Bola.com, Jakarta - Pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy, dalam tekanan besar setelah tim asuhannya mengalami empat kekalahan beruntun sejak tampil di putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Gaung kembalinya Luis Milla menangani Timnas Indonesia pun ramai.
Simon McMenemy baru ditunjuk menangani Timnas Indonesia pada awal 2019. Pelatih asal Skotlandia itu diharapkan bisa menjadi solusi bagi prestasi Tim Garuda yang baru saja terpuruk di Piala AFF 2018 ketika digantikan oleh Bima Sakti selepas kepergian Luis Milla.
Baca Juga
Advertisement
Setelah ditunjuk menjadi pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy memanfaatkan tiga laga uji coba untuk mempersiapkan tim tampil di Kualifikasi Piala Dunia 2022. Myanmar, Yordania, dan Vanuatu menjadi lawan yang dipilih.
Kemenangan 2-0 atas Myanmar dan 6-0 atas Vanuatu jadi dua hasil positif yang diraih Simon McMenemy bersama Timnas Indonesia. Bahkan dari tiga laga uji coba itu, Tim Garuda kalah 1-4 dari Yordania, yang dianggap sebagai sebuah persiapan bagus karena Timnas Indonesia akan menghadapi lawan asal Timur Tengah saat kualifikasi.
Namun, tiga laga uji coba tersebut ternyata tak bisa menjadi gambaran nyata ketika Timnas Indonesia tampil di fase kualifikasi Piala Dunia 2022. Tim Garuda digebuk lawan dalam empat laga pertama yang digelar September dan Oktober 2019.
Kekalahan 2-3 dari Malaysia dan 0-3 dari Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, pada 5 dan 10 September 2019 cukup memantik reaksi keras dari penggemar Timnas Indonesia. Kekalahan 0-5 dari Uni Emirat Arab di Dubai dan 1-3 dari Vietnam di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, pada 10 dan 15 Oktober 2019 membuat kritik lebih keras datang untuk Simon McMenemy.
Dalam tekanan yang begitu besar untuk Simon McMenemy, rumor pergantian pelatih pun muncul. Sejumlah pelatih, baik lokal maupun impor diprediksi bisa menjadi penerus meski mantan pelatih Bhayangkara FC itu saat ini masih berstatus pelatih kepala Timnas Indonesia.
Luis Milla, pelatih asal Spanyol yang pernah menangani Timnas Indonesia, mulai dari Timnas U-22 di SEA Games 2017 hingga Timnas U-23 di Asian Games 2018, pun menjadi satu di antara beberapa pelatih yang digadang menjadi pengganti Simon McMenemy. Bahkan warganet Indonesia kerap berkomentar di media sosial Luis Milla untuk meminta agar sang pelatih mau kembali menangani Timnas Indonesia.
Kali ini Bola.com merangkum tiga alasan kuat mengapa Luis Milla layak dipertimbangkan oleh Exco PSSI sebagai pengganti Simon McMenemy di Timnas Indonesia ketika mereka memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dengan pelatih asal Spanyol itu.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Memiliki Cinta Mendalam terhadap Indonesia
Usia Luis Milla sebagai pelatih Timnas Indonesia tidak genap berusia dua tahun. Ditunjuk menangani Timnas Indonesia pada awal 2017, Luis Milla langsung fokus membentuk tim untuk berkiprah di SEA Games 2017 yang digelar di Malaysia.
Bahkan saat melakukan laga uji coba internasional, Luis Milla memprioritaskan para pemain muda untuk masuk ke dalam tim, meski tidak melupakan sejumlah pemain senior yang dianggap bisa memberikan pengaruh baik kepada adik-adiknya.
Dalam kurun 19 bulan memimpin Timnas Indonesia, yang diakhirinya ketika hanya mengantar Timnas U-23 sampai di 16 besar Asian Games 2018, Luis Milla pergi. Pelatih asal Spanyol itu merasa tak ada pengurus PSSI yang mengajaknya berdiskusi mengenai masa depannya saat kontraknya akan berakhir pada akhir Agustus 2018.
Kendati sudah tak menjadi pelatih Timnas Indonesia, Luis Milla kerap memperlihatkan rasa cinta kepada negara ini melalui postingan di akun media sosialnya, terlebih ketika Tim Garuda akan bertanding di laga apa pun.
Tiga postingan mengenai Indonesia di akun Instagram Luis Milla diunggah pada 17 Agustus hingga 14 September 2019. Pertama, tentu ketika Indonesia merayakan peringatan Kemerdekaan ke-74 tahun, di mana sang pelatih mengunggah foto bersama Timnas Indonesia, di mana ada Achmad Jufriyanto, Stefano Lilipaly, dan Bayu Pradana.
Kemudian ketika Timnas Indonesia akan memulai kampanye di kualifikasi Piala Dunia 2022, di mana ia mengunggah foto Timnas Indonesia di eranya saat berlatih di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar. Dalam postingan tersebut, Luis Milla memberikan semangat kepada Tim Garuda.
