan. Kalau kita tak punya power, teriak-teriak percuma.

Keluarga Bakrie mendukung pencalonan diri Anda?

Dalam hal ini, saya tidak didukung. Semua orang kaget, termasuk saya pun kaget. Namanya orang punya hak memilih. Kalau orang bilang saya dekat dengan keluarga Bakrie, saya puluhan tahun kenal. Dan saya bekerja selama 34 tahun dengan Keluarga Bakrie. Selama itu pula, saya kerja sama dengan Nirwan Bakrie, tak pernah sekalipun dia menyuruh saya melakukan hal yang tak baik. Malah dia menyuruh saya melakukan hal-hal yang sangat baik. Klub sepak bola swasta mana yang membuat fasilitas sendiri. Stadion juga. Cuma saya. Idenya kan dari Nirwan. PSSI Primavera dan SAD Uruguay, saya yang laksanakan. Dia meminta saya melakukan hal yang positif, tak pernah negatif. Sama saya begitu. Kalau sama orang lain saya tak tahu. Karena saya tak mengurusi urusan dia dengan orang lain.

Jadi kalau ditanya, "Saya kan ada hubungan dengan keluarga Bakrie dan konotasi Keluarga Bakrie di PSSI itu negatif". Dibilang mafia lah, apa lah, saya tak tahu. Saya tak tahu kalau dia sama orang lain. Tapi kalau saya pribadi, tak pernah. Dia juga tahu, saya tidak mau disuruh-suruh yang jelek. Dia tahu karakter saya. Saya memang kerja sama dia. Dia teman saya. Sahabat saya. Sudah seperti keluarga juga. Saya hidup dari dia juga. Kalau salah, saya bilang salah. Mungkin dia tak senang, tapi dia akan berpikir sendiri, "Benar juga ya omongan kamu". Saya bukan yes man. Kalau saya bilang tak bisa, tapi diminta, saya lakukan. Tapi saat saya sudah bilang tak bisa, tapi bukan yang negatif. Kadang-kadang positif.

Seperti PSSI Primavera. Dia suruh saya buat kompetisi untuk PSSI Primavera biarpun tak ada poin. Saya coba. Bisa. Mau lagi mereka, lawan-lawan PSSI Primavera, melakoni laga home dan away. Tak pakai poin. Sebanyak 20 klub bermain 38 kali semusim penuh. Waktu saya bisa, "Tuh kan bisa Him. Jangan bilang tak bisa kalau tidak dijalankan". Jadi, saya tak pernah punya pikiran negatif ke dia. Saya hanya ingin buktikan, nama saya jelek atau tidak. Saya ingin membuktikan, tak semua orang-orang Nirwan, kalau ada yang jelek, itu urusan dia, orang pribadi-pribadinya.

Bagi saya, dia orang baik untuk saya karena dia tak pernah suruh saya yang jelek. Saya pernah dituduh menghabisi uang dia ratusan miliar. Buat apa saya kerja sampai sekarang? Saya kerja profesional. Kalau benar, hidup saya happy ending. Jadi bukan saya habiskan uang dia. Dia punya klub, dan dibiayakan dong klubnya. Saya bekerja dibayar oleh dia sesuai dengan keahlian saya. Dari zaman dulu sampai sekarang saya dituduh. Saya dekat sekali dengan Nirwan. Dia beli klub luar saya ada. Saat membeli CS Vise, saya ada. Saya tidak merasakan dia melakukan hal negatif ke saya.

Dalam mencalonkan diri sebagai Ketum PSSI, saya tidak didukung oleh Nirwan. Saya sempat tanya, "Wan, dukung saya jadi Ketum PSSI?" Pikiran saya terus terang dukung dong. Kita teman sudah puluhan tahun. "Waduh, Him, sepertinya saya tidak bisa mendukung kamu". Tapi saya tahu, mungkin dia di bawah tekanan. "Ya sudah tak apa-apa, Wan. Tapi saya tahu pasti hati kamu dukung saya". Saya tak tahu dia mendukung siapa. Intinya tak ke saya. Saya juga tahu, saya 'dimatiin' menjadi Calon Ketum PSSI. Ketum PSSI kan butuh dana. "Matiin Rahim bagaimana nih?" "Bos-nya jangan dukung dia". Kan begitu. Dan saya sebenarnya tak tahu. Saya tahu pastinya saat Persija Jakarta mendukung Mochamad Iriawan. Persija kan yang punya dia. Tapi ada baiknya juga, masyarakat tahu, bahwa korelasi saya maju sebagai Calon Ketum PSSI, saya tidak ada hubungannya dengan Nirwan. Karena dia tak dukung saya. Dalam pertemanan dia tetap teman saya. Khusus untuk hak suara, dia tidak dukung saya. Soal kalah menang tak masalah. Kalau ada yang lebih baik kan, tak apa-apa.

Kiprah Anda di sepak bola Indonesia amat panjang. Mulai dari pengelola klub, manajer Timnas Indonesia U-23, Ketua BTN, dan banyak lainnya. Bagaimana Anda menilai kinerja Anda?

Kinerja saya, kalau mau fair, apa yang saya inginkan dan lakukan baru 20 persen.

Mungkinkah nanti Anda kembali mengulang program pelatnas jangka panjang di luar negeri model PSSI Primavera atau SAD Uruguay?

Pembinaan usia muda harus terus berlangsung. Harus ada patronnya. Apa yang dilakukan kepada anak-anak usia 14 tahun, 16 tahun, dan 18 tahun, jangan dituntut harus menang. Harus juara. Yang dituntut itu menghasilkan pemain. Tokoh sepak bola Eropa pernah bilang, dari 1000 akademi sepak bola, hanya satu pemain yang sukses.Jadi kalau mau mencari 11 pemain, harus ada 11 ribu sekolah sepak bola.

Video Populer

Foto Populer