Terakhir pada 14 September, di mana Luis Milla mengunggah fotonya menggunakan seragam latihan Timnas Indonesia dan berterima kasih karena sudah memiliki 600 ribu follower di Instagram, di mana mayoritas berasal dari Indonesia. Dalam postingan tersebut Luis Milla mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan tiga bahasa, mulai dari bahasa Indonesia, Inggris, dan Spanyol.
Bahkan dalam pengakuan seorang ofisial Timnas Indonesia di era Luis Milla kepada Bola.com, sang pelatih benar-benar memberikan perhatian dan kepedulian kepada para pemain yang pernah menjadi bagian dari skuatnya hingga saat ini.
Satu hal yang menarik, belum lama ini Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S Dewa Broto, menyebut mendapatkan informasi dari sejumlah sumber bahwa Luis Milla memang masih mencintai Indonesia dan memiliki harapan untuk bisa kembali.
Advertisement
Masih Ada Urusan yang Belum Selesai
Masih terngiang dalam ingatan bahwa Luis Milla datang sebagai pelatih Timnas Indonesia untuk program jangka panjang. Mantan pemain Barcelona dan Real Madrid itu datang sebagai pelatih yang sekaligus menangani Timnas Indonesia U-23 yang berkiprah di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018.
Jika melihat timeline pekerjaannya dengan kontrak yang habis pada Agustus 2018, Luis Milla memang memiliki target yang harus dipenuhi dalam durasi kontrak itu, yaitu meraih medali emas SEA Games 2017 dan Asian Games 2018, target yang pada akhirnya memang luput dari genggaman.
Namun, harus diakui bahwa pekerjaan Luis Milla sebenarnya belum selesai, yaitu membangun Timnas Indonesia yang memiliki karakter dalam bermain yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam waktu kurang dari dua tahun, pelatih asal Spanyol ini memang menanamkan karakter permainan yang sangat berbeda dari sebelumnya.
Permainan Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2017 mendapatkan pujian dari masyarakat Indonesia karena permainan tim yang kolektif dilakukan oleh bakat-bakat muda yang memiliki kemampuan individual yang luar biasa. Hal tersebut juga berlanjut ketika Luis Milla membawa Timnas Indonesia U-23 di Asian Games 2018 dengan memasukkan Stefano Lilipaly, Alberto Goncalves, dan Andritany Ardhiyasa.
Pilihan tiga pemain senior yang memang boleh masuk dalam skuat itu sangat tepat, di mana Stefano Lilipaly dan Beto Goncalves begitu luar biasa membimbing adik-adiknya saat Asian Games 2018. Andritany pun terbilang mampu memimpin lini belakang Tim Garuda Muda dengan baik. Sayangnya, dalam dua kejuaraan yang paling penting di era Luis Milla itu, target prestasi yang ditetapkan tak berhasil diraih.
Permainan yang apik dari tim yang dibentuk Luis Milla tampaknya tak begitu memuaskan bagi PSSI yang tidak mempertimbangkan matang-matang untuk memberikan perpanjangan kontrak bagi Luis Milla, yang kemudian diklaim oleh PSSI bahwa Luis Milla tidak komunikatif hingga sang pelatih pun harus mengeluarkan bantahan melalui media sosialnya.
Luis Milla layak kembali karena dengan begitu dirinya bisa meneruskan tugasnya membentuk karakter pemainan Timnas Indonesia yang efektif.
Pola Permainan yang Lebih Disukai
Seperti sudah dibahas di atas, permainan Timnas Indonesia di era Luis Milla memang memiliki karakter yang berbeda ketimbang tim-tim pendahulunya. Luis Milla menyulap tim dengan materi pemain muda yang bisa dibentuk menjadi sebuah tim yang kolektif.
Pelatih asal Spanyol itu pernah menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki gaya permainan khusus ketika ditanya apakah tiki-taka ala Barcelona atau Timnas Spanyol akan menjadi gaya permainan yang akan dibawanya ke Timnas Indonesia. Luis Milla justru mengaku perlu mengenal para pemain yang dimilikinya untuk bisa menentukan gaya permainan yang akan digunakan di Timnas Indonesia.
Hingga akhirnya setelah membentuk tim dengan sejumlah pemain terbaik yang dimilikinya, perpaduan kualitas individu pemain disulapnya menjadi permainan kolektif yang menghibur.
Timnas Indonesia tak lagi menggunakan strategi bola-bola panjang yang kerap dilakukan tim-tim sebelumnya, terutama ketika bertahan. Para pemain Tim Garuda diberikan pemahaman untuk menjaga bola dan mengalirkan bola dengan lebih baik kepada rekannya yang berada lebih dekat.
Pola permainan tersebut pun disukai oleh pecinta Timnas Indonesia. Banyak komentar yang menyebut permainan Timnas Indonesia menjadi lebih menghibur karena aliran bola dari kaki ke kaki para pemain membuat permainan tersebut lebih menghibur dan berkelas.
Advertisement